Mohon tunggu...
Afif M Taftazani
Afif M Taftazani Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, professional

Pemerhati financial, valuasi, manajemen risiko

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Iuran Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA), Haruskah Diwajibkan?

31 Mei 2024   10:56 Diperbarui: 3 Juni 2024   10:19 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Presiden Joko Widodo pada tanggal 20 Mei 2024 telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 merupakan perubahan PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).  Singkatnya PP tersebut mewajibkan pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta. Peserta tersebut setidaknya berusia 20 tahun atau sudah menikah saat mendaftar. Akan tetapi, bagi pekerja mandiri yang penghasilannya di bawah upah umum, juga dapat menjadi peserta Tapera.  Besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Untuk peserta pekerja ditanggung bersama antara pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sementara itu, untuk peserta pekerja mandiri seluruh simpanan ditanggung olehnya. 

Pertanyaanya, haruskah iuran kepesertaan TAPERA ini diwajibkan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan dibuat analisis deskriptif, Metric, realisasi dan konsekuensi sebagai berikut.

Analisis Deskriptif 1, Tujuan pengelolaan keuangan negara adalah untuk menjaga kestabilan ekonomi serta membantu  pertumbuhan perekonomian.  Metric:  Inflasi stabil diangka 2-3% dengan pertumbuhan ekonomi 4-5%. Realisasi : Pemotongan dana Terpera untuk tenaga kerja sebesar 3% berpotensi menurunkan daya beli, mendorong perlambatan konsumsi rumah tangga yang berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat diatasi dengan mengalokasikan dana Tapera pada sektor-sektor produktif seperti kredit investasi dan modal kerja termasuk kredit UMKM berbunga rendah.  Dengan penyaluran kredit berbunga rendah diharapkan dapat mengkonpensasi penurunan daya beli masyarakat sehingga dapat menjaga target pertumbuhan ekonomi.  Konsekuensi: penyaluran kredit berbunga rendah akan sulit terealisasi dikarenakan tingkat hasil pemupukan Dana Tapera berdasarkan pasal 35 ayat 2 PP Nomor 25 Tahun 2020 minimal sebesar rata-rata tingkat suku bunga deposito standar yang berlaku pada Bank pemerintah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.  Dengan demikian cost of fund penghimpunan dana Tapera oleh bank akan sama dengan dana pihak ketiga lainnya sehingga realisasi bunga rendah akan sulit terealisasi.

Analisis Deskriptif 2, Keseimbangan neraca anggaran pemerintah dapat terjaga dengan mendapatkan sumber pendanaan berbiaya rendah.  Metric :  Pendanaan pemerintah dengan rate 300-500 basis poin dibawah suku Bunga pinjaman. Realisasi : Melalui program Tapera, pemerintah mendapatkan sumber dana dengan tingkat biaya (cost of fund) rendah dibanding mendapatkan sumber pendanaan dari utang.  Hal ini akan membantu likuiditas dana pemerintah khususnya dalam menjaga necara pembayaran negara tanpa harus terbebani tingkat bunga yang tinggi.  Konsekuensi: pengalokasian dana Tapera harus berada pada instrument keuangan rendah risiko untuk menjamin pemupukan (peningkatan) nilai dana Tapera terus bertumbuh.

Analisis Deskriptif 3, Pengelolaan dana Tapera  harus terus bertumbuh.  Metric :  Pertumbuhan dana Tapera pertahun minimal rata-rata tingkat suku bunga deposito standar yang berlaku pada Bank pemerintah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Realisasi : Sekalipun ada persyaratan tingkat imbal hasil minimal, namun tidak ada mekanisme penjaminan atau guarantee misalnya dengan future contract atau hedging atas kemungkinan turunnya tingkat imbal hasil dibawah yang dipersyaratkan.     Konsekuensi : tidak ada jaminan keamanan bagi dana peserta Tapera bahwa dana yang diinvestasikan akan terus bertumbuh.  Dengan kata lain risiko fluktuasi imbal hasil sangat mungkin terjadi yang berdampak pada penurunan nilai dana peserta Tapera.

Analisis Deskriptif 4, pengelolaan dana Tapera oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera)  dilaksanakan dengan transparan dan akuntable.  Metric :  Penggunaan dana Tapera untuk operasional BP Tapera maksimal 5% dari hasil pemupukan (Pasal 41 Ayat 2) dan pelaporan pengelolaan dapat diakses pesera Tapera. Realisasi : Tidak ada mekanisme sanksi atas pelanggaran pasal 41 ayat 2 dan pelaporan pengelolaan dana oleh BP Tapera hanya diberikan kepada Komite Tapera.  Konsekuensi : Tidak ada jaminan bahwa dana pemupukan Tapera digunakan tidak lebih dari 5% karena tidak ada mekanisme sanksi yang mengaturnya.  Pelaporan pengelolaan dana hanya kepada Komite Tapera, berarti tidak ada check and balance dari peserta Tapera selaku pemilik dana.  Sekalipun peserta Tapera dapat mengakses data dana yang diinvestasikannya, namun penting informasi pengelolaan dana oleh BP Tapera seperti jumlah pengelolaan Dana Tapera, jumlah alokasi Dana Tapera yang telah dimanfaatkan, jumlah Peserta yang telah memperoleh manfaat Dana Tapera dan perkembangan hasil pengelolaan Dana Tapera dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat/public.

Analisis Deskriptif 5, Penerapan sanksi administrative harus adil dan proporsional.  Metric :  Sanksi terendah adalah teguran tertulis dan tertinggi pencabutan ijin atau pemberhentian dari jabatan. Realisasi : Terdapat ketimpangan atas signifikansi sanksi administrative kepada peserta, pemberi kerja (perusahaan yang menggaji peserta Tapera), BP Tapera, Bank dan manajer investasi.  Pemberi kerja mendapatkan sanksi administrative bertingkat mulai dari peringatan tertulis, denda administrative, pempublikasian ketidak patuhan, pembekuan dan atau pencabutan ijin usaha.  Tetapi sanksi administrative terhadap BP Tapera, Bank, dan manajer investasi hanya berupa peringatan tertulis dengan BP Tapera dapat dikenakan sanksi tambahan pengenaan bunga Simpanan akibat keterlambatan pengembalian dana peserta.   Konsekuensi : Sanksi yang relative ringan terhadap BP Tapera, bank dan manajer investasi dapat berpotensi terjadinya fraud atau penyalahgunaan pengelolaan dana menimbulkan kerugian yang signifikan.  Kejadian fraud akan mencederai kepercayaan peserta dan pemberi kerja yang menanggung 0,5% dana iuran sehingga dapat  mendeligitimasi reputasi pemerintah, termasuk Presiden yang menandatangani Peraturan Pemerintah.

Analisis Deskriptif 6, Iuran data Tapera dapat memenuhi kriteria kelayakan investasi bagi peserta.   Metric :  Imbal hasil secara agregat (terakumulasi) senilai rata-rata tingkat suku bunga deposito dapat terjaga setiap tahun dapat dikonversi cash (dicairkan) setiap saat. Realisasi : Pada asumsi imbal hasil sudah sesuai bunga deposito per tahun, konversi cash atau penarikan dana Tapera baru dapat dilaksanakan ketika kepesertaan Tepera berakhir.  Yaitu telah pensiun, mencapai usia 58 tahun dan karena meninggal dunia (Pasal 23 PP Nomor 25 Tahun 2020).  Konsekuensi : Hal ini bertentangan dengan filosofi investasi, dimana tujuan investasi adalah meningkatkan nilai uang dimasa mendatang dan sewaktu waktu dapat dikonversi menjadi cash (sesuai keinginan investor).  Sedangkan pembatasan seperti pada pasal 23 jelas menjadi barrier atau penghalang bagi peserta untuk dapat menikmati hasil investasinya.  Seorang investor saham, memiliki kewenangan untuk mengkonversi sahamnya menjadi cash (dengan menjual sahamnya) kapan pun diinginkan.  Pemilik deposito dapat menarik dananya dalam waktu 3 bulan, 6 bulan, setahun sesuai jangka waktu yang disepakati dengan bank, tanpa ada pemaksaan mengenai tenor waktunya.  Hal yang sama harusnya berlaku untuk peserta Tapera, dapat menarik dananya sewaktu-waktu apabila diperlukan.  Hal ini juga karena sifat investasi Tapera adalah mendapatkan rumah, yang tentunya ingin didapatkan secepat mungkin tanpa harus menunggu masa pensiun, berbeda dengan Jamsostek Ketenagakerjaan yang memang peruntukannya untuk iuran hari tua.

Analisis Deskriptif 7, Program Tapera memberikan insentif dan kemudahan kepemilikan rumah kepada peserta.  Metric :  Peserta Tapera diberikan kemudahan akses pembiayaan perumahan yaitu pemilikan rumah (KPR), pembangunan rumah atau perbaikan rumah dengan tingkat bunga 300 basis point dibawah bunga KPR komersial. Realisasi : Peserta Tapera mendapatkan fasilitas pembiayaan perumahan hanya untuk kepemilikan pertama dengan suku bunga terjangkau, tetapi tidak disebutkan secara spesifik berapa tingkat bunga dimaksud.  Selain itu mekanisme penyaluran pembiayaan perumahan tidak dirinci dengan jelas.  Jika peserta BPJS Kesehatan dapat fasilitas pelayanan gratis setelah aktif sebulan sebagai peserta, bagaimana dengan Tapera? Berapa lama masa aktif sebagai peserta agar fasilitas pembiayaan perumahan dengan bunga rendah dapat diperoleh? Sebulan, 6 bulan, 12 bulan, 10 tahun atau setelah pensiun?  Atas hal ini, diperlukan aturan turunan yang dapat merinci besaran bunga serta mekanisme memperoleh fasilitas pembiayaan.  Konsekuensi : Peserta diwajibkan membayar iuran tanpa mendapat gambaran rinci dan jelas terkait mekanisme pembiayaan perumahan.  Selain itu, peserta yang tidak memenuhi persyaratan (sudah memiliki rumah atau memiliki rumah lebih dari satu) dikecualikan mendapat fasilitas tersebut.  Dengan demikian mereka tidak mendapatkan manfaat dari fasilitas Tapera selain manfaat investasi, itu pun dengan asumsi mendapat capital gain atau imbal hasil investasi yang layak secara ekonomi serta sewaktu-waktu dapat dicairkan. 

 

Tinjauan Risk Appetite Statement (RAS)

Analisis diatas pada dasarnya adalah pernyataan selera risiko (Risk appetite Statement/RAS).  Secara umum, risk appetite atau selera risiko didefisinikan sebagai jenis dan tingkat risiko keseluruhan yang bersedia diambil oleh seseorang atau suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.  Tujuan dari RAS adalah menerapkan kebijakan komprehensif yang menetapkan metric, batasan eksposur, dan proses tata kelola untuk memastikan risiko berada pada tingkat yang dapat diterima.  Pada tulisan diatas, analisis deskriptif nomor 1-7 merupakan tujuan yang ingin dicapai, Metric merupakan ukuran dari risk appetite atau selera risiko yang diinginkan (harus dengan ukuran kuantitatif yang jelas), sedangkan realisasi dan konsekuensi adalah hasil yang diperoleh apakah sesuai atau menyimpang dari risk appetite.  Suatu kebijakan yang baik harus dapat mendefinisikan selera risiko para stakeholder (khususnya peserta dan pemberi kerja) dan dalam pelaksannya memiliki perangkat dan tata laksana yang memadai untuk mencapai tujuan berdasarkan risk appetite tersebut.  Suatu kebijakan yang memenuhi standar risk appetite bagi stakeholder akan dapat diterima dengan baik, didukung dan bahkan mendapatkan partisipasi aktif dari pemangku kepentingan untuk menjalankannya.

 

Kesimpulan

Kembali menjawab pertanyaan diawal tulisan ini, haruskah iuran kepesertaan TAPERA ini diwajibkan?  Hasil analisis menunjukkan hanya analisis diskriptif 2 yang realisasi dan konsekuensinya telah sesuai dengan metric risk appetite.  Sedangkan analisis descriptive yang lainnya belum sesuai.  Atas pertimbangan ini, keputusan terbaik adalah kebijakan ini dibatalkan atau ditunda sampai dapat dirumuskan dengan detail dan terukur konsep tujuan yang ingin dicapai, target Metric yang dapat diterima, mekanisme dan tata Kelola yang jelas.  Solusinya program ini diperuntukkan bagi peserta yang secara suka rela mengikuti Tapera. Sedangkan penyelenggara yaitu pemerintah melalui BP Tapera memastikan fasilitas, manfaat/benefit, tata Kelola dan transparansi dilakukan dengan baik. Jika ini dapat dijalankan, maka dengan sendirinya akan mendapat apresiasi dari masyarakat dan pemberi kerja serta mendapatkan tingkat penerimaan yang tinggi ketika tiba saatnya program ini diwajibkan.

Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun