Mohon tunggu...
Ika Fitri Alfiani
Ika Fitri Alfiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Mahasiswa Peminatan Promosi Kesehatan, Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Risiko Penyakit Tidak Menular dari Konsumsi Daging Kurban yang Berlebihan

28 Mei 2024   15:33 Diperbarui: 6 Juni 2024   12:06 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia, Idul Adha atau Hari Raya Haji adalah momen yang ditunggu-tunggu dengan penuh kegembiraan dan semangat religius. Sebuah kisah budaya yang diterima turun-temurun, menghiasi setiap langkah dalam mempersiapkan dan merayakan Idul Adha. Persiapan dimulai jauh sebelumnya. Umat Muslim dengan penuh kecermatan memilih hewan kurban yang akan disembelih, seperti sapi, kambing, atau domba. Proses pemilihan ini tidak semata-mata mengacu pada fisik hewan, tapi juga pada kualitas, kesehatan, dan kebersihan yang dijunjung tinggi.


Tiba saatnya Shalat Idul Adha. Masjid-masjid dan lapangan-lapangan menjadi tempat berkumpulnya umat Islam. Di sana, dalam keheningan yang khidmat, mereka melaksanakan shalat yang dipimpin imam. Khutbah yang menggugah jiwa memberikan makna dan hikmah Idul Adha, mengingatkan tentang nilai-nilai kehidupan yang hakiki. Setelah shalat, prosesi kurban dimulai. Hewan-hewan yang telah dipersiapkan dengan penuh pengabdian disambut dengan pengucapan nama Allah yang khusyuk. Tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tapi juga untuk berbagi kebaikan kepada yang membutuhkan. Daging kurban dibagikan kepada sesama umat Muslim, tetangga, dan keluarga sebagai wujud solidaritas dan kepedulian.

Daging kurban merupakan bagian integral dari perayaan Hari Raya Idul Adha yang dilakukan umat Islam di seluruh dunia. Daging kurban tidak sekadar dimakan, tapi diolah dengan penuh keahlian. Rendang, sate, gulai, dan hidangan tradisional lainnya mengisi meja-meja bersama. Di desa-desa, aroma masakan itu membawa cerita kebersamaan dalam acara arisan atau makan bersama. Makna yang tersemat dalam setiap suap daging kurban sungguh dalam. Ini adalah ungkapan syukur atas karunia dan rezeki yang melimpah dari Allah. Kepedulian sosial terwujud dalam pembagian daging kepada yang membutuhkan, menguatkan ikatan sosial yang berarti.

Namun, konsumsi daging kurban yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, dan hipertensi. Artikel ini akan membahas risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi daging kurban secara berlebihan dan cara menghindari bahaya dari risikonya.

Penyakit Jantung

Penyakit jantung adalah suatu kondisi medis yang melibatkan gangguan fungsi atau struktur jantung yang dapat mempengaruhi kinerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan mencakup berbagai jenis gangguan, termasuk penyakit jantung koroner, aritmia, gagal jantung, dan penyakit katup jantung.

Daging merah, terutama yang tinggi lemak jenuh, sering dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung. Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daging merah dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah, yang berkontribusi terhadap pembentukan plak pada arteri yang akan meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Diabetes

Diabetes melitus, sering disebut sebagai diabetes, adalah penyakit kronis yang ditandai oleh tingginya kadar gula (glukosa) dalam darah. Kondisi ini terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas dan berfungsi untuk mengatur penggunaan glukosa sebagai sumber energi oleh sel-sel tubuh. Terdapat beberapa jenis utama diabetes melitus, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, dan diabetes gestasional.

  • Diabetes Tipe 1: Diabetes tipe 1 adalah kondisi autoimun di mana tubuh tidak memproduksi insulin karena kerusakan sel-sel beta pankreas. Biasanya didiagnosis pada anak-anak dan remaja, penderita diabetes tipe 1 memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk mengelola kadar gula darah.
  • Diabetes Tipe 2:Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh tidak menggunakan insulin secara efektif (resistensi insulin) dan produksi insulin tidak mencukupi. Faktor gaya hidup seperti obesitas dan kurang aktivitas fisik berkontribusi besar. Penyakit ini lebih sering terjadi pada orang dewasa, namun juga semakin banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja. Pengelolaannya melibatkan diet sehat, olahraga, dan obat-obatan.
  • Diabetes Gestasional:Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak memiliki riwayat diabetes. Disebabkan oleh perubahan hormon yang mengakibatkan resistensi insulin, kondisi ini biasanya sembuh setelah melahirkan. Namun, wanita dengan diabetes gestasional berisiko lebih tinggi mengembangkan diabetes tipe 2 di masa depan. Pengelolaannya meliputi pemantauan gula darah, diet seimbang, dan kadang-kadang insulin.

Konsumsi daging merah dan produk olahannya juga terkait dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak jenuh dan zat pengawet untuk produk olahan daging yang dapat mengganggu metabolisme insulin dan gula darah.

Hipertensi

Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, adalah kondisi kronis di mana tekanan darah di dalam arteri meningkat melebihi batas normal. Tekanan darah adalah ukuran dari kekuatan yang diberikan oleh darah terhadap dinding arteri saat dipompa oleh jantung. Biasanya hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah di atas 140/90, dan dianggap parah jika tekanan di atas 180/120.  Hipertensi sering disebut sebagai "silent killer" karena sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas, tetapi dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal jika tidak dikelola dengan baik.

Daging merah yang tinggi natrium, terutama yang diolah menjadi sosis atau daging asap, dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Natrium berlebih dapat menyebabkan retensi cairan yang meningkatkan tekanan darah dan risiko hipertensi.

Berikut ini adalah cara menghindari bahaya risiko penyakit tidak menular dari konsumsi daging kurban yang berlebihan:

  • Konsumsi Secara Tidak Berlebihan: Mengonsumsi daging kurban dalam jumlah yang wajar dan tidak berlebihan adalah langkah pertama untuk mengurangi risiko penyakit tidak menular. Pastikan untuk membatasi porsi daging merah dan menggantinya dengan sumber protein lain seperti ikan, ayam tanpa kulit, atau protein nabati seperti kacang-kacangan dan tahu.
  • Pilih Bagian Daging yang Rendah Lemak: Memilih bagian daging yang lebih sedikit mengandung lemak, seperti daging tanpa lemak, dapat membantu mengurangi asupan lemak jenuh. Hindari bagian daging yang berlemak seperti iga atau bagian yang berlemak tebal.
  • Pengolahan yang Sehat: Cara pengolahan daging juga berpengaruh terhadap risiko kesehatan. Sebaiknya hindari metode memasak dengan cara menggoreng atau memanggang dengan banyak minyak. Lebih baik memilih metode memasak seperti merebus, memanggang tanpa minyak, atau mengukus.
  • Konsumsi Serat yang Cukup: Mengimbangi konsumsi daging dengan asupan serat yang cukup dari sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian utuh dapat membantu mengurangi risiko penyakit tidak menular. Serat membantu menurunkan kadar kolesterol dan mengontrol kadar gula darah.
  • Pola Makan Seimbang: Menjaga pola makan yang seimbang dengan mengonsumsi berbagai jenis makanan dalam proporsi yang tepat dapat membantu menjaga kesehatan secara keseluruhan. Pola makan yang seimbang mencakup berbagai jenis nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh.

Referensi:

Micha, R., Wallace, S. K., & Mozaffarian, D. (2010). Red and Processed Meat Consumption and Risk of Incident Coronary Heart Disease, Stroke, and Diabetes Mellitus: A Systematic Review and Meta-Analysis. Circulation, 121(21), 2271-2283.

Pan, A., Sun, Q., Bernstein, A. M., Schulze, M. B., Manson, J. E., Willett, W. C., & Hu, F. B. (2011). Red meat consumption and risk of type 2 diabetes: 3 cohorts of US adults and an updated meta-analysis. American Journal of Clinical Nutrition, 94(4), 1088-1096.

Sinha, R., Cross, A. J., Graubard, B. I., Leitzmann, M. F., & Schatzkin, A. (2009). Meat intake and mortality: a prospective study of over half a million people. Archives of Internal Medicine, 169(6), 562-571.

Abete, I., Romaguera, D., Vieira, A. R., de Munain, A. L., & Norat, T. (2014). Association between total, processed, red and white meat consumption and all-cause, cardiovascular and cancer mortality: a meta-analysis of cohort studies. British Journal of Nutrition, 112(5), 762-775.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun