Mohon tunggu...
Affa Esens
Affa Esens Mohon Tunggu... Lainnya - @affa_esens

*ما حفظ فر، وما كتب قر*⁣ Bahwa, apa yang kita ingat-ingat saja, pasti akan lari (lupa). Dan apa yang kita tulis, pasti akan kekal.⁣ #bukutentangjarak #bukutuanrumah

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kyai dan Murid: Simfoni Kasih di Era Disrupsi

11 Januari 2025   11:50 Diperbarui: 11 Januari 2025   11:54 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
K.H. Mohammad Idris Djamaluddin, dalam Sowan Kyai dan acara Temu Alumni Himpunan Keluarga Alumni Muhibbin (HIKAM) 2025.

Relevansi dalam Konteks Modern

Selain dari perspektif keagamaan, pemikiran barat juga mengakui pentingnya hubungan sosial yang positif. Dalam buku The Power of Habit karya Charles Duhigg, dijelaskan bahwa kebiasaan baik sering kali terbentuk melalui interaksi dengan orang-orang di sekitar kita. Dengan menjalin hubungan dengan individu yang memiliki kebiasaan baik, kita cenderung terpengaruh untuk mengadopsi perilaku positif yang sama.

Salah satu poin penting dalam buku Duhigg adalah bahwa kebiasaan sering kali dipengaruhi oleh lingkungan sosial kita. Ketika seseorang berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki kebiasaan positif seperti disiplin, ketekunan, dan kepedulian terhadap sesama, mereka cenderung mengadopsi perilaku yang sama. Hal ini sejalan dengan konsep shuhbatussholihin, di mana bergaul dengan orang-orang saleh dan alim dapat membawa individu pada kebaikan dan keberkahan.

Duhigg mencatat bahwa individu yang berada dalam kelompok yang mendukung dan positif lebih mungkin untuk mengubah kebiasaan buruk mereka. Misalnya, seseorang yang berusaha untuk hidup lebih sehat akan lebih berhasil jika mereka berada dalam komunitas yang mengutamakan gaya hidup sehat. Dalam konteks ini, sosok Kyai sebagai pembimbing spiritual berfungsi sebagai "isyarat" yang mengingatkan murid-muridnya akan nilai-nilai luhur, serta membawa mereka menuju rutinitas yang lebih baik.

Kasih sayang yang ditunjukkan oleh para Kyai kepada murid-muridnya juga memiliki relevansi dalam konteks pembentukan kebiasaan. Duhigg menekankan bahwa imbalan emosional seperti dukungan, pengakuan, dan kasih saying dapat menjadi motivator yang kuat dalam membentuk kebiasaan baik. Ketika seorang murid merasa diperhatikan dan didukung oleh gurunya, mereka lebih mungkin untuk terlibat dalam pembelajaran dan pengembangan diri.

Dalam hal ini, kasih sayang Kyai dapat dipandang sebagai "imbalan" yang mendorong murid untuk terus berusaha dan mengikuti jalan yang benar. Ketika seorang murid mengalami kesulitan atau kehilangan arah, perhatian dan doa dari Kyai memberikan harapan dan motivasi untuk bangkit kembali. Ini memperkuat hubungan antara shuhbatussholihin dan pembentukan kebiasaan positif.

Duhigg juga menggarisbawahi pentingnya membangun komunitas yang mendukung dalam menciptakan perubahan. Ketika individu merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar---seperti komunitas alumni HIKAM yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan moral---mereka akan lebih terdorong untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Komunitas yang positif menyediakan lingkungan yang aman untuk belajar dan tumbuh, mirip dengan peran masjid dan lembaga pendidikan dalam mendidik generasi penerus.

Dalam konteks ini, shuhbatussholihin menciptakan jaringan sosial yang saling mendukung. Ketika individu dalam komunitas tersebut saling berbagi pengalaman dan tantangan, mereka akan saling menginspirasi untuk memperbaiki diri dan mengembangkan kebiasaan yang lebih baik.

Relevansi pembahasan tentang shuhbatussholihin dan kasih sayang para Kyai sangat jelas dalam konteks modern, terutama melalui lensa The Power of Habit. Dalam dunia yang penuh tantangan ini, penting bagi setiap individu untuk menjalin hubungan dengan orang-orang yang memiliki nilai-nilai positif dan berorientasi pada kebaikan. Melalui dukungan emosional dan bimbingan dari para Kyai, serta interaksi dengan komunitas yang positif, individu dapat membentuk kebiasaan baik yang akan membawa mereka menuju keberkahan dan kesuksesan dalam hidup. Dengan demikian, prinsip-prinsip ini tidak hanya relevan dalam konteks keagamaan, tetapi juga dalam pengembangan diri dan interaksi sosial di era modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun