Baca juga : Sejarah Panjang Prostitusi di Surabaya
Dari uraian diatas, bisa kita simpulkan bahwa tanah dimana Marine Etablissement ini dibangun adalah tanah yang sangat muda, sebuah kawasan endapan yang masih sangat baru. Kandungan utamanya adalah lumpur dan pasir, dua material yang didominasi akibat letusan Gunung Kelud.
Gunung Kelud sebagai salah satu gunung merapi yang cukup aktif dengan rentang erupsi yang relatif pendek. Antara 1848 hingga 1919 saja tercatat meletus lima kali pada tahun 1848, 1864, 1875, 1901 dan 1919. Â
Tiap erupsi, jutaan meter kubik pasir dan lumpur halus dimuntahkan dan terbawa aliran sungai. Material ini kemudian mengendap di sekitar mulut sungai. Survei yang dilaksanakan pada tahun 1837 menunjukkan bahwa garis pantai Surabaya mengalami penambahan rata-rata antara 7,5 hingga 8 meter per tahun.
Untuk mendapatkan gambaran kedahsyatan erupsinya, letusan Kelud pada 1586 tercatat berkekuatan  VEI = 5 ( Volcanic Explosivity Index ) dengan 10.000 korban jiwa.Â
Sebagai perbandingan, letusan Krakatau yang terkenal ditahun 1883 memiliki kekuatan VEI =6 dan membawa korban 36.400 jiwa. Letusan Kelud pada 1919 membawa korban sebesar 5.160 jiwa.
Uji pengeboran tanah di Surabaya menunjukkan lapisan atas yang bervariasi, pasir mendominasi kawasan sekitaran sungai. Pengambilan sampel di kota Surabaya sisi selatan baru mendapatkan tanah keras di kedalaman 16 hingga 20 meter, mungkin ini dasar laut lama.Â
Pada tahun 1824, Kalimas dan Kali Pegirikan terhubung di dua tempat oleh saluran terbuka. Bagian selatan berada di selatan stasiun Surabaya Kota dekat dinding pertahanan perbentengan kota. Sedangkan saluran terbuka di sisi utara disebut Kali Mati, namun sebelum bernama Kali Mati, orang menyebutnya Kali Malang.