Peristiwa bom bunuh diri di Mapolresta Surakarta modusnya hampir sama dengan terjadi pada peristiwa bom bunuh diri di Mapolresta Poso pada 3 Juni 2013 yang lalu, yakni pelakunya menerobos Markas Polres dengan mengendarai sepeda motor dan meledakkan dirinya ketika berada di dalam lingkungan kantor Polresta Surakarta dan Polres Poso. Korbannya pun sedikit.
Hal ini berbeda dengan peristiwa bom bunuh diri di Mapolresta Cirebon, pelakunya menjadi jamaah shalat Jum’at dan membaur dengan jamaah lainnya termasuk Kapolresta Cirebon di Masjid At-Taqwa Polresta Cirebon, dan meledakkan dirinya saat kemurunan massa banyak ketika akan memulai shalat Jum’at. Korbannya cukup banyak dan massif dibanding peristiwa bom bunuh diri di Polres Poso dan Polresta Surakarta.
Lemahnya Fungsi Intelejen Polri.
Peristiwa bom bunuh diri di Mapolresta Surakarta terjadi di tengah Polri merayakan HUT nya yang ke 70 tahun pada 1 Juli 2016 lalu. Hal ini sebenarnya merupakan “hadiah istimewa” Polri untuk semakin mawas diri.
Polri yang merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, terlihat kecolongan menghadapi hattrickperistiwa bom bunuh diri di Polresta Cirebon (tahun 2011) dan Polres Poso (tahun 2013) serta peristiwa bom bunuh diri di Mapolresta Surakarta empat hari yang lalu.
Bahkan dalam kasus bom Sarinah di Jakarta, Polri pun terlihat kecolongan atas aksi bom di depan Pos Polantas di Jl. M.H. Thamrin dan berakibat korban luka dan tewas anggota Polri yang bertugas.
Pertanyaannya dimanakah fungsi intelejen yang ada di tubuh Polri itu sendiri ? Dilihat dari segi peristiwanya yang sudah berlangsung tiga kali aksi bom bunuh diri yang menyerang institusi Polri, terlihat betapa lemahnya fungsi intelejen di internal Polri.
Kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat terlihat sangat kurang. Sehingga ruang gerak teroris begitu leluasanya menyerang tiga markas Polres dalam kurun waktu selama 6 tahun terakhir.
Profesionalitas dan kualitas anggota Intelkam Polri pun perlu dipertanyakan. Citra Polri yang sangat buruk di masyarakat mendukung hipotesa bahwa fungsi intelejen Polri begitu lemahnya. Padahal Intelkam sebagai Satuan Kerja ada sejak dari struktur paling atas yakni Mabes Polri hingga di tingkat paling bawah yakni di Polsek.
Apakah ini berkaitan dengan menjelang Idul Fitri, sehingga anggota Satuan Intelkam terutama di daerah begitu sibuknya menyibukkan diri hanya untuk memikirkan kepentingan diri dan keluarganya hanya untuk mengejar apa yang dikenal dikalangan awam sebagai tunjangan hari raya. Sejauh pengamatan penulis, kelihatannya memang seperti itu halnya.