Mohon tunggu...
afdillah_chudiel
afdillah_chudiel Mohon Tunggu... -

Sosiolog, Penulis Buku: "Sekolah Dibubarkan Saja!" kunjungi : http://afdillahchudiel.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bu Menteri Puan, Inilah Menu Makan Malam Kami yang di Papua....

9 Februari 2016   10:38 Diperbarui: 9 Februari 2016   14:44 3376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal perut memang tidak ada habisnya, Karena jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia yang luar biasa gila. Tahun 1960 jumlahnya hanya 100 juta jiwa, tetapi sakarang hampir 250 juta jiwa. Setiap yang lahir butuh makan, meskipun setiap hari juga ada yang meninggal. Menurut Bapak menteri Pertanian, idealnya stok beras di Indonesia harus mencapai 4 juta ton, dan Bapak Presiden malah menginginkan stok beras harusnya ada sebanyak 10 juta ton. Tapi apa daya, panggang masih jauh dari api, Stok beras nasional hanya tersedia 1,7 juta ton.

“Itu satu koma tujuh lho…. Bukan tujuh belas juta ton!”

Mungkin saja Ibu Menteri Puan sedikit panik melihat angka ketersediaan beras yang jauh dari standar ideal sehinga menyuruh kita semua mengurangi makan berujung pada olok-olok dari para netizen di media sosial. Kata teman saya yang lainnya, Ibu Menteri mungkin lagi apes saja. Maksudnya baik, tetapi tidak tersistematis sehingga yang keluar anjuran untuk mengurangi makan. Coba saja Ibu Menteri bilang, “Untuk menjadi sejahtera, Bapak-bapak dan Ibu-ibu harus belajar hidup sehat, sehingga tidak mudah sakit, kita juga harus olah raga dan mengurangi makan yang banyak sehingga penyakit-penyakit seperti diabetes, kolesterol bisa dicegah, kalau tidak sakit, kita lebih produktif, kita juga bisa menabung untuk biaya sekolah anak dan kebutuhan lainnya, jadi hidup kita lebih sejahtera.” Oalaaah… ternyata temanku lebih cerdas.

Tapi bagi kita orang yang tinggal di Tanah Papua dan sekitarnya, cukuplah pepatah:

"Tidak ada rotan, akar pun jadi!”

“Tidak ada beras, singkong pun jadi!”

Karena Nenek moyang kami semenjak jaman dahulu mengajarkan kami untuk makan “akar”nya, bukan “rotan”nya. Sehingga tidak terlalu jadi masalah selama kasbi (singkong), petatas (ubi) dan keladi masih tersedia, jadi saran Ibu Menteri sangat kami apresiasi, hehe...

Kembali ke menu makan malam kami semalam, ini ibarat “Perjodohan Keltum (keladi tumbuk) dengan ikan asin atas prakarsa bunga papaya, mereka berpesta di antara kangkung dan merahnya sambal rica-rica”, menu sempurna bagi kami yang tinggal di Tanah Papua.

Selama pace dan mace masih mau bertanam kasbi, petatas dan keladi di tanah hitam Papua yang subur ini, kami merasa aman dan bisa makan sebanyak yang kami suka. Selama samudera terbentang luas dapat diarungi oleh saudara-saudara kami yang tinggal di pantai, maka selama itu pulalah kami akan bertahan. Kami bisa bertemu di pasar untuk saling mempertukarkan apa yang ada di gunung dengan yang diambil dari laut.

Kami sangat bahagia atas semua anugerah Tuhan yang kami terima karena kehidupan kami adalah perpaduan sempurna dari indahnya bumi nusantara, suburnya tanah bumi pertiwi, luasnya samudera biru yang dipertemukan oleh kreativitas anak-anak negeri ini. Maka “Perjodohan antara keladi tumbuk dengan ikan asin yang diprakarsai oleh daun papaya” lebih dari sekedar menu makan malam kami semalam. Ini adalah wujud dari keanekaragaman Nusantara dan solusi dari ketahanan pangan negeri ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun