Gara-gara korona, kita ganti salaman kita. Gara-gara koron, jadi sering cuci tangan. Penggalan lirik lagu Project Pop, yang merupakan gubahan dari lirik lagu "Gara-gara Kahitna" kurang lebih sama maknanya dengan pesan yang sering disampaikan pemerintah atau juga pihak lainnya, yaitu jaga jarak (pshycal distancing) dan sering cuci tangan pakai sabun.
Pesan yang ingin dicapai adalah bagaimana manusia tetap menjalin silaturahmi atau hubungan sosial, tetapi tetap menjaga jarak, mengganti salaman dengan bahasa simbol yang maknanya kurang lebih sama dengan salaman.
Jika biasanya bersalaman itu dengan bersentuhan tangan erat-erat, bahkan berujung pelukan, sekarang ini cukup dengan salaman jarak jauh, seperti menganggukan kepala, adu kepal tangan pertanda persahabatan, dan salam khas Idul Fitri yang muncul dalam berbagai ucapan, serta simbol lainnya yang menunjukkan simbol permohonan maaf, rasa hormat dan salam persahabatan.
Ketika mengganti salaman dengan simbol lain yang mungkin saja asing atau kurang familiar dalam keseharian kita, apakah makna silaturahmi itu berkurang?
Tentu sangat bergantung dari cara kita memaknai dan cara kita menyadari kondisi Bangsa Indonesia, bahkan dunia saat ini dan bagaimana kita bisa beradaptasi dengan situasi terkini, di mana hampir seluruh dunia sudah terpapar virus korona.
Sebagian dari kita khawatir ketika bertemu atau bersentuhan dengan tetangga, teman, bahkan dengan saudara sendiri. Bukan hanya khawatir tertular virus korona, tetapi juga khawatir menularkan virus mematikan tersebut.
Karena saat ini, kita tidak pernah mengetahui seperti apa kondisi kesehatan teman, saudara dan tetangga kita, bahkan kondisi kesehatan kita sendiri, sebelum dites melalui PCR (polymerase chain reaction).
Kita memang sudah dikenalkan ciri-ciri klinis masyarakat yang terserang virus korona, tetapi banyak juga masyarakat yang tidak memiliki gejala apa pun sebelumnya alias OTG, ternyata dinyatakan positif korona.
Salam-salaman pada setiap momentum Idul Fitri, acara pernikahan atau saat bertemu dengan teman, saudara dan lain-lain sudah merupakan kebiasaan kita sejak lama. Rasanya, silaturahim secara langsung tidak lengkap tanpa salaman.
Salaman pada saat menyambut hari raya Idul Fitri atau Idul Adha biasa dimulai sejak selesai melaksanakan salat. Makanya tidak heran, sejak selesai Salat Id, setiap umat muslim yang bertemu sesamanya terbiasa bersalam-salaman sebagai simbol saling memaaf-maafkan. Masyarakat bahkan sengaja berkeliling menemui sanak familinya untuk bersilaturahmi.
Begitupun saat menghadiri acara pernikahan, kita sebagai undangan atau saudara terbiasa menyalami pengantin dan keluarga untuk mengucapkan selamat.
Salaman dalam istilah komunikasi merupakan bagian dari cara manusia melakukan komunikasi, lebih tepatnya komunikasi nonverbal. Fungsi komunikasi nonverbal, seperti salaman, rangkulan, tepukan pundak, menggelengkan kepala, menundukan kepala, dan lain-lain, kurang lebih sama dengan komunikasi verbal.
Salaman atau pegangan tangan termasuk dalam kategori komunikasi nonverbal berupa sentuhan. Menurut Dedi Mulyana dalam Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar (edisi revisi 2017) sentuhan bisa berupa tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan (jabat tangan), rabaan, hingga sentuhan lembut sekilas.
Semua bentuk komunikasi nonverbal tersebut memiliki makna yang berbeda. Makna salaman atau berjabat tangan, masih menurut Dedi Mulyana, bisa berbeda, bergantung dari konteksnya.
Jabatan tangan kepada kawan lama bisa berarti "Saya senang bisa bertemu kamu lagi", salaman kepada teman sejawat yang baru lulus S2 atau S3 di luar negeri "Selamat atas keberhasilan Anda" atau salaman dengan tetangga yang kita kunjungi saat Lebaran maknya adalah "Marilah kita saling memaafkan dan melupakan kesalahpahaman yang pernah terjadi di antara kita".
Di era digital sekarang ini, ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menyampaikan pesan saling memaafkan, seperti dengan mengucapkan selamat Idul Fitri melalui media sosial, melalui media televisi, media cetak dan saluran (chanel) lain yang sekiranya efektif untuk menyampaikan pesan maaf-maafan tersebut.
Dan memang begitu akan memasuki akhir Ramadan, pesan Idul Fitri mendominasi jagat maya. Ada yang menyampaikan pesan Idul Fitri melalui grup media sosial dan ada juga yang disampaikan secara pribadi.
Kalau pun ingin tetap menyampaikan permintaan maaf secara langsung, bisa juga dengan mengubah cara bersalaman. Jika dalam kondisi normal, kita biasa pegangan tangan, bahkan rangkulan, dalam kondisi pandemi korona sekarang ini, bisa juga mengganti dengan salaman berjarak atau tanpa bersentuhan. Kalaupun bertentuhan, tidak menggunakan bagian tangan yang biasa langsung bersentuhan dengan rongga tubuh.Â
Untuk mencairkan suasana silaturahmi, kita bisa menyampaikan prolog supaya antara satu dengan yang lainnya tidak saling menyinggung. Misalnya dengan menyampaikan "salam anti korona" atau pernyataan lain yang menunjukkan bahwa sekarang ini  kondisinya berbeda. Cara lainnya adalah dengan menyampaikan permintaan maaf melalui komunikasi verbal.
Saat menghadiri acara pernikahan, kita juga bisa mengucapkan selamat tanpa harus bersentuhan dengan pengantin.
Memang sulit mengubah kebiasaan, Namun, dengan kondisi saat ini kita harus berupaya menerima kenyataan. Ini merupakan ikhtiar kita supaya dapat memutus mata rantai penyebaran covid-19. Semoga, pandemi korona segera berakhir, sehingga kita bisa beraktivitas dan bersilaturahmi seperti sedia kala. Aamiin..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H