Mohon tunggu...
A Afgiansyah
A Afgiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Digital communication specialist

Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

KKN di Desa Penari Saingi Doctor Strange, Mampukah Siaran TV Saingi Netflix

23 Mei 2022   18:39 Diperbarui: 23 Mei 2022   18:48 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu poster digital di media sosial beritakan "Doctor Strange kalah pamor dari KKN di Desa Penari". Sumber: Instagram.com/@Mediawaveid

Di sini TV mulai terlihat "bersaing" dengan Netflix dari segi "original production" sebagai penanda keunikan. Lalu bagaimana dengan kualitas? Kembali kepada keberhasilan film "KKN di Desa Penari" menyaingi film "Doctor Strange 2". Secara teknik produksi, tentunya film produksi studio Marvel itu kualitasnya tidak bisa disamakan dengan film KKN Desa Penari. 

Ini tentunya terkait juga dengan anggaran. Mengutip dari IMDB, produksi "Doctor Strange 2" diperkirakan menelan biaya 200 juta dolar AS atau setara 2,9 triliun rupiah. Sementara "KKN di Desa Penari" menurut produser Manoj Punjabi memakan budget produksi sebesar 15 miliar rupiah. Artinya, biaya "KKN di Desa Penari" hanya sekitar 0,5% budget "Doctor Strange 2".

Bagaimana dengan budget siaran televisi dibandingkan Netflix? Kagan Media Research memperkirakan sepanjang 2021 Netflix mengeluarkan 13,6 miliar dolar AS atau setara 200 triliun rupiah untuk total konten di platform OTT itu. Sekitar 38% dari anggaran itu atau setara 5,21 miliar dolar AS dihabiskan buat "original production". 

Sementara anggaran konten untuk siaran TV di Indonesia memang belum ada angka pasti. Namun berdasarkan pengalaman Saya pribadi bekerja di industri televisi, perkiraan anggaran stasiun TV papan atas yang bertengger di posisi 5 besar ada pada kisaran 1 triliun rupiah selama satu tahun. Ini berarti anggaran tahunan TV hanya sekitar 0,5% budget tahunan Netflix untuk biaya konten.

Namun ternyata perbedaan kualitas produksi bukan menjadi penentu keberhasilan tayangan. Bagaimana membaca kecendrungan penonton jadi krusial ketika bicara konsumsi konten. Ini tampak pada keberhasilan film "KKN di Desa Penari". 

Walaupun anggarannya kurang dari 1% dari biaya film "Doctor Strange 2", film produksi lokal ini mampu bersaing dalam memenuhi minat khalayak di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Bisa dikatakan, produser film lokal memiliki kedekatan dengan. Ada istilah "relate sama penonton," di mana konten-konten yang dibuat oleh produser lokal "nyambung " dengan khalayaknya. Mereka lebih mengerti cara pikir dan minat orang-orang lokal.

Konten lokal jadi modal buat stasiun TV di Indonesia menyaingi konten-konten Netflix. Memang, Netflix saat ini sudah memasukkan cukup banyak konten dari Indonesia. Sejak tahun 2020, Netflix memulai kerjasama "original production" dengan rumah produksi serta sineas Indonesia di antaranya Starvision dan Nia Dinata. 

Sederet film Indonesia "Netflix original production" pun sudah tersedia di OTT Platform ini seperti "Ali dan Ratu-ratu Queens", "Bucin", dan "Guru-guru Gokil". Namun jumlah ini masih terbilang sedikit jika dibandingkan dengan konten-konten produksi lokal di televisi. Belum lagi bicara ragam jenis konten.

 Mengacu pada Komis Penyiaran Indonesia (KPI) terkait indeks kualitas siaran televisi, ada 8 kategori konten tayangan TV antara lain program anak, religi, berita, talk show, wisata dan budaya, variety show, infotainment, dan sinetron. 

Menyebut KPI, mari kita beranjak kepada regulasi. Jika siaran televisi diawasi oleh KPI lengkap dengan pedoman konten siaran yang layak ditayangkan, maka belum ada regulasi di Indonesia yang mengatur Netflix. 

Saat ini platform OTT asal Amerika Serikat itu masih bebas merilis konten apa saja, bahkan jika bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Konten muatan pornografi, adegan seks dan kekerasan, serta tema-tema LGBT (homoseksual dan transgender) masih mewarnai konten-konten di Netflix.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun