Ada nama yang unik ketika kita berkeliling kampung Dinoyo, yaitu sebuah kawasan pemukiman yang dinamakan Dinoyo Tangsi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan tangsi sebagai : asrama, barak dan bisa juga diartikan sebagai penjara. Dari keilmuan Toponimi, dimana asal usul sebuah kawasan dapat terikat erat dengan sejarah, mitos atapun legenda di suatu tempat maka menarik pula untuk membolak-balik arsip sejarah terkait kawasan Dinoyo.Â
Ternyata perkembangan kawasan Dinoyo Tangsi ini tak bisa lepas dari Perang Diponegoro atau yang dikenal juga dengan sebutan Perang Jawa, sebuah perang besar yang terjadi antara 1825 hingga 1830. Pasca perang Diponegoro, Belanda terus memperkuat perbentengan di kota-kota penting dan terus menambah jumlah personil militernya.
Von Faber mencatat, jumlah personil militer di kota Surabaya pada tahun 1807 tercatat sebanyak 1800 personil. Kemudian pada tahun 1835, lima tahun pasca Perang Diponegoro, personil militer di kota Surabaya mencapai 2400 personil dan terus meningkat dari tahun ke tahun. ( Von Faber, Oud Soerabaia, hal 115 ).
Pada tahun 1857, kekuatan militer di Surabaya terbagi dalam beberapa bagian :
Batalion Infantri ke VI bermarkas di Semut, dituliskan bahwa mereka menempati barak sementara yang dibuat dari bambu.
Batalion Infantri ke XIII bermarkas di tangsi Djotangan ( kini Polrestabes Surabaya )
Batalion Infantri ke XIV bermarkas di Benteng Prins Hendrik
Kompi XVI Artileri Gunung bermarkas di Jl Gresik / Griseeschenweg
Dan Pasukan Kavaleri menempati kawasan Dinoyo yang kemudian dinamakan Dinoyo Tangsi.
Gambar diatas adalah sketsa pemukiman markas kavaleri dengan keterangan : Sketsa Peta komplek Kavaleri Dinoyo yang kemudian dipindahkan ke Pecinan Buitenweg.Â
A. Kediaman Komandan Kavaleri
B. Blok kediaman Letnan
C. KantorÂ
Tampak juga beberapa tulisan lain : Rivier Kali Maas ( sungai Kalimas ), Kampong ( Kampung ), Excertie Veld ( Lapangan untuk berlatih ). Sketsa sederhana yang berbentuk seperti lokomotif ini tetap terekam dalam  peta Surabaya beberapa dekade kedepan.
Von Faber mencatat bahwa Tangsi Dinoyo dipindahkan ke Chineeschen Buitenweg, dimanakan lokasi tepatnya ? Dari arsip peta Surabaya tahun 1905 dapat kita lihat bahwa lokasi Chineeschen Buitenweg ternyata di utara Stasiun Semut, lokasi yang saat ini kira-kira berdiri Pasar Atum.Â
Demikian artikel singkat kali ini tentang sejarah kawasan Dinoyo Tangsi. Selamat menikmati dan silahkan memberi masukan jika terdapat kesalahan dalam artikel ini.Â
Baca juga : Mengenal Masa Krisis Air ( de Periode der doorlopende Watertekorten ) di Surabaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H