فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Artinya: Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".
Gus Awis kemudian memberikan keterangan, "kita harus selalu ingat jasa-jasa orangtua. Ingatan ini, rasa syukur atas jasa-jasa orang tua ini, akan membawa kita mempunyai rasa untuk terus berbuat baik demi membalas kebaikan orang tua. Jadi untuk menuju a'mal sholihan kita harus bersyukur kepada orang tua. Bersyukur dulu kepada orangtua, maka kamu akan mudah beramal sholih".
Di akhir mauidzhohnya, Gus Awis menekankan bahwa tantangan di luar semakin besar, "ini penting saya sampaikan sebab tantangan santri semakin besar. Karena yang banyak di era ini, santri malah ikut budaya non santri. Harusnya tidak demikian. Non santri yang seharusnya ikut budaya santri. Kalau kita terbiasa berpakaian sopan, berkata-kata yang sopan, maka orang non santri akan ikut kita. Jangan sebaliknya. Maka eman-eman tenan, dipondok sekian tahun kok malah ngikut-ngikut budaya yang kurang baik," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H