Sejarah Singkat Batik Di Desa Kliwonan
Sebagian besar masyarakat mungkin hanya mengetahui jika Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta adalah daerah penghasil batik. Namun, siapa sangka kalau di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah terdapat juga desa yang menjadi sentra batik di Kecamatan Masaran, Batik Kliwonan namanya. Sentra batik ini tersebar di Desa Kliwonan, Desa Pilang, dan Desa Sidodadi, tetapi yang menjadi pelopornya adalah Desa Kliwonan, tepatnya di Dukuh Kuyang.
Sentra batik di Desa Kliwonan tidak lepas dari hubungannya dengan batik saudagar yang ada di Surakarta. Dalam jurnal (Affanti, 2009) menjelaskan bahwa pada abad ke 19-awal 20, permintaan batik di Kota Surakarta meningkat baik di lingkungan keraton atau di luar keraton. Hal tersebut berdampak ke kebutuhan tenaga kerja, sehingga para sudagar di Surakarta mencari tenaga kerja di sekitar melalui Sungai Bengawan Solo, salah satunya di Desa Kliwonan. Batik Kliwonan sendiri juga disebut sebagai Batik Pinggir Kali atau Batik Girli, mengingat bahwa desa ini terletak di dekat aliran Sungai Bengawan Solo.
"Dulu itu banyak orang-orang di sini kerja di Solo dengan para juragan batik. Tahun '98 kan ada krisis ekonomi, bahan baku pembuatan batik ikut naik, akhirnya banyak pabrik-pabrik tutup sama PHK massal. Pekerja-pekerjanya pulang dengan keterampilan masing-masing, akhirnya mereka punya keberanian untuk membuat batik sendiri," terang Mas Ipong, cucu dari pendiri Batik Sadewa (Mas Ipong, wawancara pribadi, 24 Desember 2024).
Pengaruh Industri Batik Ke Perekonomian Warga Desa Kliwonan
Industri batik di Desa Kliwonan sangat besar mempengaruhi perekonomian masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan Sebagian besar masyarakat Desa Kliwonan bekerja sebagai perajin batik.
"60-70%, separuh lebih, orang di sini itu menggantungkan dapurnya di industi batik ini. Tidak semuanya jadi juragan, tetapi ada yang menjadi pekerja sama buka pabrik dalam skala kecil. Kalau menjawab seberapa besar (pengaruhnya ke perekonomian) jawabannya sangat besar. Orang di sini kalau ditanya itu kerjanya di tempatnya siapa?, jadi bukan kerjanya di kantor mana?," penjelasan Mas Ipong dalam sebuah wawancara pribadi pada tanggal 24 Desember 2024.
Permasalahan Yang Dihadapi Di Zaman Sekarang
Motif batik yang diproduksi di Desa Kliwonan tidak lepas dari gaya Surakarta, seperti motif Parang Klithik, Sidomukti, Sido Drajad, Truntum, dan lain seabgainya. Hal tersebut dikarenakan latar belakang historis para pembatik di Desa Kliwonan yang kebanyakan menjadi buruh batik di Surakarta. Penciptaan motif batik tradisional ini termasuk ke dalam wujud pelestarian budaya Jawa dalam bentuk seni batik. Namun, ada permasalahan yang dihadapi oleh motif batik tradisional di era globalisasi sekarang ini, yaitu para generasi muda yang mulai enggan mengenakan baju batik karena dianggap sudah terlalu kuno.Â
"Karena kebanyakan motif pakem ya, itu kan kadang anak-anak muda era sekarang belum tentu pakai untuk acara kondangan atau ke kantor, kayak kurang diminati. Kalau saya berusaha bikin produk gimana caranya supaya anak muda mau pakai batik, gitu caranya. Bisa njenengan lihat itu, motif-motif saya (di Batik Sadewa) ada yang pakem dan ada juga yang modern. Nah anak muda juga bisa pakai,
ngga cuma pakai, tetapi mereka juga bangga," terang Mas Ipong ketika ditanyai, kendala yang dihadapi dalam melestarikan batik.
Dalam menghadapi era globalisasi ini, diperlukan langkah strategis yang mengintegrasikan inovasi dengan pelestarian tradisi dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah ini tanpa meninggalkan esensi motif batik tradisional. Para perajin batik yang berada di Desa Kliwonan dapat mengimitasi cara yang dilakukan oleh Batik Sadewa dengan menciptakan motif kontemporer. Batik  dengan motif tradisional tidak harus terpaku untuk dijadikan kemeja. Batik ini dapat diolah menjadi produk-produk yang inovatif, seperti jaket, sepatu, dompet, pouch bag, bucket hat, scarf, dan lain sebagainya. Dengan langkah ini, diharapkan tidak meninggalkan esensi motif batik tradisional dan dapat diminati oleh khalayak ramai terutama para generasi muda. Selain permasalahan di atas, ada juga permasalahan yang timbul terkait Batik Kliwonan ini, yaitu tentang kurang diketahuinya keberadaan Batik Kliwonan oleh masyarakat luas. Kebanyakan orang mungkin hanya mengetahui beberapa daerah di Indonesia yang menjadi sentra industri batik, seperti Pekalongan, Surakarta, dan Yogyakarta.
"Belum banyak yang tahu kalau Sragen itu sentra batik, taunya ya solo," kata Mas Ipong dalam sebuah wawancara pribadi pada tanggal 24 Desember 2024.
Padahal Batik Kliwonan sendiri mempunyai potensi yang besar di pasaran. Permasalahan inimemerlukan peran dari pemerintah dan masyarakat sekitar. Pemerintah dapat lebih menggencarkan kegiatan promosi Batik Kliwonan ini melalui kampanye budaya atau pariwisata. Untuk saat ini pemerintah daerah Sragen sudah membranding Batik Kliwonan sebagai "Batik Sukowati" sebagai batik khas Sragen. Penyelenggaraan pameran yang khusus menampilkan Batik Kliwonan juga dapat berkontribusi pada pengenalan batik ini secara luas. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan pelatihan khusus kepada para perajin batik di Desa Kliwonan untuk meningkatkan kualitas produknya agar dapat bersaing di pasaran dan pelatihan pemasaran secara online agar membantu perajin menjual batik secara online.
Masyarakat sekitar juga dapat ikut berperan aktif dalam memperkenalkan Batik Kliwonan dengan ikut mempromosikannya lewat media sosial. Generasi muda dapat memanfaatkan media digital sebagai ajang promosi Batik Kliwonan dengan membuat konten melalui platform TikTok, Instagram, dan Youtube. Konten yang dibuat dapat berupa vlog kunjungan ke sentra Batik Kliwonan, video proses pembuatan batik, atau cerita tentang sejarah batik di Desa Kliwonan yang dapat menarik perhatian khalayak luas. Batik Kliwonan merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang tidak hanya mewakili seni batik tradisional tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian masyarakat di Desa Kliwonan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Sebagai warisan budaya yang memiliki akar sejarah kuat dan potensi pasar yang besar, Batik Kliwonan memerlukan perhatian khusus untuk tetap lestari dan berkembang di era modern. Tantangan terbesarnya adalah minimnya pengetahuan masyarakat luas tentang keberadaan Batik Kliwonan dan generasi muda yang kurang tertarik dengan motif-motif tradisional. Namun, dengan langkah inovatif seperti diversifikasi produk, promosi digital, dan pelatihan khusus bagi perajin, Batik Kliwonan memiliki peluang besar untuk dikenal lebih luas. Pemerintah,
masyarakat, dan generasi muda memiliki peran penting dalam mendukung pelestarian dan pengembangan batik ini. Untuk itu, mari kita sebagai generasi muda sudah sepatutnya melestarikan kebudayaan lokal Indonesia! Jika bukan kita? Siapa lagi?
Penulis: Affrizal Abiyyu Zharif
Mahasiswa Program Studi Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H