Mohon tunggu...
Afif Sholahudin
Afif Sholahudin Mohon Tunggu... Konsultan - Murid dan Guru Kehidupan

See What Everyone Saw, But Did Not Think About What Other People Think

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dakwah Digital Era Milenial: Antara Peluang dan Tantangan

12 Agustus 2021   10:28 Diperbarui: 12 Agustus 2021   10:36 5858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Misalkan, seseorang yang hendak membeli handphone tidak perlu datang lebih awal untuk memilih handphone mana yang akan dia beli. Cukup dengan pencarian di google seseorang sudah mendapatkan informasi terkait handphone yang dia minat. Ketika datang ke toko hanya tingga menanyakan stok, atau mungkin tidak perlu datang ke toko cukup pesan melalui online.

Teknologi adalah sarana, dan yang namanya sarana hanya digunakan untuk membantu terlaksananya tujuan suatu aktifitas. Dakwah hanya dapat dilakukan dengan thoriqoh yang jelas, namun dapat dilakukan dengan uslub yang beragam. Uslub dalam dilakukan selama tidak keluar dari thoriqoh dakwah. Teknologi berperan dalam memudahkan uslub itu tersampaikan, maka ilmu memahami kemajuan teknologi dan perubahan zaman menjadi kebutuhan agar uslub dakwah dapat dijalankan.

Dakwah dan Perubahan

Dakwah secara umum dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan dari kondisi yang tidak islami menuju kondisi yang islami. Secara khusus yakni seruan kepada orang untuk menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah yang munkar disertai aktifitas real terkait perubahan. Oleh karena itu unsur-unsur perubahan dapat dirincikan sebagai berikut:

  • Gambaran kondisi ideal. Kondisi ideal bagi seorang muslim adalah kondisi lingkungan diterapkannya syariat Islam. lingkungan itu diwujudkan oleh masyarakat yang memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama.
  • Memahami kondisi saat ini. Kunci utama melakukan perubahan adalah sadar atas kondisi ketimpangan yang harus dirubah. Terlebih lagi jika kondisi yang terjadi merupakan kerusakan sistemik dan sudah mengakar, kesadaran atas kerusakan yang kelak menjadi dorongan lahirnya perubahan.
  • Memahami cara mengubah kondisi saat ini menjadi kondisi ideal. Para pengemban dakwah harus memiliki metode penerapan atas solusi yang ditawarkan, sehingga menjadi gambaran bagaimana langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk melakukan perubahan.

Secara umum jika membahas tentang dakwah digital, maka tidak lepas dari tiga aspek, ketiganya harus diperhatikan. Ketiga aspek tersebut adalah: Kondisi dunia, Kondisi Umat Islam, dan Hukum Dakwah.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Kondisi dunia haruslah kita bicarakan, karena dakwah kita adalah dakwah di dalam kehidupan dunia, di seluruh negara. Dakwah adalah aktifitas nyata, bukan aktivitas imajinasi yang tidak berpijak pada aktifitas dunia. Oleh karena itu, kita perlu melihat bagaimana kondisi dunia. Selain itu, kita dituntut untuk memahami kondisi umat Islam, karena mereka adalah kita, kita adalah satu dengan mereka umat Islam. Bagaimana cara memandang kondisi umat Islam saat ini, apakah dalam keadaan terpuruk ataukah tidak? Cara pandang seseorang akan menentukan bagaimana sikap orang tersebut menyelesaikan persoalan umat. Lalu, sebagaimana konsekuensi seorang muslim harus melandasi aktifitasnya sesuai hukum syara', maka hukum dakwah adalah informasi wajib yang harus dipahami bagi umat Islam.

