1. Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Perkataan “Ambtelijk bevel” atau “perintah jabatan” itu sendiri secara harafiah dapat diartikan sebagai suatu perintah yang telah diberikan oleh seorang atasan, dimana kewenangan untuk memerintah semacam itu bersumber pada suatu “ambtelijke positive” atau suatu kedudukan menurut jabatan, baik dari orang yang memberikan perintah maupun dari orang yang menerima perintah[1]. (PAF. Lamintang, Buku ; Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia, hlm 534).
Menurut pendapat para ahli menyatakan sebagai berikut :
- Menurut Profesor Simons : “Adalah tidak perlu bahwa perintah itu harus diberikan kepada seorang bawahan saja, melainkan ia juga dapat diberikan kepada orang-orang lain, dan selama perintah seperti itu telah diberikan berdasarkan undang-undang, maka hal dapat dihukumnya perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan perintah tersebut menjadi ditiadakan”[2];
- Menurut Profesor Pompe : “Dengan perkataan “bawahan” itu yang dimaksudkan adalah setiap orang, kepada siapa suatu perintah itu telah diberikan. Ia tidak perlu berada dalam suatu hubungan yang tetap sebagai bawahan dengan orang yang memberikan perintah, bahkan ia pun tidak harus merupakan seorang pegawai negeri. Akan tetapi hubungan antara orang yang melaksanakan perintah dengan orang yang memberikan perintah tersebut haruslah bersifat hukum publik atau bersifat Publiekrechtelijk”;
- Menurut Profesor Van Hattum : “Sesuai dengan ketentuan yang antara lain terdapat dalam pasal 525 KUHP, perintah-perintah itu juga dapat diberikan kepada orang-orang yang bukan merupakan orang-orang bawahan. Oleh karena itu, wajarlah kiranya apabila perkataan “bawahan” didalam pasal 51 ayat (2) itu haruslah tidak ditafsirkan secara terlalu sempit, sehingga harus pula dianggap sebagai termasuk ke dalam pengertiannya, setiap orang kepada siapa suatu perintah itu dapat diberikan”
Kesimpulan : Bahwa sudah merupakan suatu communis opinion doctorum, yaitu bahwa perkataan ondergeschikte atau “bawahan” menurut jabatan, melainkan juga sebagai setiap orang terhadap siapa suatu perintah jabatan itu dapat diberikan, bahkan antara orang yang telah memberikan perintah dengan orang yang telah menerima perintah itu. Maka hal-hal dapat dihukumnya perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan perintah tersebut menjadi ditiadakan.