Tidak hanya menghimpun uang, rupanya fenomena peminta-minta virtual ini juga tak jarang ditujukan untuk mendapatkan atensi semata. Banyak kreator yang sengaja melakukan hal-hal nekat, konyol, bin kontroversial demi meraih perhatian masyarakat.
Contohnya seperti video prank, video tak senonoh yang sengaja disebar agar viral, pemberian judul dan cover video gimmick yang menuai rasa penasaran, serta masih banyak lagi. Na’asnya, masih banyak masyarakat yang tertarik dan justru menikmati adanya konten-konten tersebut.
Lantas, mengapa konten meminta-minta virtual kini menjadi tren di Indonesia?
Berdasarkan reportase Republika, menurut seorang sosiolog dari Universitas Airlangga bernama Tuti Budi Rahayu, peminta-minta virtual ini memang sengaja membuat konten tersebut untuk menarik rasa iba dari warganet agar tergerak hatinya untuk menyumbang.
Masyarakat Indonesia memang kebanyakan memiliki rasa kepedulian yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan eksperimen sosial yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Brawijaya.Â
Dikutip dari Kompas, Drajat Tri Kartono selaku sosiolog dari Surakarta mengatakan bahwa kedermawanan orang Indonesia memang nomor satu di dunia.
Atas dasar tersebut, banyak oknum yang memanfaatkannya untuk meminta sumbangan atau bahkan melakukan penipuan donasi. Kesadaran akan peluang untuk mendapatkan simpati, atensi, dan uang membuat mereka seakan tidak punya pilihan lain.
Konten meminta-minta yang demikian rasanya tak akan pernah bisa menyelesaikan kompleksitas masalah kemiskinan di Indonesia. Sebab, sumbangan dari warganet bisa saja jatuh ke tangan yang salah. Apalagi, orang yang tetiba mendapatkan banyak uang akan cenderung menghabiskannya pada hal-hal konsumtif.
Oleh sebab itu, akan lebih bijak jika warganet yang budiman menyikapi hal tersebut dengan tidak sembarangan memberikan gift demi meraih kepuasan batin sesaat. Sadari bahwa konten mereka bukanlah hiburan, masih banyak konten bermanfaat dan menghibur yang dapat dipilih di media sosial.
Sumbangan berupa uang atau barang rasanya akan lebih tepat sasaran bila disalurkan pada lembaga amil zakat, organisasi sosial, atau orang-orang terdekat yang jelas lebih membutuhkan. Sebab, jika pembuat konten meminta-minta virtual tersebut senantiasa diberi bantuan, khawatir mereka justru akan semakin semangat membuat konten tak bermanfaat lainnya.
Kemungkinan yang lebih buruk lagi, akan lebih banyak orang yang ‘terinspirasi’ dari konten tersebut sehingga nekat membuat hal yang sama. Bisa jadi mereka merasa bahwa meminta-minta melalui media sosial jauh lebih mudah dibandingkan mencari kerja di dunia nyata.