Â
Asia Tengah, yang dulunya menjadi ajang perebutan pengaruh antara berbagai kekuatan besar, mengalami pergeseran besar dalam peta geopolitiknya. Pasca Perang Dingin, Amerika Serikat sempat mendominasi kawasan ini. Namun, seiring dengan perubahan tatanan dunia, terutama pasca peristiwa 9/11 dan krisis keuangan global, Rusia dan China semakin agresif dalam memperluas pengaruhnya. Inisiatif 'Belt and Road' yang digagas oleh China, serta upaya dari Rusia untuk merevitalisasi organisasi regional, telah mengubah lanskap kerjasama mereka di Asia Tengah. Konflik di Ukraina juga semakin mempercepat proses ini, terutama dalam mendorong negara-negara Asia Tengah guna mencari keseimbangan dalam hubungannya dengan kekuatan-kekuatan yang besar (Widiastutie, 2024).
Dalam beberapa dekade terakhir, China telah tumbuh berkembang menjadi kekuatan ekonomi besar yang berdampak masif pada dinamika geopolitik dunia, terutama dalam sektor energi. Dengan populasi terbesar ke 2 yang dimiliki oleh China dan ekonomi kedua terbesar secara global, China telah menjadi negara konsumen energi terbesar, melampaui Amerika Serikat pada tahun 2009 (DDTCNews , 2024). Pertumbuhan ekonomi yang cepat, urbanisasi masif, dan peningkatan standar hidup masyarakat China mendorong kebutuhan energi dalam skala besar, terutama minyak dan gas alam.Â
Pada tahun 2023, China telah mencatatkan impor minyak rata-rata sebesar 11,28 juta barel per hari, dimana dalam hal tersebut membuatnya menjadi importir minyak terbesar di dunia (Aryanto, 2022). Ketergantungan ini menggambarkan bagaimana kebutuhan domestik China akan energi telah menciptakan dampak besar dalam pasar energi global. Untuk mengamankan pasokan energi yang stabil, pemerintah China telah mengembangkan berbagai strategi, termasuk investasi di luar negeri, pengembangan infrastruktur energi lintas negara, serta memperluas pengaruh geopolitiknya di negara-negara kaya sumber daya.Â
Akan tetapi, langkah-langkah yang telah diambil oleh China tidak terlepas dari konsekuensi yang didapat. Pendekatan agresif yang diambil dari China dalam upayanya memenuhi kebutuhan energinya kerap kali menimbulkan gesekan dengan negara-negara lain. Amerika Serikat, yang selama ini menjadi pemain dominan dalam pasar energi global, melihat upaya China sebagai ancaman terhadap kepentingan strategisnya. Persaingan antara kedua negara ini untuk mengamankan sumber daya energi telah memicu ketegangan geopolitik di berbagai wilayah, termasuk Timur Tengah, Afrika, Asia Tengah, dan Asia Tenggara.Â
Dimensi Geopolitik Â
Kebangkitan China dalam sektor energi global telah menimbulkan sejumlah dimensi geopolitik yang tidak hanya memengaruhi kawasan Asia Timur tetapi juga memberikan dampak yang berefek terhadap dunia yang lebih luas. Pertama, perubahan keseimbangan kekuatan global menjadi salah satu dampak utama. Pengaruh China yang semakin besar di negara-negara penghasil minyak dan gas telah menggeser dominasi yang sebelumnya dipegang oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Negara-negara seperti Iran, Rusia, dan beberapa negara di Afrika kini lebih sering melihat China sebagai mitra strategis dalam sektor energi, menciptakan peluang untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap Barat. Namun, pergeseran ini juga menimbulkan tantangan baru bagi tatanan dunia yang mulai bergeser menuju multipolaritas, dengan munculnya lebih banyak pemain utama dalam politik global (Sipayung, 2024).
Kedua, ketegangan di Laut China Selatan menjadi salah satu fokus utama dalam geopolitik energi di Asia Timur. Wilayah ini diketahui memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar, yang menjadi rebutan di antara banyak negara. Klaim teritorial China yang luas atas sebagian besar kawasan ini telah memicu ketegangan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Konflik yang muncul tidak hanya berkaitan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi, tetapi juga menyangkut penguasaan atas jalur pelayaran strategis yang merupakan rute utama perdagangan energi global. Ketegangan ini meningkatkan risiko konflik militer, sekaligus mengancam stabilitas ekonomi regional (A, 2024).Â
Ketiga, Belt and Road Initiative menjadi cara dari China guna memperluas pengaruhnya dalam sektor energi global. Melalui proyek ini, China tidak hanya mendorong ekspansi ekonominya tetapi juga memperkuat posisinya dalam geopolitik energi. Berbagai proyek infrastruktur seperti pembangunan pipa minyak dan gas lintas negara, pelabuhan strategis, dan fasilitas energi lainnya telah meningkatkan ketergantungan banyak negara pada dukungan yang diberikan kepada China. Namun, keberhasilan inisiatif ini juga disertai berbagai kekhawatiran internasional terkait potensi jebakan utang serta dominasi geopolitik jangka panjang yang mungkin muncul akibat investasi besar-besaran tersebut.Â
Keempat, diversifikasi sumber energi menjadi salah satu langkah strategis yang diambil oleh China untuk mengurangi ketergantungannya pada jalur laut yang rentan terhadap gangguan. China telah berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur energi darat, termasuk pipa minyak dan gas yang menghubungkannya dengan Rusia dan Asia Tengah. Langkah ini memberikan pasokan alternatif yang lebih stabil, sekaligus memperkuat keamanan energinya. Selain itu, diversifikasi ini turut mengubah dinamika geopolitik di kawasan Eurasia, mempererat hubungan China dengan negara-negara di kawasan tersebut (PT TCT, 2023).Â