Mohon tunggu...
Afandri Adya
Afandri Adya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Afandri Adya, penulis lepas yang juga aktif di dua organisasi nirlaba : SCALA Institute dan SCALA Foundation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dunia Maritim dan Pelayaran Orang Jawa

16 Mei 2013   09:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:30 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain sebagai pedagang, mereka juga banyak yang menjadi tukang kayu dan pembuat kapal. Albuquerque amat terkesan dengan keahlian pertukangan orang Jawa di Malaka. Sehingga dia membawa 60 tukang kayu Jawa yang cekatan ke India, untuk membantunya memperbaiki kapal-kapal Portugis disana. Ketika pelaut Malaka, Nina Chetu melakukan pelayaran ke Pegu, Pasai, dan India Selatan pada 1512-1513, orang Jawa juga merupakan mayoritas awak kapalnya.

Di Malaka, Patih Harun dan Patih Elias yang diduga berasal dari Jawa, memiliki peran yang cukup penting dalam penyusunan Undang-undang Laut Malaka. Undang-undang ini menyusun aturan pelayaran dan perniagaan Kerajaan Malaka. Selain kedua patih tersebut, pelaut Jawa lainnya yang cukup kesohor adalah Patih Yunus (Dipati Unus) dari Jepara. Ia menyerang Malaka yang baru saja direbut Portugis, pada bulan Januari 1513. Dalam penyerangan itu, ia mengirim 35 jung besar berbobot 500 ton, dan juga 70 kapal kecil lainnya serta kapal-kapal besar bersenjata lengkap. Namun kapal-kapal itu dengan mudahnya dipatahkan oleh Angkatan Laut Portugis, dan hanya menyisakan satu jung raksasa berbobot 1.000 ton yang berhasil kembali ke Jepara.

Kegagalan dalam pertempuran ini, lebih dikarenakan kurang lincahnya jung-jung Jawa dalam menghadapi kapal-kapal Portugis. Namun demikian hal ini telah memberikan pelajaran kepada mereka untuk segera membuat kapal yang lebih kecil namun lincah. Dalam tempo satu abad, Jawa telah meninggalkan kebiasaan membuat kapal-kapal bertonase besar. Hal ini sesuai dengan laporan Belanda pada abad ke-16, yang tak lagi menemukan kapal-kapal Jawa berbadan bongsor. Laporan Belanda yang muncul kemudian memperkirakan, bahwa kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan Jawa Timur hanya memiliki bobot antara 10-200 ton.

Kemunduran Maritim Jawa

Kemunduran dunia kemaritiman Jawa, sebenarnya lebih disebabkan oleh faktor-faktor internal. Mengecilnya ukuran kapal-kapal Jawa yang berlayar ke seberang lautan, secara otomatis akan mengurangi barang-barang yang bisa mereka perjualbelikan. Hal ini tentu berakibat kalahnya mereka dalam persaingan dengan pemain-pemain lain, seperti Aceh, Makassar, dan VOC Belanda. Selain bersaing dengan kerajaan luar, antara kota-kota pelabuhan tersebut-pun juga terjadi rivalitas yang amat tajam.

Keadaan ini semakin diperparah oleh Kesultanan Mataram di pedalaman. Raja-raja Mataram yang terkenal bengis dan otoriter itu, tak memperkenankan orang-orang pesisir untuk berdagang dengan dunia luar. Dengan menguatnya kedudukan politik Mataram di tanah Jawa, maka mereka hendak pula memonopoli perdagangan. Untuk merealisasikan keinginannya itu, Mataram segera menghancurkan kota-kota niaga di pesisir. Berturut-turut adalah Lasem (1616), Tuban (1619), Gresik (1623), dan Surabaya (1625). Sedangkan Jepara yang tetap mempertahankan loyalitasnya kepada Sultan Agung, diserang oleh VOC pada tahun 1628-29, tanpa ada pembelaan dari Mataram. Yang lebih gilanya lagi, penerus Sultan Agung : Amangkurat I, menutup semua pelabuhan dan memerintahkan penghancuran terhadap semua kapal. Kombinasi antara tekanan maritim VOC dan kecurigaan Mataram terhadap masyarakat pesisir, menyebabkan menurunnya dunia kemaritiman masyarakat Jawa.

Dengan ditutupnya pelabuhan-pelabuhan di pesisir utara, maka pada pertengahan abad ke-17 terjadi eksodus besar-besaran pelaut Jawa (termasuk orang-orang keturunan Arab dan Tionghoa) ke seantero Nusantara. Di berbagai tempat mereka segera berbaur, berkawin campur, dan mengidentifikasikan dirinya sebagai "orang Melayu". Saudagar-saudagar yang lebih besar, pindah ke pelabuhan yang dianggap bisa melindungi kepentingan mereka, seperti Banten, Makassar, Malaka, Aceh, Palembang, dan Banjarmasin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun