Mohon tunggu...
AFIF NUR FAUZAN
AFIF NUR FAUZAN Mohon Tunggu... Lainnya - Sebagai seorang pembelajar

Berminat dengan konten di bidang industri, teknologi proses, agama, perbukuan, dan isu-isu yang sedang berkembang saat ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Pendek: The Journey with Al-Quran

17 Januari 2025   20:00 Diperbarui: 15 Januari 2025   14:01 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejenak aku merenung tentang berbagai kisah hidup yang aku lalui hingga berada pada suatu kisah yang tidak pernah terbayang, tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Betapa Allah memberikan petunjuk selangkah demi selangkah dan petunjuk tersebut tidak kusadari telah aku ikuti. Tak terbayang bagiku menjadi salah satu "jundullah" dan hampir seluruh muslim mengharap hal tersebut, tapi mengapa aku yang dipilih? Ketika aku sudah mendapat amanah menjaganya bertahun-tahun, selama itu terus beriringan pula dosa, kemaksiatan, dan kelalaian yang aku lakukan. Kembali aku berpikir, kenapa Allah memilihku?

Bersedihlah aku sepanjang hari, mengapa orang sepertiku mendapat amanah menjaga kalam yang mulia itu? Sebuah kalam dari Rabb pencipta alam semesta yang di dalamnya penuh dengan mukjizat dan memuat semua fakta yang terjadi di penjuru dunia ini serta tak lekang oleh zaman. Terus menerus aku baca kalimat sayyidul istighfar. Akhirnya coba kuingat perjalanan spiritual hingga aku menjaganya setiap waktu.

Di awal aku memang masih sering mengeluh. Hambatan masih sering membuatku merangkak-rangkak untuk melewatinya. Bahkan kapasitasku sebagai seorang hafiz masih sangat diragukan waktu itu. Totalitasku masih pantas untuk dipertanyakan. Aku masih begitu jauh dari kata militan. Bahkan kadang aku merasa tak pantas disebut hafiz di jalan dakwah ini.

Tapi apalagi yang dapat kuberikan selain ini? Apa yang mampu aku perjuangkan untuk membela agama Allah ini? Jangankan berjihad berperang melawan musuh agama-Nya, melawan hawa nafsu aja aku masih terseok-seok. Tapi tak ada jalan lain, AKU HARUS BERTAHAN DI JALAN INI. Setidaknya aku harus mampu memenuhi ikrarku. Dan... Berikut kisahnya:

Who Am I?

Siapa diriku? Aku menyebutnya pemuda yang tertuntun tanpa sadar. Aku adalah seorang anak tunggal dari pasangan bapak bernama Fauzan dan ibu bernama Nur. Keluarga kecil kami tinggal di sebuah dusun di Gunung Merapi yang berjarak 20 km dari pusat kota Jogja. Sejak kecil oleh keluarga aku belum sepenuhnya dibimbing mengenai agama dengan baik. Bagi keluarga, saya bisa menjaga sholat mulai kecil dan bisa mengaji itu sudah cukup, syukur-syukur dapat menambah bidang ilmu agama yang lain.

Sejak kecil aku dan teman-teman sebayaku belajar mengaji di masjid kampung, dimana hal ini rutin dilakukan sejak TK hingga SMP. Meskipun belajar lebih dari 10 tahun, bacaan Al-Quran ku pada waktu itu hanya sebatas dapat membaca lancar tanpa tahu kaidah ilmu tajwid yang benar. Selain itu, aku hanya hafal beberapa surat pendek yang dapat digunakan dalam sholat setiap hari. Kurasa hal itu sudah cukup pada waktu itu.

Suatu waktu ketika aku mengobrol dengan teman pada jam istirahat, dia bercerita bahwa dia memiliki teman yang hafal seluruh isi dari Al-Quran. Seketika mendengar hal itu aku langsung menimpali "Masa, gak mungkin ada orang yang hafal kitab setebal itu. Bagaimana caranya? Kita menghafal buku pelajaran di sekolah yang tipis saja susahnya minta ampun".

Temanku balik menimpali "Yaudah kalau tidak percaya, soalnya aku tahu sendiri. Hmm buat contoh coba deh lihat semangatnya anak-anak di Palestina. Hingga saat ini anak Palestina masih terus menghafal Al-Quran. Padahal seperti yang kita tahu, Palestina lagi terjajah kan saat ini? Malah salah satu syarat menjadi pejuang Hamas untuk melawan Israel adalah menghafal Al-Quran lho. Hamas itu tentara pembela rakyat Palestina. Kalau di Indonesia kayak Tentara Nasional Indonesia (TNI)". Sejak saat itulah aku baru tahu ada orang yang hafal Al-Quran penuh, padahal ustadz di masjid kampung yang lulusan pesantren saja hanya hafal juz amma. Cerita tersebut hanya berlalu begitu saja dalam ingatan dan masih berpegang pada keraguan adanya seorang hafidz/hafidzah.

Mobile Legends Membuka Gerbang Awalku dengan Al-Quran

Aku bersekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang kondisi fasilitasnya cukup lengkap dan pada saat itulah aku mulai mengenal dunia game modern yang bernama mobile legends, game yang saat itu banyak dimainkan oleh anak muda zaman now. Setiap sepulang sekolah aku selalu istikamah bermain mobile legends selama dua hingga tiga jam. Kecanduan pada game ini sering membuatku berbohong pada orang tua agar dijemput sore, padahal jam 1 siang sudah pulang, dengan alasan ada belajar bareng, kegiatan ekstrakurikuler, dan agenda persiapan kompetisi bagi siswa terpilih sebagai perwakilan SMP di olimpiade. Orang tuaku percaya dalam waktu yang lama karena semua alasan yang aku buat selalu berkaitan dengan kegiatan aktivitas sekolah. Hal yang menambah keyakinan orang tua adalah karena aku memang sudah terkenal pintar di sekolah.

Singkat cerita, rahasia ku lama-lama terbongkar dan pastilah aku dimarahi. Meskipun begitu kesalahan yang sama kubuat berulang-ulang. Akibat kecanduan bermain game inilah hingga saat Ujian Nasional (UN) SMP tiba, aku hampir tak pernah belajar karena ku anggap gampang dan lebih mementingkan bermain mobile legends di luar sepengetahuan orang tua. Hal yang buruk pun terjadi, aku tak masuk 10 besar UN di sekolah, prestasiku melorot dan hal ini membuat orang tua kecewa.

Melihat kondisi ku yang lagi down, orang tua langsung mencarikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di luar provinsi dan sekalian mencarikan pesantren agar kecanduan mobile legends dapat berkurang. Hal tersebut cukup membuatku kaget karena tak pernah terlintas di pikiran untuk masuk pesantren, ditambah stigma-stigma negatif bahwa anak yang masuk pesantren adalah anak buangan, anak nakal atau anak yang sudah tidak dicintai oleh keluarga.

Setelah diumumkan diriku diterima di salah satu SMA di daerah Surabaya, bapak langsung mencarikan pesantren yang mudah dijangkau dari sekolah. Qadarullah, secara tidak sengaja bapak memilihkan pesantren penghafal Al-Quran dimana bapak sendiri tidak tahu jenis pesantren tersebut. Asalkan lokasinya dekat dengan sekolah dan pesantren tersebut menerima santri yang bersekolah.

Menemukan Lingkungan yang Baik

Kesan pertama di pesantren ternyata jauh dari stigma yang ada. Teman-teman disana sangat menyenangkan dan aku langsung nyetel dengan mereka. Kegiatan sehari-hari adalah mengaji. Pada awal masuk pesantren, karena aku santri baru, aku setor bacaan Al-Fatihah dan berulang kali salah. Kaidah tajwid yang masih berantakan. Ustadz Hanung selaku pimpinan pesantren sabar untuk membimbingku. Entah Allah telah menurunkan motivasi dalam diriku yang perlahan suka untuk membaca Al-Quran dan bersemangat memperbaiki bacaan.

Suatu ketika setelah pulang dari sekolah di malam hari setelah sholat magrib aku mengambil Al-Quran. Belum kubuka Al-Quran tersebut, aku memperhatikan kakak senior yang sedang murojaah hafalannya. Beliau penuh semangat, tanpa henti melantunkan kalamullah. Aku perhatikan dengan seksama, kagum, dan hidayah Allah pun turun. Aku tertarik dan berpikiran "Kalau mas itu bisa, kenapa aku tidak bisa? Tidak bisa atau tidak mau". Niat awal itu lah yang membuat diriku mulai mencoba menghafalnya (Al-Quran).

Sampai lulus SMA, Alhamdulillah aku bisa setoran sebanyak 10 juz. Diantara kebimbangan dan 'azzam yang kuat tahun terakhir di SMA adalah persiapan mencari perguruan tinggi dan berharap diterima di perguruan tinggi idaman. Tiba saatnya mendaftar jalur SNMPTN yang difasilitasi sekolah, akhirnya kupilih kampus idamanku yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jurusan yang kuinginkan adalah Teknik Elektro. Seiring berjalannya waktu sebelum wisuda sekolah, teman-teman SMA sudah banyak merantau untuk les persiapan SBMPTN sebagai bentuk antisipasi jika SNMPTN tidak lolos. Aku sempat bimbang, karena jika aku ikut les dengan durasi hampir satu bulan, berarti aku meninggalkan pesantren sehingga kesempatanku untuk menghafal menjadi terhambat.

Setelah memohon petunjuk kepada Allah, akhirnya kuputuskan untuk tetap di pesantren sambil terus menambah hafalan serta berdoa agar lolos SNMPTN. Usaha yang cukup beresiko, karena jika tidak lolos SNMPTN, maka untuk SBMPTN akan lebih sulit tanpa les. Tapi keyakinanku menguatkan itu semua. Aku yakin dapat lolos SNMPTN. Detik-detik pengumuman SNMPTN akan dimulai. Dan hasilnya? Alhamdulillah diterima di ITB jurusan Elektro :-D

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun