Akan tetapi jadi buzzer kadang tak mendapatkan bayaran sebesar yang dibayangkan orang. Ada agensi lain yang menawarkan fee sebesar 900.000 rupiah tapi tugasnya untuk mengiklankan suatu partai di medsos selama 9 bulan, setiap hari dan berturut-turut. Bayarannya jadi kecil banget.
Dianggap Plin-Plan
Daku yang sudah jadi buzzer selama beberapa tahun, pernah melihat sendiri di masa kampanye Pemilu tahun 2019 lalu. Ada seorang buzzerp dan dia ikut campaign di agensi A, untuk mendukung calon presiden A. Namun beberapa hari kemudian dia tergiur bujuk-rayu agensi B untuk mendukung calon presiden B. Gara-gara dia akhirnya buzzerp dianggap sebagai orang yang plin-plan dan jadi pendukung calon mana saja asalkan dibayar.
Di-unfollow Banyak Orang
Pemilu belum dimulai, masa kampanye belum dicanangkan oleh KPU. Namun sudah ada beberapa kontak di Twitter yang dengan tegas akan meng-unfollow siapapun yang jadi buzzer. Penyebabnya karena dia alergi dengan berita politik di media sosial.
Ada lagi seorang kawan blogger yang kehilangan banyak teman di FB karena dia mengunggah foto dengan politisi tertentu. Dia dianggap sebagai buzzerp dan akhirnya di-unfriend karena pilihan politiknya beda jauh. Sungguh daku heran terhadap fenomena ini karena kita kan hidup di negara demokrasi, di mana perbedaan itu adalah hal yang biasa.
Jadi gimana, masih pengen jadi buzzer? Enggak semua buzzer itu jahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H