Sebagai orang yang menjalankan kegiatan di luar rumah, saya cukup terbiasa dengan angkutan umum. Dari mulai becak, elf, angkutan kota, bis, sampai ojek (untuk kereta api dan pesawat terbang, belum).
Becak, jelas.
Elf, semacam bis mini biasanya menghubungkan antar daerah yang lumayan berjauhan. Tiap daerah memiliki penyebutan nama yang berbeda. Misal, di Majalengka, mobil ini dipanggil buhe.
Angkutan kota, mobil mini biasanya berkeliaran di sekitar kotamadya.
Bis, jelas.
Ojek, jelas.
Saya bukannya sok idealis bahwa angkutan umum lebih baik karena dapat mengurangi polusi udara di sekitar. Ini dikarenakan belum sempatnya saya bersahabat dengan motor. Ada lah beberapa alasannya.
Ada hal positif ketika menggunakan angkutan umum tersebut, yaitu memperhatikan. Memperhatikan orang-orang, yang sama-sama penumpang, supirnya, kondektur, atau orang, yang entah siapa, yang dapat dilihat dari balik jendela angkutan umum. Ya, tidak sengaja juga memperhatikan semuanya. Kadang alasan seseorang memperhatikan karena mereka menarik. Dan seseorang memiliki ketertarikan yang berbeda-beda. Misal, hal yang membuat saya tertarik, mungkin tidak membuat orang lain tertarik.
Oke.
Ada seseorang yang membuat saya tertarik adalah bapak kenek (sama seperti kondektur bis) elf jurusan Kadipaten – Cirebon. Bapak itu selalu tersenyum.
Pertama kali saya menaiki elf itu, biasa saja. Yang saya ingat hanya, ketika saya menyerahkan uang pas, bapak kenek tersebut memberikan uang kembalian. Jujur, waktu itu agak senang karena tandanya ongkos elf kembali normal alias BBM turun. Ternyata... tidak beberapa lama kemudian, bapak kenek mengambil uang kembaliannya lagi dari tangan saya. Alhasil penumpang yang duduk di belakang, ikut tertawa melihat kejadian itu. Saya? Shock.
Lalu ada waktu kedua saya menaiki elf tersebut. Saya baru sadar bapak itu begitu ceria (karena senyumnya).
Takdir mempertemukan saya dengan elf tadi lagi. Ketiga kalinya, saya menunggu di pinggir jalan raya untuk menyeberang, elf tadi lewat lagi di hadapan saya. Bapak keneknya menggerakkan tangan ke arah saya, spontan saya menggelengkan kepala. Dan kenek itu turut menggelengkan kepala sambil tersenyum. Saya jadi ikut tersenyum.
Yang terakhir, tadi siang saya naik elf yang sama. Bapak kenek membuat gerakan lucu dengan beberapa penumpang yang lain di tengah cuaca panas. Ya, benar-benar belum berubah dari pertemuan saya dengan bapak itu. Dan tadi saya baru menyadari hal yang lain. Saat ada seorang ibu yang ingin naik dengan membawa tas besar, bapak kenek langsung membawanya ke bagasi tanpa tanya. Saat ada mba-mba yang memberikan uang selembar lima ribuan, bapak kenek menerima tetapi diam sebentar melihat mba-mba yang sudah melihat ke arah lain.
Jauh di pikiran saya, saya menduga bapak kenek itu akan bertanya, “Kemana Mba?” atau “Kemana Neng?”
Ternyata saya salah.
Jadi, hal lain yang baru saya sadari adalah saya tidak pernah mendengar bapak kenek itu berbicara.
Terkadang hanya dengan sedikit masalah saja mampu membuat seseorang cemberut dan kesal seharian. Terkadang dengan banyaknya keinginan juga mampu membuat seseorang mengeluh sepanjang hari. Dan keluhannya baru berhenti setelah keinginan terkabul. Namun tidak ada jaminan ia tidak mengeluh lagi untuk keinginannya yang lain.
Ada juga yang hobinya menghitung-hitung kekayaan orang lain sambil bertanya kepada diri sendiri, “Kapan saya dapat melampaui kekayaan orang itu?”
Malah ada juga yang saat mendengar keberhasilan orang lain, ia seperti kebakaran jenggot. Kepanasan. Berharap keberhasilan mendatanginya.
Tidak selamanya keberhasilan menjadi tanda bahwa Allah sayang padanya.
Tidak selamanya kekayaan menjadi tanda bahwa Allah sayang padanya.
Semua yang ada di dunia ini adalah ujian, termasuk keberhasilan, kesuksesan, kekayaan. Bahkan kemiskinan adalah ujian.
Yang membuat manusia 'benar-benar' berhasil adalah tentang cara agar hatinya selalu hidup dengan cahaya Allah.
Tidak semua pengalaman harus kita alami.
Tidak harus juga, kita merasakan keberhasilan seperti orang lain.
Tidak harus juga, kita merasakan punya uang miliyaran seperti orang lain.
Ini tentang apa yang Allah ridhoi tentang diri kita.
Ini tentang yang harus kita hargai tentang takdir masing-masing.
Apa susahnya menghibur diri dengan tetap bersyukur dengan apa yang sudah Allah berikan. Adapun usaha tetap harus dilakukan, ujungnya ya tawakkal.
Seperti bapak kenek itu, yang selalu ceria, bersemangat, dan selalu tersenyum.
Orang mungkin ada yang melihat rendah bapak tersebut, karena pekerjaannya. Namun hitung-hitungan Allah berbeda. Siapa tahu justru bapak kenek itu yang selalu berhasil membuat Allah selalu tersenyum? Membuat Allah selalu ridho atas dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H