Well, bisa dibilang buku dan seriesnya saling mendukung. Kalau mau tahu cerita lengkap mengenai Pak Idroes, baca bukunya dulu baru nonton. Namun tetap saja ada perbedaan dengan di seris Gadis Kretek.
Pertama, di versi buku, Jeng Yah berhasil membuat saus rokok yang enak, baru bertemu Raya. Sedangkan di versi series sebaliknya. Kedua, di versi buku, Jeng Yah memukul Raya dengan lampu kerosene. Sedangkan di series, Raya dipukul dengan vas bunga.
Kemudian di versi series lebih ditekankan ke gejolak hati Jeng Yah dan cita-citanya dalam mengembangkan usaha kretek sang ayah. Juga ada tambahan cerita cinta antara Arum dan Lebas.
Terlepas dari perbedaan antara series dan bukunya, daku memuji effort dari seluruh kru, sutradara, dan pemain di Gadis Kretek. Aktingnya bagus, terutama Putri Marino yang berhasil medok dan njawani. Pujian juga patut diberi ke Ibu Tutie Kirana yang memerankan Purwanti, yang cantik dan anggun di usianya.
Kemudian settingnya juga benar-benar mencerminkan tahun tersebut. Apalagi kostumnya juga digarap dengan sangat detail. Salut!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H