Merasakan derita itu seperti apa. Merasakan pahitnya kehidupan. Merasakan sakitnya ketidakadilan. Merasakan segala keterbatasan yang hanya bisa dirasakan jika Dia bukan Sang Maha Kuasa dan Maha Perkasa.
Namun, pada akhirnya, Dia selalu "bangun" dan kembali jadi diriNya dalam Kebahagiaan Abadi.
Sendiri di Keabadian
Di Realitas Absolut itu, tak ada obyek atau benda apapun, selain Sang Subyek "sendirian". Yang ada hanya Eksistensi Kesadaran dan Kebahagiaan yang Tiada Tara (Inggris:Â "Existence Consciousness Bliss". Sanskrit: "Sat Cit Ananda").
Kesadaran Ilahiyah itu Maha Cerdas, Maha Kreatif, Maha Kuasa. Dari kesadaranNya, Ia mampu menciptakan apapun yang Dia mau. Seperti orang menciptakan alam yang tidak nyata dalam mimpi, tapi terasa seperti nyata bagi orang yang sedang bermimpi.
Penampakan Seperti Banyak
Maka Kesadaran Ilahiyah yang Maha Kreatif itu menciptakan "panggung kosmik" dari kesadaranNya. Dari "pure consciousness" (kesadaran murni) menjadi energi atom-atom yang tampak seperti benda dan alam semesta yang kaya dan beragam.
Menariknya, misteri eksistensi alam semesta ini sejak abad 20 pelan-pelan mulai terkuak di dunia sains melalui fisika kuantum.
Fisikawan cerdas seperti Prof. Albert Einstein misalnya, percaya bahwa realitas adalah sebuah "ilusi yang konsisten dan keras kepala" (referensi di sini).
Drama Kosmik
Agar panggung kosmik menjadi menarik, ketika berperan menjadi para mahluk maya, Sang Sumber Kesadaran harus lupa bahwa Dia Maha Kuasa.
Ibaratnya seperti seorang aktor hebat, misalnya aktor Christian Bale yang sedang berperan menjadi Batman, harus meyakinkan para penonton bahwa ia adalah karakter maya Batman dan bukan Christian Bale.