Pertanyaan di atas muncul ketika saya sedang bertemu kerabat yang telah memiliki anak dan tetiba mengeluh karenanya. Sebut saja Zainuddin, anak dari kerabat saya, seringkali menolak untuk mencoba makanan yang tidak biasa ia temui sehari-hari. Pun ketika bermain, Zainuddin sering terlihat ragu untuk mengotak-atik mainan tertentu.
Hal tersebut semakin kentara saat Zainuddin lebih memilih untuk menjauhi teman sebayanya yang sedang asyik bermain dan justru hanya mengamati mereka dari kejauhan. Ibu dari Zainuddin merasa anaknya terlalu banyak pertimbangan dan takut keluar dari zona nyamannya. Perilaku yang demikian mengesankan Zainuddin sebagai anak yang tertutup dan pemalu.
Belum lagi, Zainuddin juga sering berkata, “I can’t do that, Mommy” atau “I don’t know how to do it” bahkan sebelum ia mencobanya. Berdasarkan keterangan dari Ibunya, Zainuddin kerap menolak hingga berteriak, lari, sembunyi, hingga menangis tersedu-sedu. Apakah hal tersebut dapat dianggap wajar? Apa yang sebenarnya terjadi pada Zainuddin?
***
Salah satu karakteristik individu pada tahapan usia kanak-kanak yakni memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (curiousity). Karakteristik tersebut sangat penting bagi perkembangan, sebab berkaitan dengan rasa percaya diri, keberanian, sekaligus memperluas pengetahuan dan pengalaman anak. Rasa ingin tahu yang tinggi menandakan anak memiliki keinginan untuk belajar.
Dalam proses belajar, setiap anak tentu akan melewati momen “first time” dalam kehidupannya. Pertamakali mencicipi makanan baru, berkunjung ke tempat asing, melepas baju sendiri, dan berbagai momen lainnya. Namun, tak jarang pula anak merasa takut, ragu, khawatir, dan menolak untuk mencoba hal baru tersebut.
Rasa takut memanglah respons khas terhadap suatu tantangan baru bagi anak. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal tersebut bisa berakibat pada mental mereka. Bisa jadi, mereka lebih memilih zona nyaman dan menghindari segala risiko yang nantinya akan mengarah pada peluang yang terlewatkan, pikiran negatif kepada banyak hal, dan meragukan kemampuan diri sendiri.
Penyebab dan Solusi
Dilansir dari Dream, seorang pakar pengasuhan anak bernama Claire Lerner mengungkapkan bahwa anak cenderung memiliki analisis yang detil dan pemikiran yang mendalam terhadap lingkungan sekitarnya. Hal tersebut mengarah pada perilaku positif sekaligus memicu mereka untuk lebih rentan terhadap rasa takut dan cemas.
“Akibatnya, mereka akan berpegang teguh pada zona nyaman dan menolak hal baru dalam hidupnya” lanjut Lerner.