Aku kasihan kepada Dheri. Ia kerap terlihat gopoh, berlarian, lalu mengendap-endap. Aku jadi semakin iba ketika malam itu, aku mendapati dia semakin menjadi. Semua rekanku sudah biasa dengan hal semacam itu. Tapi aku kasihan, tidak kuasa membiarkan hal aneh ini terus menimpa Dheri.
Akhirnya kuputuskan untuk mendekatinya yang sejak tadi meringsut disamping bilik paling pojok. Mulanya aku ragu dan takut, karena Gedung 'A' malam itu sangat sepi. Ku dekati remaja tambun itu, lalu kupanggil-panggil namanya. Aku semakin kikuk karena ia akan lebih ringsut dan terlihat bodoh kala namanya ku sebut-sebut. Sepeninggalan Kiki, karibnya, Dheri seperti kehilangan separuh kesadaran pada saat-saat tertentu. Benar kata orang bahwa jangan terlalu berharap, kalau tidak kesampaian biar tidak terlalu sesak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H