Maka dari itu, banyak pedagang yang menjerit. Bagaimana tidak, pengelola membebankan biaya sewa sebesar 10 juta rupiah per lapak setiap bulannya.Â
"Banyak pedagang yang menjerit karena tidak sanggup bayar, Mas. Sudah pengunjungnya sepi, harga sewanya malah mahal. Harusnya dari pengelola memberikan keringanan atau gimana gitu, biar kita para pedagang tidak terlalu keberatan mikir sewa lapak setiap bulannya, Mas. Terus kasihan juga mereka yang modal usahanya dari hutang, setiap bulan harus mikirin cicilannya," kata Ibu Ismi.
Biaya sewa yang mahal menyebabkan harga makanan di rest area juga ikut mahal. Selain para pedagang harus memikirkaan biaya sewa yang mahal, beberapa pedagang juga harus memikirkan gaji untuk karyawannya yang harus dibayar.
"Pendapatan saya berdagang yang awalnya sehari dapat sekitar 2 juta rupiah, sekarang paling cuma Rp 250 ribu per hari. Belum buat sewa lapak, belanja, sama bayar karyawan. Walaupun gaji karyawan disini rata-rata cuma 1 juta, tapi itu juga harus dipikir," tambahnya.
Kendati demikian, Ibu Ismi berharap pandemi bisa cepat selesai dan beliau bersama pelaku UMKM lainya dapat melanjutkan usahanya seperti sedia kala. Dengan demikian, para pedagang di rest area dapat memenuhi kebutuhan keluarganya tanpa harus pusing memikirkan biaya sewa setiap bulanya.
Ibu Ismi berpesan kepada para pelaku UMKM lainya untuk terus bertahan dan bangkit dari pandemi ini serta tidak putus asa akan keadaan. Beliau meyakini bahwa rezeki sudah ada yang mengatur, kita hanya dapat berusaha, bertawakal, serta mensyukuri apa yang ada dan kita jalani sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H