Siapa yang pengen jadi buzzer? Bagi klean yang belum paham, buzzer adalah pekerjaan yang dilakukan di internet. Tugasnya menggaungkan sesuatu, biasanya menaikkan tagar / tanda pagar (hashtag) di media sosial agar menjadi trending topic. Ada juga buzzer yang dibayar untuk balas komentar netizen.
Sebenarnya job description buzzer beda tipis dengan influencer di media sosial karena tugasnya sama-sama mempromosikan suatu brand. Namun bedanya buzzer lebih sering bekerja di X (Twitter) dan Instagram dan bekerja dengan kata-kata. Sedangkan seleb medsos kalau gak di Instagram ya di Tiktok, dan meng-influence netizen secara visual. Buzzer juga bekerja lebih spesifik karena mereka mencitrakan seseorang (atau perusahaan) dengan image positif.
Sayangnya 2024 (tahun politik) profesi buzzer dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan, bahkan barbar. Buzzer seolah-olah identik dengan profesi penjahat yang hanya bisa melakukan black campaign ketika Pemilu berlangsung. Sungguh ada banyak derita buzzer, padahal mereka hanya manusia biasa.
Dikira Buzzerp
Dari pengalaman Pemilu tahun 2014 dan 2019 serangan buzzer politik (buzzerp) memang begitu hebatnya. Â Akan tetapi klean wajib tahu kalau ada beberapa jenis buzzer dan sedihnya mereka yang biasanya mempromosikan brand di medsos jadi disamaratakan dengan buzzer politik. Buzzer dianggap sebagai profesi yang 'seram' karena suka menyerang orang lain, apalagi yang pilihan politiknya tidak sama.
Padahal seperti namanya (penggaung) tugas buzzer itu tidak hanya di bidang politik. Tapi juga di bidang lain seperti marketing. Buzzer yang ini jadi kena getahnya karena dianggap sebagai virus jahat.
Tergoda Job Buzzerp
Sebagai manusia yang butuh beli beras (yang harganya sedang naik-naik ke puncak gunung) seorang buzzer kadang tergoda untuk mengambil pekerjaan di bidang politik alias jadi buzzerp. Coba bayangin, ada satu agensi yang menawarkan fee sebesar 110.000 rupiah dan tugasnya hanya 1 kali posting video untuk mendukung suatu partai, dan diunggah di media sosial. Lagi-lagi UUD aliasÂ
ujung-ujungnya duit.
Bayaran Kadang Tak Sebesar Itu
Akan tetapi jadi buzzer kadang tak mendapatkan bayaran sebesar yang dibayangkan orang. Ada agensi lain yang menawarkan fee sebesar 900.000 rupiah tapi tugasnya untuk mengiklankan suatu partai di medsos selama 9 bulan, setiap hari dan berturut-turut. Bayarannya jadi kecil banget.
Dianggap Plin-Plan
Daku yang sudah jadi buzzer selama beberapa tahun, pernah melihat sendiri di masa kampanye Pemilu tahun 2019 lalu. Ada seorang buzzerp dan dia ikut campaign di agensi A, untuk mendukung calon presiden A. Namun beberapa hari kemudian dia tergiur bujuk-rayu agensi B untuk mendukung calon presiden B. Gara-gara dia akhirnya buzzerp dianggap sebagai orang yang plin-plan dan jadi pendukung calon mana saja asalkan dibayar.
Di-unfollow Banyak Orang
Pemilu belum dimulai, masa kampanye belum dicanangkan oleh KPU. Namun sudah ada beberapa kontak di Twitter yang dengan tegas akan meng-unfollow siapapun yang jadi buzzer. Penyebabnya karena dia alergi dengan berita politik di media sosial.
Ada lagi seorang kawan blogger yang kehilangan banyak teman di FB karena dia mengunggah foto dengan politisi tertentu. Dia dianggap sebagai buzzerp dan akhirnya di-unfriend karena pilihan politiknya beda jauh. Sungguh daku heran terhadap fenomena ini karena kita kan hidup di negara demokrasi, di mana perbedaan itu adalah hal yang biasa.
Jadi gimana, masih pengen jadi buzzer? Enggak semua buzzer itu jahat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI