Mohon tunggu...
Adzan Fariq Darmawan
Adzan Fariq Darmawan Mohon Tunggu... Freelancer - Advokat magang

A talented young professional who is a self starter, independent, result oriented, resilient and a hard worker. Previously work as an Associate Lawyer in Intellectual Property department, based Intellectual Property issues and protection. And worked as an Assistant Lawyer in a Boutique Law Firm environment, with a career of Tax Law Litigation experience, as well as practical General Corporate Matters.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Raja, Presiden, dan Pemimpin Lainnya Membentuk Ombudsman Ketika Sedang Rendah Hati : Sejarah Ombudsman RI

5 Juni 2022   18:16 Diperbarui: 5 Juni 2022   21:02 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini jika melihat berita nasional kalian akan menemukan beberapa permasalahan seperti Penunjukan Perwira TNI-Polri jadi Pj Kepala Daerah, Langkanya ketersediaan minyak goreng, dan bahkan yang paling dikenal masyarakat selain kasus minyak goreng adalah Proses Peralihan Status Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terjadi pada Tahun 2021 yang lalu. Jika melihat keseluruhan dari berita diatas maka akan ditemukan suatu Lembaga negara yang selalu hadir dalam permasalahan tersebut yaitu OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA.

Memangnya siapa sih Ombudsman itu? Mengapa di setiap permasalahan negara selalu ada Ombudsman? Nama Ombudsman sepertinya bukan dari Bahasa Indonesia? Untuk itu dalam tulisan ini penulis akan membahas mengenai sejarah berdirinya Ombudsman baik di Dunia dan juga di Indonesia sendiri.

Kata ombudsman sendiri berasal dari Bahasa Swedia kuno yaitu umbusmann yang memiliki cukup banyak definisi seperti pengacara, agen, perwakilan, pelindung, atau delegasi yang diminta orang lain untuk mewakili kepentingannya.

Sejarah pertama kali bedirinya institusi Ombudsman adalah berasal dari Raja Charles XII di Swedia, dimana pada waktu itu Raja Charles XII melarikan diri ke Turki karena sudah kalah perang dengan negara Rusia dalam The Great Northern War setelah tahun 1709. Kemudian, selama melarikan diri Raja Charles XII melihat konsep pengawasan dalam sistem Turkish Office of Chief Justice. 

Dan sepertinya konsep pengawasan tersebut berasal dari Khalifah Umar bin Khatab pada tahun 634-644 Masehi yang membuat Qodhi al Quadhaat dengan tugas untuk melindungi warga masyarakat dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah pada saat itu. 

Sehingga pada tahun 1718 Raja Charles XII memutuskan untuk membentuk Office of The King's Highest Ombudsman. Selanjutnya, pengawasan Ombudsman di negara Swedia terus mengalami perkembangan hingga institusi Ombudsman yang pada awalnya hanya dikenal di Swedia sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia termasuk di Indonesia.

Untuk di Indonesia sendiri, berawal pada Bulan November Tahun 1999, Presiden Republik Indonesia saat itu K.H. Abudurrahman Wahid memiliki inisiatif untuk membuat suatu konsep pengawasan negara yang baru, dengan mengundang Jaksa Agung Marzuki Darusman dan mantan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Antonius Sujata. 

Hasil pertemuan tersebut menghasilkan sebuah konsep pengawasan untuk mendukung proses pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yaitu dengan Ombudsman. selanjutnya pada tanggal 08 Desember 1999, K.H. Abudurrahman Wahid menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 155 Tahun 1999, tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. 

Keppres tersebut membentuk Tim Pengkajian Ombudsman. Pada tanggal 18 Desember 1999, Jaksa Agung Marzuki Darusman dan Antonius Sujata bertemu kembali K.H. Abudurrahman Wahid untuk meminta penjelasan mengenai Keppres Nomor 155 tahun 1999, karena Keppres tersebut hanya membentuk tim pengkajian dan bukan membentuk lembaganya. 

Sehingga pada akhirnya tanggal 10 Maret 2000, K.H. Abudurrahman Wahid kembali mengeluarkan Keppres nomor 44 tahun 2000 tentang pembentukan Komisi Ombudsman Nasional yang dalam Keppres tersebut sudah menetapkan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman.

Dari awal, Komisi Ombudsman Nasional lebih memilih bersikap low profile karena pada saat itu Komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden yang mana Keputusan Presiden itu lebih lemah kedudukannya dibandingkan dengan Undang-Undang. 

Sehingga nantinya dikhawatirkan jika Komisi Ombudsman Nasional melakukan tindakan high profile yang menyebabkan fluktuasi politik, Komisi Ombudsman Nasional dapat dengan mudah dicabut kapan-pun oleh Presiden saat itu.

Tetapi dalam sejarahnya Komisi Ombudsman Nasional memang pernah berbeda pendapat dengan Presiden. Terjadi pada saat pemilihan ketua Mahkamah Agung tahun 2001, Presiden K.H. Abudurrahman Wahid tidak mau memilih satu dari dua orang calon Ketua Mahkamah Agung yang sudah diusulkan oleh DPR. Karena menurut Presiden K.H. Abudurrahman Wahid "Idealnya, Ketua Mahkamah Agung adalah orang yang bersih dan tidak terlibat dengan rezim Orde Baru".  Padahal berdasarkan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:

"Hakim Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara dari daftar nama calon yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat."

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tersebut bersifat imperatif dan tidak memberikan alternatif tindakan lain yang dapat dilakukan oleh Presiden. Oleh karena itu Komisi Ombudsman Nasional memberikan rekomendasi yang isinya menyarankan K.H. Abudurrahman Wahid selaku Presiden harus memilih dan menetapkan satu dari dua calon yang sudah diusulkan oleh DPR. Dan akhirnya Presiden K.H. Abudurrahman Wahid mengikuti saran Ombudsman yang memilih Prof. Dr. Bagir Manan, S.H, MCL sebagai Ketua Mahkamah Agung yang baru.

Dan keuntungannya dari strategi low profile tersebut memang menghasilkan banyak dukungan yang kuat, dimana pada akhirnya terdapat pencantuman kata Ombudsman dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Propenas dan juga adanya TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 yang memberikan mandat kepada eksekutif dan legislatif agar menyusun Undang-undang Ombudsman. Hingga akhirnya pada tahun 2004 terbentuknya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Ombudsman Republik Indonesia yang disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2008 oleh Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Memang sejarah berdirinya Ombudsman di Indonesia berbeda dengan sejarah Ombudsman di Swedia, dimana berdirinya Komisi Ombudsman Nasional karena transisi Orde Baru menuju Demokrasi. Sedangkan Ombudsman di Swedia terinspirasi karena pengawasan dalam sistem Turkish Office of Chief Justice. Tetapi pada dasarnya terdapat kesamaan dalam hal kerendahan hati seorang pemimpin yang sedang berkuasa karena bersedia membentuk lembaga yang nantinya pasti akan mengawasi dan mungkin akan bersebrangan dengan dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun