Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), menandatangani Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Namun banyak berita beredar di media sosial yang seolah-olah menggiring beropini bahwa Presiden menandatangani Perturan Presiden (Perpres) mengenai pengesahan minuman keras, sehingga menimbulkan kegaduhan dikalangan masyarakat.
Salah satu tokoh yang menyebarkan informasi distorsi itu adalah tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto. Padahal disisi lain, Ismail tidak mempersoalkan kebijakan dari Gubernur Anies Baswedan tentang kepemilikan saham Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam PT Delta Djakarta Tbk yang memproduksi bir Heineken, hal ini menjadi sesuatu yang aneh menurut pengamat politik.
Isi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2021 sebenarnya mengatur investasi dari berbagai bidang usaha yang ada di Indonesia.Namun, Ismail Yusanto malah menyebarkan berita yang menggiring opini seolah-olah Presiden menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pengesahan minuman keras
Padahal, sebenarnya dalam Peraturan Pesiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2021 tersebut ada pembatasan industri minuman keras dengan menerapkan aturan yang sangat ketat dan dalam hal ini hanya ada empat daerah yang diperbolehkan untuk penanaman modal pada industri minuman keras, yakini Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua
Berikut beberapa persyaratan ketat yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha yang ingin berinvestasi industri minuman keras, yaitu :
1. Pelaku usaha hanya diperbolehkan berinvestasi di empat daerah, yaitu : Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua.
2. Penanaman Modal diluar ke empoat daerah tersebut, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur setempat.
3. Penanam Modal investor asing hanya dapat melakukan kegiatan usaha pada Usaha Besar dengan nilai investasi lebih dari Rp 10 miliar di luar nilai tanah dan bangunan.
4. Pelaku usaha yang terlibat harus memperhatikan budaya dan kearifan daerah setempat.
5. Memiliki, Jaringan distribusi dan tempat khusus.
Selain itu terdapat beberapa fakta soal aturan minuman keras, antara lain :
1. Tidak ada Peratutran Presiden (Pepres) yang berjudul Perpres Miras. Namun, yang ada dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 adalah tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
2. Peraturan Presiden (Perpres) tersebut hanya mengatur soal investasi minol untuk daerah tertentu, bukan legalisasi atas minuman keras atau pembebasan perdagangan minuman keras (miras).
3. Perdagangan Minol diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Minuman Beralkohol ("Perpres no 72/2013"). Perpes tersebut tetap ada dan tetap berlaku.
4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
5. Industri Minuman berakohol sama dengan industry rokok. Yang mana menyumbang pajak dan digunakan oleh negara untuk kepentingan masyarakat Indonesia, termasuk kesehatan, pendidikan dan pembangunan infrastruktur.
6. Perdagangan Minol tidak bisa dijual bebas, penjualannya hanya terbatas dan diawasi oleh negara.
Menurut Kebijakan Publik, Agus Pambagio, Peraturan Presiden yang melegalkan investasi minuman keras berpotensi menarik masuknya modal asing ke Indonesia. Menurutnya, Perpres tersebut sudah sesuai dengan budaya dan kearifan lokal terutama di daerah yang memiliki banyak wisatawan mancanegara dalam jumlah besar. "Peraturan Presiden ini sudah sesuai dengan kearifan lokal dan melibatkan tenaga kerja yang dalam jumlah yang besar. Seperti Sababay Winery di Bali. Itu sudah kelas dunia. Kalau ditutup, investor tidak mau datang," kata Agus di Jakarta, Minggu (28/2).
Ia mengatakan, Kebijakan yang digunakan untuk memudahkan investasi asing ini secara tidak langsung bisa membantu meningkatkan pendapatan bagi masyarakan sekitar di daerah pariwisata serta mendorong perekonomian yang lesu akibat dari pandemi COVID-19 ini. "Pemerintah mau meningkatkan pariwisata. Tetapi, kalau tidak ada miras, tidak akan ada turis yang datang," ujarnya.
Meskipun demikian, banyak juga pihak yang menolak usulan tersebut seperti Nahdlatul Ulama (NU). Â Melalui Ketua Umum PBNU, KH, Said Aqil Sirodj menegaskan bahwa Agama Islam jelas-jelas mengharamkan minuman keras, karena menimbulkan banyak mudharat. Seperti dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 195 tentang pengharaman minuman keras.
"Kita sangat tidak setuju dengan perpres terkait investasi miras. Dalam Alquran dinyatakan, 'dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan'," tutur Said Aqil Siradj kepada wartawan, Senin (1/3).Â
Beliau mengatakan, seharusnya kebijakan pemerintah harus bisa mendatangkan kemaslahatan bagi umat, sebagaimana kaidah fiqih tasharruful imam 'alar ra'iyyah manuthun bil maslahah. Artinya, kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat.
"Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik," ucapnya.
Oleh karena itu, menurutnya, melihat bahaya sebagai dampak negatif dari miras ini harus dicegah dan tidak ada toleransi.
Tak berbeda jauh dengan NU. Muhammadiyah menolak terkait Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti, pemerintah diharapkan mendengarkan aspirasi masyarakat. Utamanya umat Islam yang keberatan dengan adanya perpres tersebut.
"Pemerintah sebaiknya bersikap arif dan bijaksana serta mendengar arus aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam yang berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 10/2021 tentang produksi dan distribusi minuman keras," kata Abdul Mu'ti, Senin (1/3).
Abdul Mu'ti juga meminta kepada pemerintah agar tidak hanya mempertimbangkan soal aspek ekonomi semata hingga mengeluarkan Perpres tentang minuman beralkohol itu. Sebab, faktor kesehatan, sosial, dan moralitas bangsa juga harus dipertimbangkan.
"Sebaiknya pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja, tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa," tuturnyaÂ
Atas dasar penolakan dari berbagai pihak tersebut. Akhirnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, memutuskan mencabut lampiran perpres khusus yang terkait investasi minuman keras beralkohol tanpa catatan atau pengecualian.Â
"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama, MUI, NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," paparnya dalam siaran langsung di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (2/3).
"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," demikian Joko Widodo menutup pidatonya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H