Untuk menjawabnya, kita bisa melihat bagaimana kualitas kreator konten memegang peran penting dalam mengemas tayangan. Kreator tayangan televisi harus memiliki latar belakang sebagai seorang profesional. Produser merupakan nama bagi profesi kreator di televisi.Â
Sebagai satu bentuk media massa, penyelenggara televisi juga menerapkan kaidah-kaidah yang ketat bagi konten yang ditayankangkan. Ini berkaitan dengan adanya regulasi dari pembuat kebijakan di negara setempat baik dari pemerintah maupun lembaga independen.
Kita mengenal Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI sebagai regulator siaran radio dan televisi di negeri ini. Lembaga ini membuat pedoman penyelenggaraan siaran. Ada panduan dan batasan-batasan bagi konten yang ditayangkan oleh penyelenggara siaran. Di Indonesia, pedoman dan batasan ini dituliskan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan oleh KPI.
Bagi orang awam, adanya aturan tampak membosankan. Apalagi jika bicara konsep kreatif yang melandasi karya audio visual atau tayangan di televisi. Munculnya media internet menjadi alternatif bagi kreator yang merasa enggan karyanya dibatasi.
Namun ternyata konsep kreatif tanpa panduan dan batasan-batasan bisa jadi merugikan. Â Munculnya media sosial memungkinkan semua orang membuat konten dan menyebarkannya langsung ke khalayak luas. Pembuat konten amatir tanpa bekal pengetahuan mengenai batasan konten yang baik dan buruk muncul ke permukaan.Â
Kreator konten prank termasuk di antaranya. Para kreator pun jadi korban karena ketidaktahuannya dalam mengemas konten yang bertanggung jawab seperti beberapa nama kreator konten prank yang dipolisikan hingga dipenjarakan.
Padahal dengan pengetahuan yang baik, konten prank bisa dikemas menjadi suguhan yang aman. Jenis konten ini tidak selalu mencerminkan hal negatif. Semua bergantung kepada cara mengemasnya. Di sini para kreator amatir perlu belajar dari tayangan di televisi.
"Candid Camera" bukan satu-satunya tayangan televisi dengan konsep menjahili. Dari masa ke masa, ada banyak tayangan berbentuk ide kreatif seperti konten prank di seluruh dunia. Di televisi konten menjahili orang ini tidak dikenal dengan istilah "prank". Jenis tayangan ini masuk ke dalam ragam "reality show".
Dalam sejarah TV di Indonesia, salah satu reality show dengan konsep "prank" cukup sukses di masa lalu adalah program berjudul "Spontan" yang tayang di SCTV sejak tahun 1996 hingga 2003. Tayangan prank yang dibungkus dalam bentuk komedi ini bertahan hingga 12 tahun.
Kenapa konten prank di TV bisa sukses dan terhindar dari kesan negatif? Ini kembali ke para pekerja profesional. Tayangan di televisi tidak hanya dikerjakan oleh satu orang. Produser memiliki satu tim spesialis mulai dari penulis naskah, penata kamera, penata audio, editor, penata anggaran, dan sederet profesional lainnya di balik satu produksi program TV.
Belum lagi tim produser ini dibuat bergantian dalam menangani satu program. Umumnya untuk menangani satu program di stasiun TV ditugaskan setidaknya 2 tim produser sehingga bisa bergantian. Dari sini tercipta sistematika kerja profesional dalam pembuatan program TV.