Mohon tunggu...
Muhammad Afiffudin Anshori
Muhammad Afiffudin Anshori Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis maka aku ada

(Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda) -Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Bulan Bintang DKI Jakarta -KNPI DKI Jakarta (Organisasi Mahasiswa) -HMI -LKBHMI (TOKOH) -M. NATSIR -BUYA HAMKA -AGUS SALIM

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perempuan Itu Mulia

30 Juni 2023   22:30 Diperbarui: 30 Juni 2023   23:23 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan adalah makhluk ciptaan yang begitu indah dari-Nya. Dengan adanya perempuan nampaklah keseimbangan dalam kehidupan ini. Laksana bangunan yang indah, tanpa adanya pilar bagaimana kiranya ia akan tegak berdiri. Perempuan mendengar namanya pun terbesit dalam benak bahwa ia seorang istimewa. Dengan kehangatan yang diberikan mampu mendinginkan dinginnya suasana, hingga tak salah kiranya suatu ungkapan bahwa perempuan adalah rumah bagi seorang lelaki.

Istimewa serta mulianya seorang perempuan teramat sering kita lupakan. Bahkan tidak sedikit seorang laki-laki menghinakan kemuliaannya. Tidak sebatas kemuliannya yang telah dihinakan, tetapi perempuan kerapkali dijadikan nomor dua dalam hidup ini. Seorang lelaki dengan angkuhnya mengatakan dirinya lah yang mulia perempuan tidak, dirinya lah yang paling berhak menjadi pemimpin perempuan tidak. Sadar maupun tidak laki-laki yang demikian terlahir pula dari seorang perempuan yang ia anggap hina dan rendah.  

Perempuan dan laki-laki tiadalah beda keduanya sama cucu keturunan Adam. Islam hadir menegaskan kembali bagaimana kiranya Allah jadikan laki-laki dan perempuan itu. Penegasan ini tiada lain untuk mempertegas hak dan derajat perempuan, bahwa perempuan berasal jua darimu. Marilah kita renungkan Qs. An-Nisaa' : 1

 

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Qs. An-Nisaa'[4]:1)

Nafsin Wahidah, secara bahasa dapatlah diambil makna sebagai satu diri satu jenis serta tidak ada perbedaan diantara keduanya. Jenis yang satu itu ialah manusia, dari manusia itulah Allah pisahkan menjadi laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan, tidak ada yang lebih mulia, keduanya sama saja manusia serta memiliki hak dan kewajiban yang sama pula. Hal ini meruntuhkan pandangan kaum jahiliyyah saat itu, dimana mereka memandang remeh perempuan bahkan sebagai aib, padahal perempuan juga manusia dan bagian dari mereka jua.

Hakikatnya jika berasal dari satu jenis sudah tentulah keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama dihadapan Tuhan, lebih daripada itu keduanya sama-sama mulia hingga tiada hak untuk direndahkan salah satunya. Lihatlah Qs. At-Taubah : 71-72


 Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (Qs. At-Taubah : 71-72)

Apabila kita pandang ayat-ayat ini dari segala seginya, niscaya akan kelihatanlah bahwa kedudukan perempuan mendapat jaminan yang tinggi dan mulia. Terang dan nyata kesamaan tugasnya dengan laki-laki. Sama-sama memikul kewajiban dan sama-sama mendapat hak pahit dan manis beragama sama-sama ditanggungkan. Lebih jelas lagi bahwa dalam beberapa hal, bukan saja laki-laki yang memimpin perempuan, bahkan perempuan memimpin laki-laki, (ba'dhuhum auliyaauba'dhin).[1]

 

Berangkat pada ayat diatas baik Qs. An-Nisaa' kemudian disandingkan Qs. At-Taubah, dapatlah kita insyafi bersama hikmah didalamnya.

 

Pertama, Tuhan menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki berasal dari satu jenis saja yaitu manusia, bahkan lebih dalam lagi perempuan adalah dirimu jua, hingga tidak pantas kiranya untuk dihinakan serta direndahkan.

Kedua, Allah Swt jadikan laki-laki dan perempuan tidak lain untuklah saling melengkapi kehidupan. Bagaimana kiranya jika dunia ini hanya berisi laki-laki saja ? sudah barang tentu akan kacaulah kehidupan ini, demikian pula sebaliknya.

Ketiga, perempuan dan laki-laki hanya berbeda jenis kelamin saja, bukan berarti berbeda hak dan kewajibannya. Keduanya sama-sama memikul beban kewajiban, serta keduanyapun memiliki hak yang sama pula dalam hidup.

Keempat, tegas sekali bahwa keduanya saling melengkapi saling melindungi bahkan saling tolong menolong. Laki-laki tiada hak mengatakan dirinyalah pelindung bagi seorang perempuan, sedangkan perempuan tidak. Mungkin dirinya lupa bahwa nabi kita tercinta Muhammad Saw, dalam berdakwah dilindungi oleh perempuan hebat yaitu Sayyidati Khadijah. 

Kelima, (ba'dhuhum auliyaauba'dhin) yang satu menjadi pelindung yang lainnya, bahkan bisalah kita artikan lebih dalam daripada itu. Bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin bagi seorang lelaki. Namun makna demikian seringkali diruntuhkan dengan dalil (Ar-Rijalu Qowwamuna 'Ala Nisaa') jika dilihat ayat ini bukanlah ayat perintah melainkan khabar atau pemberitahuan kebiasaan. Memanglah secara kebiasaan bahwa laki-laki menjadi pemimpin perempuan, namun bukan suatu kewajiban yang mesti dilakukan dan jika tidak berdosalah dia. Cobalah dengan insyaf kita lihat kembali perjalanan risalah Muhammad Saw. Seorang nabi pun dipimpin oleh seorang perempuan, marilah kita bayangkan bagaimana kiranya jika Muhammad Saw saat menerima wahyu pertama tiada dibimbing dan dipimpin oleh wanita mulia ? mungkin saja beliau menjadi orang yang gila saat itu. Lihatlah kembali bagaimana rasulullah dipimpin oleh istrinya Ummu Salamah setelah perjanjian Hudaibiyyah. Ummu Salamah mengatakan kepada rasulullah.

"Janganlah engkau marah, ya Rasulullah! Engkau mulai sajalah sendiri. Segera sekarang juga engkau keluar, engkau gunting rambutmu, engkau sembelih binatang dendaanmu kemudian tanggalkan pakaian ihrammu, dengan tidak usah berbicara lagi!".[2]

 

Demikianlah risalah Islam yang sejati berkenaan kemuliaan perempuan. Islam dalam hakikatnya mengajarkan persamaan, Islam tidak membedakan, bahkan Islam menegaskan perempuan itu dari dirimu, jika engkau merasa mulia lantas perempuan mulia jua. Begitu indah risalah Islam namun kerapkali dirusak oleh golongan yang mengatasnamakan dirinya 'Alim namun sejatinya jahil dalam memahami agama. Besar harapan penulis, kita dapat kembali memahami Islam yang sejati, Islam yang memuliakan perempuan, serta Islam yang tiada membedakan hak maupun kewajiban bagi seorang perempuan.

Oleh : Muhammad Afiffudin Anshori

----------

(1) Hamka, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1996), hal.8

(2) Hamka, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, hal. 12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun