Mohon tunggu...
Aqiella Fadia Rizqi
Aqiella Fadia Rizqi Mohon Tunggu... Freelancer - Imperfect Zero Waste Fighter

Bumi, yang kuat ya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkaca dari Film: Apa Aku Juga sedang Menyakiti Diriku?

14 Oktober 2020   23:33 Diperbarui: 14 Oktober 2020   23:59 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entahlah ini akan masuk kategori artikel hiburan (review film) atau seputar tema #WorldMentalHealthDay yang dirayakan pada 10 Oktober tiap tahun oleh masyarakat dunia. Tapii aku ingatkan.. Spoiler Alert!!

Sebuah kebetulan, dua hari setelah perayaan Hari Kesehatan Mental Dunia adalah ulang tahun seseorang istimewa yang sangat sulit aku lupakan -maaf curhat dikit. Dia terlihat bahagia dengan pasangannya, setidaknya itu yang terlihat dari feed instagram mereka. "ikut bahagia, Nang :)"

Kebiasaan 'gila nonton'ku pun seperti ajang perayaan juga. Padat. Aku scroll up-down-up-down layar Iflix yang menampilkan poster film maupun series koleksi terbaiknya. Bahkan beberapa kali aku buka menu 'daftar tonton' berharap masih ada drama atau film pilihan yang belum kutonton. Sayang aku ternyata lebih rajin dari yang kukira. (Andai gairah nontonku berbanding lurus dengan semangat nykripsi, pasti aku sudah lulus bulan Agustus kemarin).

Tidak ada satupun daftar tonton yang belum kuputar. Coba random aja wes. Sampailah aku membaca sebuah judul yang cukup spesial bagiku, The Day After Valentine's yang rilis tahun 2018 lalu. Sangat menarik, sebab hari setelah valentine adalah ulang tahunku ^-^ yeay. Hanya dengan pertimbangan 'spesial' ini aku akhirnya merampungkan video berdurasi 107 menit itu dengan ekspresi yang ..."mana adegan romantisnya???"

Berekspektasi tayangan penuh keromantisan untuk film bergenre Drama-Romance bukan sepenuhnya benar. Sebab bahkan aku tidak membaca sinopsisnya.

Kesan awal: terasa 'berbeda atmosfer' tontonan

Inii film Barat bukan sih? pakenya bahasa Inggris.. tapi bukan deng. Ada kata-kata yang bukan bahasa Inggris juga kok. Logatnya tidak cukup familiar di telinga. Sungguh menyebalkannya aku! Padahal film garapan Jason Paul Laxamana ini masih berasal dari satu kawasan yang sama, Asia Tenggara, it's Filipina. Bisa-bisanya gak tahu.

Kalau boleh jujur juga. Karena hampir tiap hari aku nonton drama Korea/China, anime Jepang (sesuai yang tersedia di Iflix(+WeTV) dan koleksi teman) juga film-film mainstream hollywood. Rasanya looks pemain TDAV bukan termasuk standar aktor yang akan kufavoritkan. Yaa kalau kata kak Riyan Singgih Nasution "Aquarius adalah pemerhati penampilan dan dijadikan sebagai prioritas utama"

sumber : https://www.popcorn.app/sg/the-day-after-valentines/movie/9241
sumber : https://www.popcorn.app/sg/the-day-after-valentines/movie/9241
Tapi ternyata aku salah. Tampang yang terlihat memang menyesuaikan karakter

Leilani Murphy (Bela Padilla) tanpa sengaja berjumpa Kaimana (JC Santos) karena ia lupa membalik tanda 'Open' di toko pakaian yang ia jaga. Lani lembur malam karena sedang melakukan pekerjaan sampingan, ia menyebutnya "mengerjakan PR anak SMA yang malas". Sedangkan Kai datang untuk membeli manset tangan yang ternyata digunakannya untuk menutupi lengan kanan bagian atas yang penuh bekas luka.

Oke, ini bukan sebatas kisah sejoli setelah perayaan valentine

"Apakah Kai seorang mafia/gengster? Apa dia buronan? akankah Lani dalam bahaya? dsb" dengan bekas luka dan rambut gondrong itu memunculkan beragam asumsi yang berputar di kepalaku. Hampir semua negatif.

"Jangan mudah berasumsi. Berasumsi itu berbahaya"

Seperti membaca pikiran penonton sepertiku, Lani dan Kai mengucapkan dialog tersebut -dalam kondisi yang berbeda.

Kai menyakiti dirinya sendiri

sumber : trailer
sumber : trailer

Baca : Self-Injury, Gangguan Psikologis Menyakiti Diri Sendiri

Luka-luka itu hasil sayatan tangan kirinya sendiri. Tau karena apa? Yess a girl. Cewek yang bahkan karenanya Kai harus berdebat keras dengan ibunya dan tinggal berjauhan dengan keluarganya. Kai seorang turis yang memperpanjang visanya hanya demi gadis itu. Lani sangat peduli. Bahkan bersedia hadir menemani Kai untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaan buruk Kai itu.

Lani berhasil menemukan cara terbaik agar Kai dapat melupakan perasaannya terhadap gadis itu dan menghentikan kebiasaan sayat-menyayat. Itu sebabnya Lani dijuluki 'Tukang Reparasi'. Di waktu yang sama, Kai yakin untuk kembali ke keluarganya di Hawaii -mau tidak mau sih.. kan visanya udah mau abis. Bahkan si tukang reparasi menemani Kai pulang. Berjaga jika terjadi kemungkinan terburuk dan akan sedalam apa Kai melukai dirinya.

Betapa beruntungnya jika kita punya seorang Lani di antara teman-teman kita

Akan berakhir bahagia dengan bersatunya mereka?

Oh jangan senang dulu kawan. Kita baru fokus dengan kehidupan satu tokoh. Sejak pertengahan film memang terlihat Lani terlihat sebatang kara mencoba segala hal untuk menghidupi dirinya sendiri. Padahal ia menerima telepon dari adik dan bahkan ibunya pun merindukannya.

Sebelum sampai pada plot twistnya, aku merasa bangga karena tebakanku benar.

Jujur aku mengalaminya juga. Kekerasan di masa kecil.

Bedanya, tidak tampak bekas apapun di diriku karena kekerasan verbal yang biasa aku terima. Lani? Bahkan setelah dewasa pun seluruh punggungnya  tetap berhiaskan bekas luka sabetan -semacam-cambuk yang diberikan ayahnya di masa kecil. 

Ibu, adik, dan bibinya tahu. Tapi mereka tidak berdaya. Bagi Lani mereka semua lebih takut 'lapar' daripada menyelamatkan dirinya. Sehingga yang mereka lakukan hanyalah berdoa. Dan ya, Lani tetap kesakitan -hingga entah ia yang berhasil kabur duluan atau karena ayahnya yang sudah meninggal. Inilah sebabnya Lani hidup sendiri dengan perasaan amat membenci keluarganya.

Kai : "Tak bisakah kau memaafkannya?"

Lani : "Dia tidak meminta maaf"

"Permintaan maaf tidak perlu diminta. Itu bertujuan membebaskanmu, bukan orang yang menyakitimu"

Di sini Kai dan Lani memiliki pandangan berseberangan akan 'kebebasan'. Ruang fana tanpa kehadiran keluarga yang sangat kau benci, itulah kebebasan Lani.  Padahal ia sedang dikurung oleh amarah dan benci yang tanpa ia sadari merusak dirinya sendiri.

Bagiku pribadi, sangat mungkin kita menjadi seorang Lani yang membantu Kai untuk teman-teman kita. Membimbing mereka menyelesaikan 'luka'nya. Tapi entah sadar atau tidak, Lani bahkan tidak 'selesai' dengan lukanya sendiri.

Mungkinkah kita juga?

Sepertinya aku sedang merasa demikian.

Aku pergi ke psikolog satu kali. Entah denial atau bagaimana. Seperti apapun kondisinya,

"Tidak ada orang yang mau mengatakan dirinya sedang tidak baik-baik saja"

Jadi, "Aku baik-baik saja"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun