Kehamilan menjadi salah satu momen penting yang dinanti oleh banyak pasangan. Di tengah gempuran kampanye isu child-free dari influencer dalam maupun luar negeri, masih banyak pasangan muda yang tetap menginginkan keturunan. Kehadiran buah hati dianggap sebagai amanah sekaligus anugerah di tengah keluarga.
Dalam merencanakan kehamilan, generasi masa kini telah dibekali akses teknologi informasi yang membuat mereka lebih berpikir kritis daripada generasi sebelumnya. Itulah mengapa orang terdahulu tak 'segan' memiliki banyak anak meskipun kondisi materil dan moril tidak memungkinkan. Sebab, media informasi masih terbatas dan program Keluarga Berencana (KB) belum ada di Indonesia.
Merencanakan kehamilan bukan hanya soal menyiapkan diri sendiri untuk menghadapi morning sickness dan sebagainya, melainkan juga berarti bersiap untuk menghadapi proses melahirkan hingga mengurus bayi. Hal tersebut tidak dapat dilakukan secara instan, butuh pengetahuan, usaha, tenaga, waktu, dan strategi yang tidak sederhana.
Jadi, sejak kapan baiknya pasangan baru mulai mempersiapkan kehamilan yang pertama?
Menyiapkan kehamilan perlu dilakukan sedari calon pasangan sepakat untuk memiliki keturunan. Ingat, ya: harus sepakat, sebab pasangan adalah sepaket (apasih?!).Â
Jangan hanya salah satu pihak saja yang ngebet sehingga membuat pihak lain merasa terpaksa dan tertekan. Tanya calon pasangan masing-masing, apakah ingin memiliki keturunan? Jika iya, berapa jumlah yang disepakati?
Tidak hanya soal pilihan dan jumlah, merencanakan kehamilan juga berkaitan dengan pengasuhan. Oleh sebab itu, diskusikan juga mengenai pola pengasuhan yang ingin diterapkan terlebih jika keduanya memiliki pekerjaan.Â
Meski nantinya akan disesuaikan kondisi tertentu, membicarakan hal tersebut penting sebagai patokan dasar sekaligus mengetahui pandangan calon pasangan mengenai adanya buah hati di tengah mereka.
Di samping bermusyawarah dalam mencapai mufakat, persiapan yang paling mendasar sesungguhnya yakni pada kondisi fisik dan psikis antara istri DAN SUAMI. Ingat (lagi), ya: harus keduanya, sebab bikinnya berdua (wkakakak). Kondisi fisik dan psikis juga semestinya dipersiapkan jauh sebelum menikah agar kualitas keturunan turut terjaga.
Kondisi fisik calon ibu yang prima akan mengoptimalkan proses kehamilan hingga kelahiran. Sedangkan, kondisi fisik calon ayah yang sehat akan memperbaiki kualitas sperma dan sangat berguna ketika istri memiliki kesulitan selama menjalani proses keseluruhan. Bantuan dan dukungan suami sangat penting, sebab perkara mengandung bukan soal istri saja.
Mempersiapkan kondisi fisik keduanya tentu dapat dilakukan dengan cara menjaga pola hidup, memperhatikan gizi seimbang, olahraga dan istirahat yang cukup, serta hal-hal common yang dilakukan dalam menjaga kesehatan tubuh seperti tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, begadang, dan sebagainya.Â
Penjagaan kondisi fisik diharapkan meningkat selama masa kehamilan, seribu hari pertama kelahiran, hingga seterusnya alias seumur hidup. Hehehe...
Bagi calon ibu, penting untuk mencatat siklus menstruasi untuk mengetahui kesehatan sistem reproduksi sekaligus masa subur sebagai peluang kehamilan. Jika siklus menstruasi tidak teratur, terdapat nyeri berlebihan, atau gejala lain yang membuat tidak nyaman, segera periksakan pada dokter untuk segera mendapat penanganan. Pun bagi calon ayah, penting untuk memeriksakan kesuburan sebelum menikah agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.
Dalam mempersiapkan kondisi psikis atau mental ---yang lagi-lagi harus dilakukan bersama, sebab bersama kita bisa! Juga tak kalah penting. Sebab, jika tidak dipersiapkan dapat berisiko terhadap trauma, post-partum depression, baby blues, dan hambatan psikis lainnya yang dapat menyerang ibu setelah melahirkan.Â
Mempersiapkan kondisi psikis dapat dilakukan dengan cara menjaga kestabilan emosi, memperbanyak ibadah dan rasa syukur, relaksasi, maupun mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya. Kalau kata bidan Yessie, founder BidanKita:Â knowledge is power!
Bekali diri masing-masing mengenai proses kehamilan dan kelahiran agar tidak shock ketika hal yang tidak diinginkan terjadi. hal tersebut banyak terjadi pada ibu baru yang berakhir trauma karena harus operasi sesar mendadak, keguguran, maupun kehilangan buah hati beberapa jam setelah kelahiran.Â
Kondisi ibu saat melahirkan ibarat critical eleven di pesawat, berisiko tinggi terhadap kondisi janin. Membekali diri dengan pengetahuan akan membuat kita lebih tenang sekaligus mawas diri.
The last but not least, persiapan kehamilan juga sebaiknya dilakukan melalui jalur langit. Perbanyak ibadah dan berdoa kepada Tuhan agar dikaruniai keturunan yang sehat, ceria, cerdas, dan dapat ber-tumbuh-kembang dengan baik. Jangan lupa memohon doa pada orang tua maupun orang terkasih di sekitar kita. Sebab, Tuhan senantiasa menakdirkan segala sesuatu seperti prasangka hamba-Nya.
Persiapan matang jauh sebelum kehamilan akan sangat memungkinkan untuk menjaga kualitas generasi selanjutnya. Dilansir dari Kompas, Anung Sugihantoro selaku Dirjen Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan mengucapkan bahwa 80% pembentukan otak anak ditentukan sejak seribu hari pertama kehamilan termasuk perkembangan janin di dalam kandungan. Persiapan kehamilan sedini mungkin juga diyakini dapat menekan angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi di Indonesia.
Akhir kata, kehamilan yang dipersiapkan dengan baik tidak akan mengkhianati hasil selama Tuhan tak merencakan hal indah lainnya. ketika masa kehamilan tiba, persiapan di atas bukan berarti telah usai dan ditinggalkan.Â
Justru calon ibu dan ayah semestinya lebih getol lagi melakukan persiapan hingga waktu kelahiran tiba. Tata niat, tata rencana, dan tata eksekusi bersama pasangan. Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H