Mohon tunggu...
Ahmad Fadhil Imran
Ahmad Fadhil Imran Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jauh

31 Januari 2017   16:51 Diperbarui: 31 Januari 2017   18:42 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sunyi berbunyi sepi menepi,

Lara dimakan bara, sendiri ditelan hari.

Kubertanya, dia pun kembali bertanya

Harap kejujuran terlontar dari bibirnya,

Ajaib, bibirnya kecil tapi mencibir,

Hatiku semakin terselir.

Saat kelam jadi temaram, beranjak meremang

Kukirim sajak syahdu tapi tak merdu,

Kala malam berganti pagi, ketika jiwa dielus mudanya mentari

Dalam sajak abadi, tersampaikan pesan untuknya setiap hari.

Ketika rasa berat menyapa,

Salam terkirim selalu entah berapa,

Jarak melampaui batas tak mengapa,

Syukurku, Luka duka telah terlupa.

Ahmad Fadhil Imran,

Makassar, 31-01-2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun