Mohon tunggu...
afdillah_chudiel
afdillah_chudiel Mohon Tunggu... -

Sosiolog, Penulis Buku: "Sekolah Dibubarkan Saja!" kunjungi : http://afdillahchudiel.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bu Menteri Puan, Inilah Menu Makan Malam Kami yang di Papua....

9 Februari 2016   10:38 Diperbarui: 9 Februari 2016   14:44 3376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menu makan malam tadi malam memberi arti yang cukup penting untukku dan negeri ini sehingga berbagi di blog terasa sangat penting, lebih penting daripada memikirkan soal rencana temanku yang ingin membuka warung kopi tanpa “sianida” dan juga persoalan KMP yang bonyok karena tidak kuat jauh-jauh dari kekuasaan.

Kenapa ini lebih penting? Karena ini soal perut.

“Jangan menyepelekan masalah perut, karena ini bisa mengubah dunia dan juga bisa meruntuhkan sebuah rezim yang sedang berkuasa”.

Itu pesan orang-orang tua dahulu ketika aku masih kecil. Ini jauh lebih penting dari segalanya. Bahkan Nabi pun menyuruh untuk makan terlebih dahulu ketika rasa lapar dan waktu ibadah datang bersamaan, dengan catatan setelah makan langsung beribadah, jangan tidur!

Jadi, jangan heran ketika ada Kelompok preman yang berbalut ormas saling bunuh di banyak tempat karena perebutan lahan parkir yang ujung-ujungnya soal perut, jangan salahkan buruh demo karena itu ujung-ujungnya soal perut, meskipun sekarang ini soal pulsa data untuk internet juga sangat penting terutama bagi generasi alay karena pulsa data internet sudah jadi kebutuhan dasar saat ini. Yang lebih parah, menurut seorang temanku di Papua “separatisme itu sebenarnya hanya soal perut saja. Kalau semuanya kenyang negeri ini akan aman”. Jadi bagi-bagi kuenya harus merata dan sama banyak.

Tetapi tetap saja ada langit di atas langit, karena lebih mengerikan lagi menurut temanku yang lainnya (dia meminta namanya tidak dituliskan karena takut di maki-maki di medsos), korupsi di negeri ini juga soal perut. Karena gaji PNS yang terbatas sementara kebutuhan terus meningkat, solusinya Korupsi saja. Kalau kerupsinya sampai miliaran, itu yang koruptor makannya apa ya? Mungkin mereka makan “Ferari Bakar” dengan sambal “tomat berlian” dan minuman “jus alpukat mix dengan emas panas” terus sarapannya di Singapura, makan siang di Paris dan makan malamnya di rumah makan Padang di Pariaman, hehe....

Masalah perut memang sangat berat sampai-sampai Ibu Menteri Puan meminta rakyat Indonesia untuk mengurangi makan. Tujuannya mungkin menjaga stok beras agar tidak habis. Tetapi Ibu Menteri lupa, mengurangi porsi makanan itu sama dengan menyuruh rakyat Indonesia berhenti bekerja keras. Ingat, kerja paling berat dan mengeluarkan keringat paling banyak adalah makan. Ketika makan keringat bercucuran melebihi keringat yang keluar ketika lari 5 keliling lapangan sepak bola. Jadi, kalau makannya dikurangi, kerja keras juga berkurang, ini akan membuat masalah baru karena rakyat tidak produktif.

Di sisi lain, saran Ibu Menteri didukung oleh para pakar kesehatan. Mereka mengatakan, mengurangi makan itu adalah salah satu cara hidup paling sehat. Makanan adalah salah satu sumber penyakit. Karena pembunuh maling berbahaya di negeri ini adalah makanan, apalagi makanan Padang. Sehingga wajar salah satu rumah sakit khusus stroke yang paling laris berada di Bukittinggi, untuk mengimbangi jumlah rumah makan Padang yang enaknya bukan main.

Pakar kesehatan juga berpendapat bahwa makan terlalu banyak membuat tidak produktif, Karena jantung akan bekerja keras mengirim oksigen melalui darah ke organ pencernaan di wilayah perut. Jantung jadi lupa untuk memberikan oksigen ke otak. Sehingga pekerjaan yang paling menyenangkan bagi semua orang setelah selesai makan adalah tidur.

Namun ada satu masalah yang lebih besar lagi dibandingkan masalah makan, hal ini bisa membuat orang demo, marah, berkelahi dan bahkan mau saling pukul dengan pimpinannya, yaitu mengurangi jatah uang makan karyawan. Dunia bisa bergejolak.

Bicara soal perut memang tidak ada habisnya, Karena jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia yang luar biasa gila. Tahun 1960 jumlahnya hanya 100 juta jiwa, tetapi sakarang hampir 250 juta jiwa. Setiap yang lahir butuh makan, meskipun setiap hari juga ada yang meninggal. Menurut Bapak menteri Pertanian, idealnya stok beras di Indonesia harus mencapai 4 juta ton, dan Bapak Presiden malah menginginkan stok beras harusnya ada sebanyak 10 juta ton. Tapi apa daya, panggang masih jauh dari api, Stok beras nasional hanya tersedia 1,7 juta ton.

“Itu satu koma tujuh lho…. Bukan tujuh belas juta ton!”

Mungkin saja Ibu Menteri Puan sedikit panik melihat angka ketersediaan beras yang jauh dari standar ideal sehinga menyuruh kita semua mengurangi makan berujung pada olok-olok dari para netizen di media sosial. Kata teman saya yang lainnya, Ibu Menteri mungkin lagi apes saja. Maksudnya baik, tetapi tidak tersistematis sehingga yang keluar anjuran untuk mengurangi makan. Coba saja Ibu Menteri bilang, “Untuk menjadi sejahtera, Bapak-bapak dan Ibu-ibu harus belajar hidup sehat, sehingga tidak mudah sakit, kita juga harus olah raga dan mengurangi makan yang banyak sehingga penyakit-penyakit seperti diabetes, kolesterol bisa dicegah, kalau tidak sakit, kita lebih produktif, kita juga bisa menabung untuk biaya sekolah anak dan kebutuhan lainnya, jadi hidup kita lebih sejahtera.” Oalaaah… ternyata temanku lebih cerdas.

Tapi bagi kita orang yang tinggal di Tanah Papua dan sekitarnya, cukuplah pepatah:

"Tidak ada rotan, akar pun jadi!”

“Tidak ada beras, singkong pun jadi!”

Karena Nenek moyang kami semenjak jaman dahulu mengajarkan kami untuk makan “akar”nya, bukan “rotan”nya. Sehingga tidak terlalu jadi masalah selama kasbi (singkong), petatas (ubi) dan keladi masih tersedia, jadi saran Ibu Menteri sangat kami apresiasi, hehe...

Kembali ke menu makan malam kami semalam, ini ibarat “Perjodohan Keltum (keladi tumbuk) dengan ikan asin atas prakarsa bunga papaya, mereka berpesta di antara kangkung dan merahnya sambal rica-rica”, menu sempurna bagi kami yang tinggal di Tanah Papua.

Selama pace dan mace masih mau bertanam kasbi, petatas dan keladi di tanah hitam Papua yang subur ini, kami merasa aman dan bisa makan sebanyak yang kami suka. Selama samudera terbentang luas dapat diarungi oleh saudara-saudara kami yang tinggal di pantai, maka selama itu pulalah kami akan bertahan. Kami bisa bertemu di pasar untuk saling mempertukarkan apa yang ada di gunung dengan yang diambil dari laut.

Kami sangat bahagia atas semua anugerah Tuhan yang kami terima karena kehidupan kami adalah perpaduan sempurna dari indahnya bumi nusantara, suburnya tanah bumi pertiwi, luasnya samudera biru yang dipertemukan oleh kreativitas anak-anak negeri ini. Maka “Perjodohan antara keladi tumbuk dengan ikan asin yang diprakarsai oleh daun papaya” lebih dari sekedar menu makan malam kami semalam. Ini adalah wujud dari keanekaragaman Nusantara dan solusi dari ketahanan pangan negeri ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun