Dengan kata lain kelangsungan sebuah konten di TV tidak bergantung kepada satu orang saja. Sudah dibentuk sistematika kerja pada setiap program yang ditayangkan. Jika ada satu atau sebagian yang berhalangan, maka pengerjaan produksi konten tayangan bisa ditangani oleh tim lainnya. Inilah yang menjadi pembeda dengan kreator konten amatir di media sosial.
Para kreator video yang dikenal sebagai youtuber atau vlogger mungkin bisa menghasilkan tayangan audio visual yang ditonton banyak orang di media online. Namun tidak semua kreator konten ini profesional. Belum lagi sistem kerja penggarapan konten yang bergantung kepada satu atau dua orang saja. Akhirnya, bukan saja isi konten tidak dapat dipertanggungjawabkan, namun keberlangsungan konten belum tentu bisa dipertahankan.
Jika ada yang menyebut beredarnya konten prank sebagai kecendrungan negatif, tentunya perlu dilihat lagi bagaimana cara konten itu dikemas. Seperti konten prank di televisi yang sudah ada sejak lama, pengemasan yang baik bisa mengantarkan tayangan jenis ini menjadi sajian menghibur tanpa merugikan pihak mana pun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI