Mohon tunggu...
Affa Esens
Affa Esens Mohon Tunggu... Lainnya - @affa_esens

*ما حفظ فر، وما كتب قر*⁣ Bahwa, apa yang kita ingat-ingat saja, pasti akan lari (lupa). Dan apa yang kita tulis, pasti akan kekal.⁣ #bukutentangjarak #bukutuanrumah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tiga Cara Menjaga Kesalehan Amal: Ini Pesan Gus Awis Kepada Wisudawan-Wisudawati Madrasah Fattah Hasyim

30 April 2024   11:02 Diperbarui: 30 April 2024   16:12 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menyampaikan betapa pentingnya do'a orangtua untuk anaknya, juga 3 point penting Komunikasi Qur'ani untuk mempererat hubungan anak dan orangtua (baca disini), Dr. KH. M. Afifudin Dimyathi., L.c., M.A, kemudian berpesan kepada Wisudawan-Wisudawati Madrasah Fattah Hasyim untuk tetap menjaga hubungan dengan Masyarikh, baik secara dhohir maupun bathin. (Jombang, 28 April 2024)

"Hubungan kita dengan Masyayikh dan Pesantren tidak boleh terputus baik secara dhohiron maupun bathinan. Secara dhohir yaitu dengan melihat guru kita, dengan salim kepada guru kita, sowan kepada beliau-beliau. Kita perlu mendekat secara fisik kepada guru-guru kita. Kalau tidak memungkinkan untuk salaman, maka minimal adalah melihat beliau," tutur Gus Awis, sapaan akrab KH. M. Afifudin Dimyathi.

Hal demikian tentu memiliki maksud yang luhur. Gus Awis mengungkapkan bahwa rahasia dari perlunya tetap menjaga kedekatan secara fisik kepada guru-guru kita adalah adanya unsur ketersambungan dengan Baginda Nabi. Kita melihat guru kita, karena kita yakin bahwa guru kita juga melihat gurunya, gurunya melihat gurunya, terus hingga sampai kepada Nabi. Sama dengan salaman. Mengapa kita harus salaman? Karena diantara tangan-tangan itu, ada tangan yang pernah bersentuhan dengan baginda Nabi. Itulah ketersambungan. Maka penting bagi kita untuk menjaga ikatan dhahir kepada guru-guru kita, Kiai kita, pesantren kita.

Ketersambungan murid kepada guru dan pesantrennya secara bathin adalah dengan mendoakan dan mengamalkan ilmu. "Bentuk ikatan bathinnya adalah dengan mendoakan dan mengamalkan ilmu-ilmu yang diperoleh di pesantren ini," tambah Beliau.

Penulis Kitab Tafsir Hidayatul Qur'an fii Tafsiril Qur'an bil Qur'an ini kemudian memberikan tiga cara yang harus diperhatikan untuk menjaga kesalehan amal:

Pertama, menjaga makanan yang dikonsumsi. Seperti yang disampaikan al-Qur'an dalam QS. al-Mu'minun ayat 51:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُوا۟ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Gus Awis menjelaskan mengapa dalam ayat ini diperintah untuk memakan makanan yang baik dulu baru beramal saleh? Ternyata makanan-makanan yang baik memiliki pengaruh terhadap perilaku kita. Ibnu Jabaroin juga mengatakan إذا كان الأكل طيبا كان البدن طيبا apabila yang kita makan adalah makanan-makanan yang baik, maka badan kita akan menjadi baik pula.

Dalam QS. al-Baqarah ayat 168 juga dikatakan:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Makanlah yang halal dan thayyib (baik, bebas dari hal-hal yang membahayakan tubuh) kalau tidak maka kamu sama dengan mengikuti langkah-langlah setan. Lantas, mengikuti langkah setan itu bagaimana bentuknya? Dalam ayat selanjutnya, dikatakan bahwa:

إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ وَٱلْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

 Tuntunannya adalah makan makanan yang sehat, makan makanan yang halal. Kalau tidak, maka kita akan mengikuti langkah setan, yaitu mudah melakukan untuk su' dan fahsya'. Mudah sekali melakukan keburukan-keburukan, mudah sekali melakukan dosa-dosa yang ada akibat hukumnya. "Maka, mari kita jaga makanan yang kita konsumsi agar kita ini mudah berbuat baik, agar kita mudah untuk melakukan amal saleh," imbuh Beliau.

Kedua, menbiasakan berkata yang benar. Mengenai hal ini, Allah menyampaikannya dalam QS. al-Ahzab ayat 70:

  يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,

"Ini poin-nya, mengucapkan ucapan yang benar (jujur). Kalau ini dilakukan, maka dalam ayat selanjutnya dikatakan يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ, maka Allah akan memperbaiki amal kalian. Karena kita membiasakan diri untuk berkata yang benar (jujur), maka Allah akan menjaga amal kita," terang Gus Awis.

Ketiga, harus selalu ingat jasa orangtua. Al-Qur'an menyampaikan dalam QS. an-Naml ayat 19:

فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Artinya: Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".

Gus Awis kemudian memberikan keterangan, "kita harus selalu ingat jasa-jasa orangtua. Ingatan ini, rasa syukur atas jasa-jasa orang tua ini, akan membawa kita mempunyai rasa untuk terus berbuat baik demi membalas kebaikan orang tua. Jadi untuk menuju a'mal sholihan kita harus bersyukur kepada orang tua. Bersyukur dulu kepada orangtua, maka kamu akan mudah beramal sholih".

Di akhir mauidzhohnya, Gus Awis menekankan bahwa tantangan di luar semakin besar, "ini penting saya sampaikan sebab tantangan santri semakin besar. Karena yang banyak di era ini, santri malah ikut budaya non santri. Harusnya tidak demikian. Non santri yang seharusnya ikut budaya santri. Kalau kita terbiasa berpakaian sopan, berkata-kata yang sopan, maka orang non santri akan ikut kita. Jangan sebaliknya. Maka eman-eman tenan, dipondok sekian tahun kok malah ngikut-ngikut budaya yang kurang baik," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun