Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal Pendiri BASAKRAN & GINTING MANIK Law Office sejak 1996 Gd. Menara 165 Lt. 17 Unit A, Jl. TB Simatupang Kav. 1, Jakarta 12560 Telp/Fax. 021-38820017; 38820031 Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Pedofilia Sesama Jenis Kembali Muncul di Kaki Gunung Salak

2 September 2021   06:54 Diperbarui: 2 September 2021   06:57 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejahatan seksual terhadap anak kembali muncul di Desa Parakan Kecamatan Ciomas Kabpaten Bogor. Sebuah desa yang berada di kaki Gunung Salak. Korbannya anak-anak dan jumlahnya 12 anak laki-laki. Pelakunya seorang laki-laki yang merupakan PNS dilingkungan Pemprov DKI Jakarta berinisial Bnd berusia kurang lebih empat puluh enam tahun dan baru menetap kurang dari setahun di desa tersebut. 

Menurut pengakuan pelaku, korbannya hanya diraba-raba saja pada bagian tubuh tertentu. Tapi menurut pengakuan salah satu korban bahkan ada yang disodomi oleh pelaku. Hal ini dibenarkan oleh Ketua RW setempat. Menurut Ketua RW setempat tersebut perlakuan korban lebih dari itu dan jumlahnya pun lebih dari jumlah korban saat ini dan belum terungkap. 

Awalnya kedatangan pelaku yang berasal dari Indonesia Timur dan pindahan dari Kota Bekasi tidak mencurigakan bagi warga sekitar dan Ketua RT dan Ketua RW setempat. Pelaku melapor dan langsung mengurus dokumen kependudukannya sebagai penduduk Kabupaten Bogor.  Bahkan bila ada acara keagamaan minta dilibatkan dan mohon jangan dibeda-bedakan walaupun pelaku beragama selain Islam.

Yang mencurigakan bagi Ketua RW setempat tersebut, adalah umurnya sudah empat puluh enam tahun namun status di KTP masih belum kawin. Ketua RW sempat mempertanyakan, "kamu sudah umur empat puluh enam tahun cuma belum kawin ya ?"

Lalu dijawab oleh pelaku, "saya sudah sempat kawin pak RW dan punya anak, namun istri tidak mau saya bawa ke Jakarta". Dari situ menurut keterangan Ketua RW, beliau sudah curiga dengan kepindahan Bnd ini ke Desa Parakan.

Saat ini kasusnya sedang ditangani Unit PPA Satreskrim Polres Bogor, KPAD Kabupaten Bogor, dan Dinas Sosial Kabupaten Bogor.

****

Secara harafiah pedofilia berarti cinta pada anak-anak. Akan tetapi, terjadi perkembangan kemudian, sehingga secara umum digunakan sebagai istilah untuk menerangkan salah satu kelainan perkembangan psikoseksual dimana individu memiliki hasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak. Pedofilia merupakan aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak di bawah umur. Kadang-kadang, si anak yang menyediakan diri menjadi pasangan orang dewasa setelah melalui bujukan halus.

Tapi yang lebih sering penderita pedofilia memaksa dengan ancaman terhadap anak-anak di bawah umur untuk mendapatkan kesenangan seksual. Pada masyarakat tradisional, kasus-kasus pedofilia seringkali dikaitkan dengan upaya seseorang mencari "kesaktian atau kekebalan".

Pedofilia bisa terjadi berdasarkan orientasi seksual sesama jenis (homoseksual) dan bisa juga terjadi beradasarkan orientasi seksual lain jenis (heteroseksual). Namun dalam kenyataannya pedofilia homoseksual lebih sering terjadi dalam masyarakat kita.

****

Untuk pelaku pedofilia anak di Desa Parakan ini  bisa dijerat dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 76D (Persetubuhan Anak) dan pasal 76E (Pencabulan Anak) UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku Bnd dalam hal ini selain melakukan pencabulan juga melakukan persetubuhan berupa sodomi kepada korbannya. 

Mengenai kejahatan persetubuhan terhadap anak diatur dalam pasal 76D Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002, yang selengkapnya adalah :

"Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain."

 

Sementara sanksi pidana terhadap pelaku persetubuhan terhadap anak diatur dalam Pasal 81 ayat (1),  (2)  dan (3)  Undang-Undang No. 35 tahun 2014, yang selengkapnya adalah :

  1.  Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 
  2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
  3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Penjelasan pasal 76D dan pasal 81 Undang-undang No. 35 tahun 2014 menyatakan cukup jelas dan tidak membatasi apakah persetubuhan itu dilakukan oleh pelaku dan korban berjenis kelamin yang sama (homoseksual) atau berlainan jenis kelaminnya (heteroseksual).

Mengenai kejahatan pencabulan terhadap anak terdapat pada pasal 76E Undang-undang No. 35 tahun 2014, yang selengkapnya :

"Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul."

Sementara sanksi pidana terhadap pelaku pencabulan terhadap anak Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang No. 35 tahun 2014, yang selengkapnya adalah :

"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)."

Untuk dapat dijerat pelakunya dengan pasal 76D dan pasal 76E ini, maka persetubuhan dan pencabulan terhadap anak tersebut harus mengandung unsur Kekerasan atau ancaman Kekerasan. Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,  pemaksaan,  atau  perampasan  kemerdekaan  secara melawan hukum. 

 

Dalam praktek pun terhadap kejahatan seksual pencabulan terhadap anak bisa terjadi sesama jenis (homoseksual) dan berlainan jenis kelamin (heteroseksual). Dan sudah banyak Aparat Penegak Hukum yang menjerat pelaku pencabulan baik heteroseksual maupun homoseksual dengan mempergunakan pasal 76E UU Perlindungan Anak dengan mengesampingkan delik percabulan dalam KUHP.

Ketentuan pasal 76E dan pasal 82 ayat (1) tersebut merupakan ketentuan khusus (lex specialis) dalam hal tindak pidana pencabulan terhadap anak. Berdasarkan asas (lex specialis derogate lex generalis), pasal 290 ke-1 dan ke-2 KUHP dan pasal 292 KUHP secara normatif harusnya dikesampingkan oleh pasal 76E dan pasal 82 ayat (1) UU Perlindungan Anak.

Selain itu terhadap pelaku Bdn bisa  diterapkan Undang-Undang No. 17 tahun 2016 yang  mengatur mengenai pidana tambahan bagi pelaku kejahatan seksual persetubuhan terhadap anak :

  • Pengaturan pidana tambahan 1/3 terhadap tindak pidana yang dilakukan berulang tindak pidana persetubuhan terhadap anak;
  • Dalam hal tindak pidana persetubuhan terhadap anak menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun;
  • Pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku;
  • Pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik apabila tindak pidana persetubuhan Anak yang dilakukan secara berulang dan menimbulkan akibat fatal bagi korban;
  • Pengenaan pidana tambahan tersebut dikecualikan terhadap pelaku Anak.

Semoga bermanfaat

FARID MU'ADZ BASAKRAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun