Konektivitas digital telah menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Negara kepulauan ini, dengan populasi yang besar dan tersebar luas, menghadapi sejumlah tantangan unik dalam memastikan konektivitas digital yang merata dan berkualitas. Dalam konteks ini, ada beberapa tantangan utama yang perlu diatasi agar Indonesia dapat mengoptimalkan potensi konektivitas digitalnya.
Salah satu tantangan utama adalah aksesibilitas. Meskipun penetrasi internet telah meningkat secara signifikan, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih sangat sulit dijangkau oleh jaringan internet. Ini terutama terjadi di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) dan pulau-pulau terpencil. Kesenjangan infrastruktur digital menyebabkan ketidaksetaraan akses internet, yang membatasi kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam ekonomi digital dan mengakses layanan-layanan digital lainnya seperti layanan pemerintahan, layanan kesehatan, Pendidikan, dan lainnya.
Pada bagian-2 telah dibahas tentang Transformasi Digital dan Integrasi Teknologi Digital di Indonesia. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat secara umum mulai menyadari pentingnya adaptasi terhadap perubahan ini. Integrasi teknologi digital menjadi kunci dalam memajukan berbagai sektor di Indonesia.
Tantangan Infrastruktur Digital
Infrastruktur digital merupakan rangkaian fisik dan virtual yang meliputi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), serta jaringan komunikasi yang mendukung penyimpanan, pemrosesan, dan pertukaran data secara digital. Secara umum, infrastruktur digital bertujuan untuk mendukung konektivitas dan memfasilitasi pertukaran data di dalam suatu sistem atau antara berbagai sistem.
Infrastruktur digital disetiap negara direncanakan berbeda-beda sesuai dengan keadaan geografis dari negara tersebut, dan di Indonesia dapat ditinjau dari:
Lokasi Geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia dengan terletak pada garis Katulistiwa. Indonesia adalah satu-satunya negara terpanjang di garis katulistiwa atau sekitar 8.000 km dengan lebar sekitar 4.000 km
Kondisi Geografis
Kondisi geografis yang unik dengan gunung api aktif terbanyak didunia didarat maupun didalam laut, didaerah Ring-Of-Fire dengan pertemuan beberapa lempeng tektonik dengan resiko gempa bumi yang tinggi, palung-palung laut yang sangat dalam, dan terdiri lebih dari 17 ribu pulau dengan komposisi 70% lautan dan 30% daratan
Tidak ada negara lain di Dunia yang memiliki keunikan seperti Indonesia, dengan demikian solusi infrastruktur digital sebagai tulang punggung konektivitas dan aksesbilitas pun sebaiknya mengakomodasi keunikan ini.
Berikut adalah beberapa komponen utama dari infrastruktur digital:
- Jaringan Telekomunikasi: Meliputi jaringan kabel serat optik, kabel tembaga, dan infrastruktur nirkabel seperti jaringan seluler (4G, 5G) dan Satelit yang menghubungkan berbagai perangkat dan lokasi.
- Perangkat Keras dan Perangkat Lunak: Merujuk pada semua perangkat fisik seperti Pusat Data (Data Centers), server, router, switch, dan perangkat lunak seperti sistem operasi, aplikasi, Sistem Keamanan dan platform yang digunakan untuk mengelola dan mengoperasikan infrastruktur digital.
Infrastruktur Jaringan Kabel Serat Optik
Jaringan kabel serat optik atau Fiber Optic, adalah jaringan yang menggantikan jaringan kabel tembaga.
Salah satu proyek besar yang diluncurkan adalah Palapa Ring. Palapa Ring merupakan proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan serat optik di seluruh Indonesia sepanjang 36.000 kilometer. Proyek itu terdiri atas tujuh lingkar kecil serat optik (untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi, dan Maluku) dan satu backhaul untuk menghubungkan semuanya. Jaringan ini berkapasitas 100 GB (Upgradeable 160 GB) dengan mengusung konsep ring, dua pair (empat core).
Infrastruktur jaringan tulang punggung nasional Palapa Ring yang dibangun BAKTI Komifo untuk melayani lebih dari 57 kota dan kabupaten, yang selama ini tidak dilayani jaringan backbone milik operator telekomunikasi.
Palapa Ring juga mengintegrasi atau menggabungkan jaringan serat optic yang sudah ada menjadi 1 tulang punggung serat optic nasional dengan total menjangkau 514 kabupaten/kota se-Indonesia
Selain itu, perusahaan telekomunikasi swasta seperti Telkom Indonesia, XL Axiata, Indosat Ooredoo, dan beberapa penyedia layanan internet lainnya juga terlibat dalam pembangunan infrastruktur jaringan serat optik di Indonesia. Mereka terus menginvestasikan dana untuk memperluas jangkauan jaringan dan meningkatkan kecepatan serta kualitas layanan internet di seluruh negeri.
Infrastruktur Jaringan Nirkabel 4G dan 5G:
Jaringan nirkabel 4G dan 5G sudah terbangun disebagian besar kepulauan Indonesia, perlu ditingkatkan penetrasinya sampai dengan pelosok yang kemungkinan tidak memberikan nilai ekonomis kepada Operator Jaringan sehingga perlu regulasi tertentu yang mendukung pembangunannya, dan beserta ganjarannya jika Operator Jaringan tidak mengindahkan regulasi
Jaringan seluler 5G telah beroperasi secara komersial di seluruh Indonesia sejak pertengahan 2021. Jaringan bergerak seluler 5G beroperasi pada pita frekuensi 2.300 MHz atau 2,3 GHz., dan agar lebih optimal maka Indonesia membutuhkan alokasi spektrum frekuensi setidaknya di tiga layer lapisan, yaitu low band, middle band, dan high band. Teknologi 5G merupakan teknologi yang sangat fleksibel. Artinya, teknologi itu dapat diterapkan untuk jenis layanan Mobile Broadband maupun Fixed Broadband atau Fixed Wireless Access (FWA).
Pita-pita frekuensi di lapisan low band dan middle band, seperti pita 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz, lebih cocok untuk dimanfaatkan sebagai layanan 5G Mobile Broadband. Saat ini, 5G Mobile Broadband akan diutamakan dalam pengembangan 5G di Indonesia.
Kementerian Kominfo juga mengupayakan layanan 5G Fixed Broadband sesuai standardisasi dunia, yakni dengan memanfaatkan pita spektrum pada lapisan high band, seperti pita frekuensi 28 GHz yang memiliki kapasitas transmisi yang besar.
Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Peta Jalan Digital Indonesia tahun 2020--2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI melalui Badan Layanan Umum Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), bersama operator telekomunikasi, mempunyai tugas membangun jaringan BTS 4G/LTE pada 12.548 desa.
Sebanyak 9.113 BTS di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menjadi tugas BAKTI untuk membangunnya. Sedangkan 3.435 desa sisanya dibangun oleh operator telekomunikasi karena masuk wilayah ekonomis.
Infrastruktur Satelit
Jaringan Satelit Komunikasi Kecepatan Tinggi seperti HTS (High Throughput Satelite) dengan kelembaman rendah (Low Latency) menjadi pertimbangkan sebagai salah satu solusi jangka panjang bagi konektivitas nirkabel yang ramah linkungan
Sekarang ini ada 8 Satelit Indonesia yang aktif dan sudah meliputi Satelit Komunikasi Kecepatan Tinggi (High Throughput Satellite) dan VHTS (Very High Throughput Satellite), seperti Tabel berikut:
Catatan:
- NAMA Â Â Â : Nama Satelit Terdaftar pada UNOOSA (United Nation Office of Outer Space Affairs), Kantor PBB untuk Urusan Luar Angkasa.
- SATELIT: Nama Satelit yang didaftarkan ke UNOOSA
- TANGGAL PELUNCURAN: Tanggal Peluncuran Satelit ke Orbit
- STATUS: Hanya yang Aktif
- ORBIT: Pola dari Orbit Satelit
- GSO: Geo-Stationer Orbit
- LEO: Low Earth Orbit -- Polar = Mengorbit Bumi dengan Iklinasi ke Kutub Utara-Selatan
- LEO: Low Earth Orbit -- Near Equatorial Orbit: Mengorbit Bumi dengan sudut Inclinasi kurang dari 60 dari garis Katulistiwa, atau dari Timur-Barat
- Satelit Komunikasi VHTS: Very High Throughput Satelite -- Satelit Nusantara Tiga (Satria-1) dengan kapasitas 150 GBps (Gigabyte per second)
Satelit Nusantara Tiga (Satria-1) merupakan satelit teknologi baru dengan kapasitas 150 Gbps, sehingga setiap titik layanan dapat mencapai 1 Mbps, dengan mengusung teknologi VHTS (Very High Throuput Satellite)
Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium PT Satelit Nusantara Tiga sebagai Badan Usaha Pelaksana (BUP) bekerja sama dengan Thales Alenia Space untuk membangun Satelit Nusantara Tiga (Satria-1)
Satelit Nusantara Tiga (Satria-1) mengutamakan konektivitas kedaerah-daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) dan Teknologi VHTS dipilih unuk mengatasi tantangan geografis yang beragam. Tetapi Satelit ini belum cukup untuk melayani seluruh daerah 3T, sehingga kedepannya Pemerintah berencana untuk meluncurkan Satelit Satria-2.
Kesimpulan
Kita dapat mengidentifikasi beberapa poin kunci yang penting untuk dipertimbangkan:
Pentingnya Konektivitas Digital:
Konektivitas digital memainkan peran yang sangat vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan inklusi sosial di Indonesia. Akses yang luas dan terjangkau terhadap infrastruktur digital menjadi kunci dalam memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses informasi dan layanan online.
Tantangan Infrastruktur:
Meskipun terdapat peningkatan yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur digital di Indonesia, masih terdapat tantangan dalam hal cakupan, keandalan, dan kecepatan koneksi. Terutama di wilayah pedesaan, akses internet yang terbatas masih menjadi masalah yang harus diatasi.
Keterbatasan Akses:
Masih ada sebagian besar penduduk Indonesia yang belum memiliki akses terhadap internet, baik karena alasan geografis, ekonomi, maupun sosial. Upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa kesenjangan akses ini dapat diminimalkan agar tidak menimbulkan kesenjangan digital yang lebih besar di masyarakat.
Peran Pemerintah dan Swasta:
Pentingnya kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga non-pemerintah dalam mengatasi tantangan konektivitas digital. Melalui kebijakan yang progresif, investasi yang tepat, dan inisiatif kolaboratif, Indonesia dapat mempercepat pembangunan infrastruktur digital dan meningkatkan akses internet di seluruh negeri.
Adopsi Teknologi Terbaru:
Dalam menghadapi masa depan yang semakin terkoneksi, penting bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri dengan mengadopsi teknologi terbaru seperti jaringan 5G. Meskipun tantangan dalam implementasi dan biaya yang terkait, manfaat jangka panjang dari teknologi ini dapat membawa transformasi positif dalam berbagai sektor, mulai dari industri hingga pendidikan.
Pentingnya Inklusi Digital:
Dalam upaya meningkatkan konektivitas digital, tidak boleh ada yang tertinggal. Inklusi digital harus menjadi fokus utama, dengan memperhatikan kebutuhan khusus kelompok rentan seperti anak-anak, kaum disabilitas, dan komunitas pedalaman.
Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini dan melanjutkan upaya untuk memperluas konektivitas digital, Indonesia dapat menuju masa depan yang lebih terkoneksi, inklusif, dan inovatif. Dengan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, Indonesia dapat memanfaatkan potensi penuh dari revolusi digital untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan bagi semua warganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H