Mohon tunggu...
Afika A Rozzaq
Afika A Rozzaq Mohon Tunggu... Guru - Guru

Ingin menjadi orang yang bermanfaat. Senang menjadi guru. Dan yang selalu kangen Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bapak Kenek yang Selalu Tersenyum

13 Oktober 2015   21:14 Diperbarui: 13 Oktober 2015   21:31 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lalu ada waktu kedua saya menaiki elf tersebut. Saya baru sadar bapak itu begitu ceria (karena senyumnya).

Takdir mempertemukan saya dengan elf tadi lagi. Ketiga kalinya, saya menunggu di pinggir jalan raya untuk menyeberang, elf tadi lewat lagi di hadapan saya. Bapak keneknya menggerakkan tangan ke arah saya, spontan saya menggelengkan kepala. Dan kenek itu turut menggelengkan kepala sambil tersenyum. Saya jadi ikut tersenyum.

Yang terakhir, tadi siang saya naik elf yang sama. Bapak kenek membuat gerakan lucu dengan beberapa penumpang yang lain di tengah cuaca panas. Ya, benar-benar belum berubah dari pertemuan saya dengan bapak itu. Dan tadi saya baru menyadari hal yang lain. Saat ada seorang ibu yang ingin naik dengan membawa tas besar, bapak kenek langsung membawanya ke bagasi tanpa tanya. Saat ada mba-mba yang memberikan uang selembar lima ribuan, bapak kenek menerima tetapi diam sebentar melihat mba-mba yang sudah melihat ke arah lain.

Jauh di pikiran saya, saya menduga bapak kenek itu akan bertanya, “Kemana Mba?” atau “Kemana Neng?”

Ternyata saya salah.

Jadi, hal lain yang baru saya sadari adalah saya tidak pernah mendengar bapak kenek itu berbicara.

Terkadang hanya dengan sedikit masalah saja mampu membuat seseorang cemberut dan kesal seharian. Terkadang dengan banyaknya keinginan juga mampu membuat seseorang mengeluh sepanjang hari. Dan keluhannya baru berhenti setelah keinginan terkabul. Namun tidak ada jaminan ia tidak mengeluh lagi untuk keinginannya yang lain.

Ada juga yang hobinya menghitung-hitung kekayaan orang lain sambil bertanya kepada diri sendiri, “Kapan saya dapat melampaui kekayaan orang itu?”

Malah ada juga yang saat mendengar keberhasilan orang lain, ia seperti kebakaran jenggot. Kepanasan. Berharap keberhasilan mendatanginya.

Tidak selamanya keberhasilan menjadi tanda bahwa Allah sayang padanya.

Tidak selamanya kekayaan menjadi tanda bahwa Allah sayang padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun