Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Salah Kaprah Konsep "Reward and Punishment" dalam Pengasuhan

26 Desember 2022   20:17 Diperbarui: 27 Desember 2022   01:01 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua memberikan reward untuk anaknya. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Alkisah, terdapat 2 sahabat bernama Dodi dan Messo yang sama-sama berusia 10 tahun. Di suatu waktu, orangtua mereka masing-masing sengaja mencoba memberi perlakuan berbeda kepada keduanya untuk mencari tahu mana yang lebih efektif dalam menanamkan disiplin sholat 5 waktu. Mengingat mereka sudah bukan anak usia dini yang harus selalu diiming-imingi hadiah dan usianya sudah on-going remaja, maka orangtua mereka memutuskan untuk mencoba "eksperimen" ini secara singkat saja. Hanya 2 minggu.

Dalam seminggu pertama, Dodi selalu diberi afirmasi bahwa jika ia berhasil melaksanakan sholat 5 waktu penuh secara berturut-turut selama seminggu, maka ia akan diberi hadiah berupa game console kesukaannya. Sebaliknya, orangtua Messo tidak menjanjikan apapun, hanya diberi tauladan sholat 5 waktu dan pengetahuan bahwa sholat merupakan kewajiban bagi setiap Muslim/ah.

Seminggu berlalu, keduanya berhasil melaksanakan instruksi tersebut dengan baik. akhirnya, Dodi mendapat game console sesuai kesepakatan dan tetiba orangtua Messo memberikan kejutan menyenangkan yang sudah lama diinginkannya. 

2 minggu setelahnya, masing-masing dari orangtua mereka tidak memberikan "pancingan" berupa hadiah. Pada akhirnya, Dodi mulai bermalas-malasan untuk sholat karena tidak adanya motivasi untuk mempertahankan perilaku tersebut (mendapatkan mainan). Sedangkan, Messo tidak menampakkan penurunan perilaku karena motif awal mereka berdua sudah jelas berbeda.

Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah pemberian reward merupakan sesuatu yang bernilai positif?

Reward and punishment (penghargaan dan hukuman) merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan dalam dunia pendidikan maupun pengasuhan. Penghargaan selalu dikaitkan dengan hasil dari perilaku yang bersifat positif, sedangkan hukuman senantiasa memiliki hubungan dengan kemunculan perilaku yang sifatnya negatif. 

Selama ini, guru maupun orangtua seringkali menggunakan konsep tersebut untuk membentuk disiplin anak. Namun, apakah hal tersebut sudah tepat untuk membentuk konsistensi mereka?

Teori Behaviorisme Skinner dan Reinforcement (penguatan)

Skinner lebih suka menyebut konsep penghargaan dan hukuman sebagai reinforcement (penguatan). Penguatan berfungsi untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan menurunkan ---atau bahkan menghilangkan perilaku yang tidak dikehendaki. 

Skinner sendiri merupakan seorang psikolog dari Amerika Serikat yang terkenal dengan aliran behaviorisme-nya dalam teori pembelajaran. Skinner mengemukakan bahwa belajar ---baik secara teoritis maupun praktis merupakan fungsi perubahan perilaku yang didasarkan atas adanya stimulus dan respon.

Pitchard (2008) dalam bukunya Ways of Learning menjelaskan bahwa pendekatan positif sangat penting untuk pembelajaran yang melibatkan pemahaman esensi dari penghargaan dan hukuman sebagai penguatan perilaku. Adapun arah dari penguatan perilaku yang dimaksud Skinner adalah penguatan stimulus yang dilakukan secara berulang agar dapat memperkuat respon yang diinginkan. Skinner membuktikan teori tersebut melalui percobaannya yang dinamakan dengan Skinner Box.

Sumber: Parenting for Brain
Sumber: Parenting for Brain

Kembali pada cerita di atas, apa yang dilakukan oleh orangtua Dodi merupakan penerapan reward and punishment yang dilakukan tanpa adanya penguatan. Sehingga ketika hadiah berupa game console tersebut sudah tidak ada lagi di masa mendatang, Dodi merasa kehilangan "motivasi" untuk melaksanakan sholat 5 waktu secara penuh. Pada kasus Dodi, kesan orientasi yang diberikan oleh orangtuanya adalah melakukan hal baik akan selalu mendapatkan ganjaran yang diinginkan.

Berbeda dengan Messo, ia diarahkan untuk terbiasa melakukan sesuatu yang positif dan sesekali diberikan respon yang positif. Sehingga, orientasi Messo bukan lagi pada tahap "saya akan sholat agar mendapat hadiah dari Mama" akan tetapi ia merasa bahwa sholat memang semestinya dilakukan 5 waktu secara penuh. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan dari Skinner: consequence of behavior determines the repetition of behavior (akibat dari sebuah perilaku menentukan pengulangan dari perilaku tersebut).

Penerapan Reinforcement dalam Kehidupan Sehari-hari

Barangkali, kita semua pernah melakukan penguatan perilaku baik secara sadar maupun tidak disadari.  Penguatan perilaku tidak hanya dapat dilakukan oleh orangtua kepada anak, guru kepada siswa, atau atasan kepada bawahan. Penguatan perilaku sangat dapat kita kontrol untuk diri sendiri. Contoh kecil dari penerapannya yakni dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini:

Sumber: Channel Youtube
Sumber: Channel Youtube "Read is Best"

Positive reinforcement, yakni menambahkan sesuatu yang disukai untuk meningkatkan perilaku. "Jika saya berhasil fokus dalam belajar, maka saya boleh memakan cokelat favorit"

Negative reinforcement, yaitu mengambil/menarik sesuatu yang tidak disukai. "Jika saya berhasil fokus dalam belajar, maka saya boleh tidak membersihkan rumah selama satu hari"

Positive punishment, yakni menambahkan hal-hal yang tidak disukai untuk menurunkan perilaku. "Jika saya tidak berhasil fokus belajar dan justru scroll media sosial, maka saya harus membersihkan rumah selama satu hari"

Negative punishment, yaitu mengambil/menarik sesuatu yang disukai. "Jika saya tidak berhasil fokus belajar dan justru scroll media sosial, maka saya tidak boleh memakan cokelat favorit"

Adapun secara sederhana, alur yang dapat dilakukan dalam membentuk perilaku anak sebagai berikut: (1) Identifikasi apa yang dapat dilakukan anak berdasarkan pertumbuhan dan perkembangannya; (2) Identifikasi perilaku apa yang ingin dibentuk; (3) Identifikasi penguat yang potensial pada lingkungan sekitar anak ---sebab pembelajaran akan selalu bersinggungan dengan lingkungan terdekat; (4) Atur perilaku yang ingin dibentuk menjadi langkah-langkah kecil untuk dikuasai secara berurutan; (5) Perkuat setiap pendekatan secara berturut-turut hingga mencapai perilaku yang diinginkan.

Akhir kata, reward and punishment bukanlah suatu hal yang buruk. Keduanya memiliki andil dalam memotivasi proses belajar anak untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang dikehendaki. Akan tetapi, kedua hal tersebut tidak serta merta dilakukan secara terus menerus dan ditentukan jenisnya secara asal-asalan. Perlu adanya penguatan untuk meningkatkan dan/atau membiasakan perilaku positif serta menurunkan dan/atau menghilangkan perilaku negatif pada anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun