Mohon tunggu...
Aqiella Fadia Rizqi
Aqiella Fadia Rizqi Mohon Tunggu... Freelancer - Imperfect Zero Waste Fighter

Bumi, yang kuat ya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sahabatku, "Kalian" Itu Bukan Suatu Kesalahan

23 Oktober 2020   23:58 Diperbarui: 24 Oktober 2020   00:20 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto pertama kita bersama (dokpri)

Zila dan Qila yang dahulu satu SMP ternyata masuk SMA yang sama. Dulu bisa dibilang hanya kenal, tidak berteman. Namun karena merasa 'jodoh' (sekolahnya sama lagi) akhirnya bersamalah.. Masing-masing orang tua juga agak lega karena anaknya sudah punya teman di awal pendaftaran sekolah. Setidaknya tidak perlu adaptasi berlebihan jika kelak jadi teman se kamar.

Dinyatakan lolos, lantas keduanya sepakat mukim bersama. Bahkan ketika satu tidak betah dengan pondok A, yang lain akan turut menyusul pindah pondok/asrama. Jurusan yang sama membuat mereka makin dekat lagi. Biasa belajar bersama, kan. 

Meski bertetangga kelas, Zila tidak tahu banyak aktivitas non akademik Qila. Qila suka seseorang yang dahulu bersebelahan dengannya saat ujian masuk. Tahun pertama mereka satu kelas. Betapa bahagianya Qila, "perasaan yang dipendam akan sering tersiram" batinnya. Zila tidak akan tahu jika Qila tidak menceritakan semuanya.

Tahun kedua, ternyata mereka berada di kelas yang sama. Qila dan lelaki idamannya, juga Zila. Asyik.  "Zila akan melihat sendiri, selama ini Qila tidak melebih-lebihkan tentang si dia". Lelaki itu memang pintar dan ramah. Teman ngobrol yang sangat menyenangkan. 

Entah bagaimana awalnya, Zila, satu teman perempuan, sang lelaki, dan dua lainnya menjadi makin akrab tiap harinya. "Nyatanya memang referensi Zila dalam hampir setiap obrolan lebih banyak dan mengesankan daripada Qila" Qila sadar dan maklum.

Mereka berlima bahkan nampak seperti 'kelompok belajar' yang ideal. Saling memahami satu sama lain. Kadang untuk beberapa kesulitan, hanya empat orang yang lain-lah yang bisa menolong. Tidak heran mereka menyebut diri sebagai 'sahabat'. Kembali ke kutipan di atas tadi. 

Lelaki itu menyukai Zila. Kebimbangan yang cukup berat menderanya. Sebab nyaman yang dirasakan selama ini, ingin hati menjawab "Iya" secepat mungkin. Namun keberadaan Qila yang jauh lebih awal bersamainya, Zila tidak kuasa untuk mengambil sikap.

Sempat Qila terbersit, "Zila jahat banget sama aku".

Tapi jika dipikir lebih dalam, Qila tidak bisa hadir sebagai 'teman yang asyik' bagi sang lelaki. Tidak bisa selalu ada, saat dibutuhkan segera. Juga dalam hati yang paling dalam, Zila memang orang baik. Qila bisa apa?

Bahkan Qila yang 24 jam non stop berada dekat dengan Zila, harus mengikhlaskan sosok yang dikaguminya bersama teman lamanya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun