Setiap halaman saya baca hati-hati, sebab kedalaman puisi Abid menjadikanya semacam instruksi agar tidak tergesa-gesa menjalani apapun; termasuk membacanya. Ia paham, bahwa puisi tidak suka ketergesaan. Seperti ketika Eyang Sapardi menuliskan puisi paling fenomenal Dongeng Marsinah selama tiga tahun. Terlepas dari itu, buku ini sepertinya memang mempersilakan kita - dengan amat sopan -- untuk membersamai cerita yang ada didalamnya. Meski selepas tuntas saya baca buku apik ini (sambil menerka hakikat perasaan yang ia ampu), agaknya pertanyaan-pertanyaan terus mengepung sampai nanti benar-benar ada jawabannya; ada yang menjawabnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI