Siddhartha "Buddha" Gautama adalah pendiri agama Buddha, salah satu agama dan sistem filsafat utama di Asia Selatan dan Timur dan di dunia. Buddha adalah julukan dari Siddhartha Gautama, seorang guru yang hidup di India Utara sekitar abad ke-6 hingga ke-4 sebelum Masehi. Pengikutnya, yang dikenal sebagai umat Buddha, menyebarkan agama yang dikenal saat ini sebagai agama Buddha.
Buddha lahir sekitar 2.500 tahun yang lalu di Lumbini, dekat Kapilavastu, republik Shakya, kerajaan Kosala (sekarang di Nepal). Ia lahir dalam kehidupan mewah sebagai seorang pangeran. Ayahnya adalah Raja Suddhodana Tharu dan ibunya adalah Ratu Maya. Ia tumbuh di India, yang saat itu didominasi oleh agama-agama Brahmanik. Ia dipengaruhi banyak keyakinan Hindu, termasuk gagasan tentang samsara yang sangat melekat dalam ajaran Hindu.
Menurut legenda, Ratu Maya bermimpi bahwa ia akan melahirkan seorang anak yang akan menjadi suci. Ia diberi nama Siddhartha karena berarti 'pencapaian sempurna'. Setelah Siddhartha lahir, sebuah ramalan menyatakan bahwa ia akan menjadi penguasa besar atau orang suci.Â
Sang raja menginginkan ia menjadi penguasa besar sehingga ia melindungi putranya dari melihat penderitaan atau kesengsaraan. Siddhartha hidup dalam kemewahan di istana. Sang raja memastikan putranya memiliki segalanya di istana, sehingga ia tidak ingin pergi.
Ketika berusia 16 tahun, ia menikahi sepupunya, Yasodhara. Ketika ia tumbuh dewasa, ia bertanya-tanya tentang dunia di sekitarnya dan ingin melihat apa yang ada di luar istana. Bersama pengawal sekaligus pengemudi keretanya, Channa, ia meninggalkan istana untuk pergi ke kota dan melihat apa yang kemudian dikenal sebagai Empat Pemandangan.
Empat Pemandangan adalah:
1. Seorang tua renta
2. Seorang sakit parah
3. Seorang mayat
4. Seorang pertapa
Empat Pemandangan ini membuat Siddhartha menyadari bahwa semua makhluk hidup akan mengalami penuaan, penyakit, kematian, dan penderitaan. Ia merasa tidak puas dengan kehidupannya dan ingin mencari jalan keluar dari siklus samsara (lahir, mati, lahir kembali).
Ia meninggalkan istana dan keluarganya untuk menjadi pertapa. Ia bergabung dengan beberapa guru spiritual dan belajar berbagai cara untuk mencapai kesucian dan ketenangan pikiran. Ia juga melakukan praktik-praktik asketis yang sangat keras, seperti berpuasa dan menyiksa tubuhnya sendiri. Namun, ia tidak menemukan jawaban yang ia cari.
Akhirnya, ia memutuskan untuk mencoba cara lain untuk mencapai pencerahan. Ia duduk di bawah pohon bodhi (pohon kebijaksanaan) di desa kecil Uruvela, India Utara (sekarang Bodh Gaya) dan bersumpah untuk tidak bangun sampai ia menemukan kebenaran tertinggi. Ia menghadapi berbagai godaan dan gangguan dari Mara (dewa kematian), tetapi ia tetap teguh dalam meditasinya.