Peluang Dakwah

Era perubahan yang instan menuntut aktifitas dakwah yang lebih adaptif dibandingkan sebelumnya. Oleh karena itu, kita harus bisa menyaring peluang dan tantangan sebagai referensi membangun dakwah. Adapun peluang dari era digital ini adalah:

  • Dakwah digital. Semua orang mudah untuk melakukan dakwah, tempat bisa disesuaikan, waktu bisa diatur. Platform digital membuat peserta semakin mudah untuk mengikuti agenda dakwah kita. Cukup hanya berada di depan gadgetnya, mereka sudah bergabung sebagai peserta tanpa harus mengeluarkan bensin setetespun.
  • Keterbukaan informasi menjadikan segala hal dapat diakses oleh semua generasi. Tersedia rekam jejak dakwah digital yang dapat dimanfaatkan di kemudian hari dan menjadi acuan perkembangan ilmu keagamaan yang sudah berkembang.
  • Kemudahan membuat jaringan. Zaman dulu jika ingin membuat gerakan atau organisasi haruslah mempunyai perencanaan yang matang baik secara kualitas maupun kuantitas. Kalaupun dibentuk oleh perorangan hasilnya tidak akan banyak. Sekarang teramat mudah jika ingin membuat komunitas, walau dipelopori oleh seseorang yang bukan tokoh. Tidak heran jika sekarang semakin banyak bermunculan komunitas-komunitas sederhana namun dampaknya bisa berkelanjutan. Seperti komunitas pejuang shubuh, pemuda hijrah, Yuk Ngaji, pecinta kopi, pecinta drakor, dll. Zaman dulu tidak mudah membuat sebuah gerakan, wajar jika yang dikenal hanya nama-nama pergerakan mahasiswa tertentu, jama'ah muslim tertentu, dll.
  • Peningkatan status sosial. Dakwah sejatinya tidak melulu menyampaikan dalil dan nasehat-nasehat agama. Sebab setiap aktifitas yang dijalankan untuk keberlangsungan dakwah insyaAllah dicatat sebagai amal dakwah. Namun kalau flashback ke belakang, mereka yang berhak menyampaikan nasehat agama haruslah ustadz yang dikenal, sesepuh yang punya banyak jama'ah, atau tokoh masyarakat. Sekarang berbeda, remaja pun bisa menjadi pembicara acara kajian bagi remaja lainnya.

Mengapa demikian? Karena mudahnya saat ini membranding diri. Tinggal dituliskan status publik di "bio" akunnya, orang dengan instan mencerna bahwa dia adalah motivator muda, ustadz, inspirator, dll. Jika terkenal hanya dilihat dari follower, saat ini mudah untuk mendapatkan follower banyak dalam hitungan jam. Artinya, peningkatan status sosial seseorang dengan mudah dikondisikan jika dibutuhkan.

Tantangan Dakwah

Berdasarkan peluang dakwah yang diceritakan, maka tantangan yang dapat dijumpai saat berdakwah di era digital adalah:

  • Sarana penunjang internet, mulai dari kuota hingga gadget. Sebuah keharusan di zaman sekarang memiliki gadget dan kuota. Ada banyak aktifitas yang terhubungan dengan jaringan internet, keharusan ini timbul akibat fenomena disrupsi sehingga mematikan usaha-usaha yang tidak mau beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Ditambah Covid-19 yang dampaknya mengubah kebiasaan masyarakat mengelola aktifitas sehari-hari dalam bentuk physical distancing. Transformasi kebiasaan itu pada awalnya tidak diterima oleh masyarakat, namun proses yang tidak instant sehingga segalanya harus dilakukan dengan bantuan digital.

Sekalipun teknologi adalah sarana mempermudah, namun hakikatnya memiliki keterbatasan. Sebagaimana kuota bergantung kepada jaringan, atau device bergantung kepada baterai dan listrik.

Masih saja ditemukan sebab hambatan partisipasi dakwah adalah karena kendala teknis yang dimaksud. Mulai dari ketidakmampuan membeli kuota, kekurangan jaringan, gadget yang lemah secara fitur, dll. Kondisi sosial setiap pengemban dakwah berbeda-beda, maka tantangan teknis yang dihadapi haruslah menjadi salah satu prioritas penyelesaian masalah demi keberlangsungan dakwah kedepan.

  • Kreatifitas. Generasi muda saat ini dikenal sebagai generasi yang cepat bosan. Tidak heran memang yang menjadi daya tarik anak muda adalah hiburan. Namun yang menjadi dilema adalah tingkat persaingan yang semakin ketat dalam menyajikan pemikat dakwah bagi mereka. Kalau zaman dulu, dakwah berbasis digital hanyalah bentuk transformasi kajian umum, talkshow, seminar, dll yang disajikan dalam bentuk video, namun pembawaannya tidak berubah dari acara yang biasanya. Jika dulu dakwah yang ingin disajikan dalam bentuk tulisan, maka hasilnya berupa buku, majalah, koran, dsb. Sekarang penyampaian dakwah telah berubah dalam bentuk yang lebih kreatif. Seminar yang biasa digelar kini berubah menjadi webinar, talkshow yang biasa diadakan kini berubah menjadi podcast, dsb. Di tengah arus perubahan yang cepat, kreatifitas adalah skill penting untuk menunjang konten dakwah yang menarik bagi generasi muda.

Namun kreatifitas itu kadang terhambat pada ketertarikan generasi saat ini. Banyak orang yang meninggalkan sajian televisi karena dianggap monoton, mainstream, dan tidak kekinian. Anak muda saat ini lebih banyak melirik konten seperti vlog, video tutorial, unboxing, review, video komedi, gaming, hingga konten prank. Minat seperti ini tidak harus dijadikan sebagai referensi kreatifitas konten dakwah, namun setidaknya bisa menjadi referensi data target dakwah kaum muda yang hidup di zaman now.

  • Banjir informasi. Kalau belajar dari film "Social Dilemma" menggambarkan bahwa media sosial mampu mengarahkan kesukaan seseorang untuk dibentuk. Apa yang seseorang lihat, apa yang akan dia suka dan yang harus dia benci. Salah satu fenomena besar yang terjadi dikarenakan social media adalah hasil pilpres Amerika Serikat. Maka tidak heran jika internet mampu mengarahkan kemarahan hanya dengan ditampilkannya sekilas kekerasan atau kesukaannya seseorang hanya dengan berita pencitraan.

Banjir informasi ini pun akan mempengaruhi budaya hadlarah yang lahir tidak dari Islam. Segala bentuk hadlarah yang bukan berasal dari Islam maka harus dijauhkan. Sayangnya generasi milenial dan Gen-Z tidak banyak yang memahami perbedaan mendasar tentang hadlarah dan madaniyah. Misalnya, ada backsound lagu yang bagi anak muda terdengar keren, padahal lirik aslinya berbahasa brazil dan makna nya bermuatan hadlarah kufur.

  • Berkurang kepakaran. Sebagaimana generasi instan yang mudah akan akses pengetahuan, termasuk mempelajari Islam hanya dalam hitungan menit. Kalau dulu ingin belajar tentang suatu ilmu harus mempunyai seri bukunya, atau menunggu pembahasan dari ustadznya. Kini hanya tinggal ketik di kolom pencarian, baik teks maupun video dengan mudah disajikan. Tidak perlu ke luar negeri, antar mahasiswa dan dosen bisa bertemu dalam virtual. Budaya menuntut ilmu seperti ini secara tidak langsung menurunkan kualitas seorang pembelajar yang seharusnya belajar membutuhkan waktu yang cukup. Akhirnya banyak fenomena generasi muda yang pagi mengaji sore sudah bisa berfatwa. Guru pun terkadang tidak jelas, karena seolah hanya berguru kepada google dan youtube. Semua seolah paling tahu dan paling benar, padahal dia hanya berlindung di balik pendapat salah satu ustadz. Kalaupun ada bantahan, cara membantahnya pun bukan dengan argumen tapi dengan kirim link pendapat ustadznya. Zaman kini adab seorang murid kepada ustadz/gurunya semakin luntur, padahal Islam menekankan adab sebelum mempelajari ilmu. Perlu usaha memahamkan di mana posisi muqallid dan mujtahid bagi para netizen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun