Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dikotomi Kendali, Sebuah Upaya Mencintai Diri Sendiri

12 Februari 2023   19:57 Diperbarui: 13 Februari 2023   13:07 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Self-hug. Sumber: Sol Flower Wellness
Self-hug. Sumber: Sol Flower Wellness

Sesungguhnya rasa tersebut wajar saja untuk sesekali dirasakan, kok. Apalagi jika rasa insecure justru dijadikan motivasi untuk berubah ke arah yang lebih baik. Namun, rupanya terlalu banyak insecure dapat menimbulkan masalah dan berdampak pada hubungan sosial di kehidupan sehari-hari.

Insecure dapat dikatakan sebagai wujud dari tidak-berusaha-mencintai-diri-sendiri-beserta-takdir. Bagaimana bisa kita merasa tidak beruntung karena orang lain memiliki previllege yang kita idamkan? Bagaimana bisa kita merasa iri sebab postingan orang lain menunjukkan hal yang belum bisa kita dapatkan? Padahal, semua itu tentu di luar kendali kita.

Mengutip dari perkataan seorang filsuf yang masyhur di atas: terdapat beberapa hal yang berada di bawah kendali kita, serta beberapa hal tidak tergantung pada diri kita. Dalam penjabarannya, Epictetus menyebut pemikiran tersebut dengan istilah dikotomi kendali.

Dikotomi Kendali. Sumber: The Stoic Sage
Dikotomi Kendali. Sumber: The Stoic Sage

Sederhananya, konsep dikotomi kendali mengajarkan kita untuk tidak ambil pusing atas segala hal yang berada di luar kuasa kita. 

Contohnya yakni reputasi orang lain, tindakan orang lain, opini orang lain, hingga unggahan mereka di media sosial. Tidak bisa kita kontrol, to?

Di samping itu, peristiwa seperti kecelakaan, cuaca buruk, bencana alam, pandemi, dan hal-hal yang terjadi atas takdir Tuhan juga termasuk dalam golongan yang tidak bisa kita kontrol. Sebab, kita bukanlah Thanos maupun Aang sang Avatar. Hehehe... Canda. Kondisi saat lahir ---termasuk di dalamnya jenis kelamin, warna kulit, dan sebagainya juga bagian darinya.

Atas dasar tersebut, maka untuk apa kita sibuk memikirkannya berlarut-larut? Misal, dalam 3 tahun terakhir kita sering menyalahkan pandemi virus Covid-19 karena menghambat aktivitas dan pekerjaan sehari-hari. Kita begitu sibuk mengeluh dan mencari 'kambing hitam' atas terjadinya pandemi. Selanjutnya, kita justru merasa stres atas hal yang tidak mampu kita atasi sendiri.

Contoh lain, sebelum tidur seringkali kita mengulas beberapa hal yang mengganggu pikiran. Kenapa, ya, tadi si Suranto ngomong kayak gitu? Atau, enak banget, dah, jadi mbak Maudy Ayunda, udah cantik, pinter, kaya raya, dapat suami idaman, aku bisa sampai di titik itu nggak, ya? Lagi-lagi, rasa insecure menggerogoti dan 'membunuh' rasa percaya diri. Rasa tidak bersyukur dan mencintai diri sendiri.

Dikotomi kendali dalam aliran stoisisme menginginkan kita meninggalkan pikiran-pikiran tidak penting tersebut dan mulai fokus terhadap segala sesuatu di bawah kendali kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun