Meracik tayangan TV jadi konten media sosial bisa dibilang salah satu spesialisasi, saya sebagai praktisi media penyiaran dan media online.Â
Masih ingat Dodit, stand up comedian yang namanya melejit di ajang pencarian bakat inisiasi Kompas TV tahun 2014 lalu?Â
Video penampilannya pecah di Youtube. Namanya melambung di media sosial lengkap dengan video-video khusus penampilan Dodit di "Stand Up Comedy Indonesia" musim ke-4 (SUCI 4) dari tayangan Kompas TV.Â
Ini satu contoh sukses keberhasilan tayangan TV yang disebarkan kembali di media sosial. Pada masa itu, saya mengepalai tim digital Kompas TV untuk meracik tayangan memperoleh khalayak tambahan di ranah online. Bagaimana formulanya?
Setelah hampir satu dekade kesuksesan video Dodit dari SUCI 4 beredar di media sosial, saat ini hampir semua stasiun TV melakukan hal yang sama.Â
Semua bentuk tayangan mulai dari berita, talk show, musik, hingga sinetron diracik untuk disebarkan kembali ke media sosial sehingga tersirkulasi di internet. Racikan seperti apa yang sebenarnya dimaksud?
Program TV umumnya berdurasi panjang. Paling sedikit berdurasi 30 menit termasuk iklan. Durasi bersih tanpa iklan tayangan 30 menit televisi berkisar antara 21 hingga 24 menit.Â
Untuk konsumsi media sosial, durasi tayangan paling pendek di televisi bisa dibilang sangat panjang.Â
Di sini kita akan membahas beberapa teknik mendasar dalam membahas satuan konsep tayangan TV hingga unsur terkecil.
Konsep Mendasar Meracik Tayangan TV ke Media Sosial
Kita perlu pahami konsep yang disebut "redistribution" dan "repackaging" terkait tayangan TV ke media sosial.Â
Jika satu tayangan penuh program TV diunggah ke media sosial, misalnya ke Youtube, maka kita sebut hal itu sebagai "redistribution" atau mendistribusikan kembali tayangan TV ke media sosial. Sementara "repackaging" berarti meracik ulang tayangan TV untuk disebarluaskan ke media sosial.Â
Secara umum kegiatan "repackaging" dilakukan dengan memotong bagian-bagian pada tayangan TV menjadi konten baru. Hal ini bisa dilakukan cukup dengan mengidentifikasi unsur menarik dari sebuah tayangan tanpa menambahkan unsur lain.Â
Namun bisa juga "repackaging" dilakukan secara lebih kompleks ketimbang hanya memotong. Contoh paling sederhana adalah memotong dan menggabungkan bagian-bagian dari satu tayangan.Â
Misalnya, jika kita bicara sinetron, maka kita bisa ambil "kumpulan adegan romantis" dari sebuah sinetron yang diambil dari beberapa episode penayangan lalu digabungkan menjadi satu konten baru.Â
Dalam bahasan ini kita akan fokus pada langkah-langkah dasar melakukan "repackaging" dengan mengidentifikasi unsur-unsur pada program televisi.
Pertama, kita kenali dulu beberapa ragam program TV. Secara umum terbagi menjadi dua yaitu hiburan dan informasi.Â
Program hiburan akan terbagi lagi menjadi drama, musik, variety show, reality show, dan kuis. Sementara untuk program informasi. Jenis ini terbagi dalam program berita, Infotainment, talk show, dan beberapa ragam lainnya.
Selanjutnya, dari berbagai program itu, kita akan pilih beberapa ragam untuk mengidentifikasi unsur-unsurnya. Di sini kita akan coba lihat unsur-unsur dari program drama, termasuk di dalamnya sinetron serta program musik dan variety show.
Pada program drama, unsur-unsur pembentuknya terdiri dari "shot" sebagai unsur terkecil dan "scene" sebagai kumpulan dari beberapa "shot".Â
Jika kita ambil contoh "shot" yang cukup populer digunakan dalam sinetron bercerita konflik percintaan dan rumah tangga, bayangkan adegan di mana salah satu tokoh utamanya marah atau kaget.Â
Seringkali kita temukan wajah tokoh itu disorot dengan mata melotot diiringi musik tegang, "jeng, jeng, jeng..." Ini contoh "shot" paling mudah unutk dikenali.Â
Pada dasarnya "shot" merekam adegan hingga menjadi rangkaian adegan. Satu "shot", sebagai unsur terkecil dari program drama atau sinetron, bisa dijadikan konten untuk media sosial.Â
Unsur berikutnya adalah "scene" sebagai kumpulan beberapa "shot" dalam program drama. Cara paling mudah mengenali "scene" adalah terjadinya satu adegan di lokasi tertentu.Â
Misalnya adegan pertengkaran di satu ruangan. Kembali kepada contoh "shot" di mana tokoh utama kaget atau marah mendengar satu berita, tentunya ada adegan lain yang mendahului. Seperti kabar bahwa suaminya kawin lagi atau anaknya diculik oleh mantan suami.Â
Biasanya kabar ini disampaikan oleh ibu, kakak, atau asisten rumah tangga. Katakanlah, rangkaian adegan ini terjadi di ruang tamu.Â
Setelah kabar diberikan, pemeran utama kaget, lalu dilanjutkan dengan adegan pingsan, hingga asisten rumah tangga yang berteriak memanggil orang-orang rumah lalu semua datang ke ruang tamu.Â
Rangkaian adegan tadi disebut dengan "scene". Seperti "shot", tentunya "scene" dalam program drama bisa jadi satu konten untuk disebarkan kembali di media sosial.Â
Lalu pada program musik atau variety show, unsur-unsurnya terbentuk dari "sequence" dan "segment".Â
Sequence dari bahasa Inggris diartikan sebagai "urutan" pada bahasa Indonesia.Â
Dalam program TV ini berarti urutan tampilan. Sebagai contoh, program TV umumnya dimulai dengan grafis pembuka menandakan judul acara berdurasi sekitar 30 detik. Ini merupakan "sequence" yang pertama sebagai pembuka acara.Â
Kemudian dalam acara musik atau variety show, lazimnya diawali oleh pembawa acara tentang siapa saja yang menjadi penampil dalam acara. Ini disebut sebagai "sequence" kedua.Â
Kemudian, pembawa acara akan menyajikan penampil pertama, berupa pertunjukan sebuah lagu di panggung acara. Ini jadi "sequence" berikutnya. Memang, unsur "sequence" ini bentuknya beragam.Â
Masing-masing "sequence" bisa dijadikan konten tersendiri untuk disebarkan ke media sosial. Dalam program musik, "sequence" pertunjukan lagu merupakan unsur utama.Â
Begitu juga dalam variety show, pertunjukan tidak hanya terbatas pada lagu, namun bisa lebih variatif kepada pertunjukan sulap, lawak, dan sebagainya. "Sequence" lagu, lawak, atau sulap tentunya menarik untuk jadi satu konten tersendiri di media sosial.Â
Rangkaian dari "sequence" membentuk satu "segment" pada program TV. Berakhirnya satu "segment" ditandai dengan tayangan iklan.Â
Jika digabungkan contoh pada program musik tadi, di mana program diawali dengan grafis pembuka, pembawa acara, pertunjukan lagu, dan kemudian setelah selesai pertunjukan terjadi percakapan antara pembawa aara dan penyanyi lagu, lalu diteruskan dengan jeda iklan, rangkaian ini menjadi satu "segment". Kita bisa merilis satu "segment" sebagai konten di media sosial.
Kedua contoh tadi hanya pengenalan dasar untuk mengidentifikasi unsur-unsur pada tayangan TV menjadi konten media sosial dengan mudah. Tentunya masih ada hal-hal yang bisa didalami.Â
Sebagai contoh, ketika terjadi interaksi antara penampil dengan pembawa acara di satu "sequence", bisa jadi ada rangkaian obrolan khusus yang menarik disebarkan sebagai konten ke media sosial. Misalnya, pernyataan bahwa dirinya bergabung dengan "BlackPink", group musik asal Korea. Hal ini juga berlaku pada ragam program lainnya.Â
Pada intinya dalam meracik tayangan TV menjadi konten media sosial, kita perlu kenali dulu unsur-unsur tayangan untuk kemudian dieksplorasi lebih jauh mengenai bagian mana yang bisa dicacah dan disebarkan kembali sebagai konten baru di media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H