Maya diam. Ia ingin sekali menceritakan tentang sakit hatinya itu pada ayah. Tapi ia yakin jawaban ayah tidak akan jauh-jauh dari, tinggalkan pacarmu, konsentrasilah pada studimu. Karena jika ia menginginkan dukungan pada rasa sakit hati dan dendamnya, maka ia harus mengatakan bahwa Johan sudah mengambil keperawanannya, tapi mengkhianatinya. Itu jelas tidak mungkin. Bisa jadi ayah yang mati berdiri karena terkejut.
---
Maya memejamkan mata selama beberapa saat sambil mencoba menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Dengan begitu ia berharap bisa menenangkan diri dari rasa gelisah yang mengungkungnya sepanjang perjalanan pulang. Berulangkali ia melakukannya tapi ia tak kunjung merasa tenang.
"Tenang, May. Kau gadis yang kuat, dunia dipenuhi milyaran manusia, jika satu di antaranya menyakitimu, itu tak berarti apa-apa. Kecuali kalau sekian milyar manusia itu bersama-sama menyakitimu, maka kau boleh merasa hidupmu takkan berguna lagi," Maya berkata pada bayangannya di depan cermin.Â
Maya memaksa senyumnya.Â
"Nah, begitu. Tersenyumlah. Ada banyak hal yang bisa kau lakukan seperti, membuat janji di tempat sepi dan kau tusuk ulu hatinya dengan pisau, atau, kalau kau takut melihat darah, berikan racun pada minumannya dan makilah dia yang sedang sekarat, selingi dengan tawa bernuansa dendam yang terpuaskan!"
Sekali lagi Maya berkata pada dirinya sendiri. Ia merasa kata-kata yang ia ucapkan sendiri itu menguatkannya. Tapi sisi hati yang lain mengakui bahwa ia lemah untuk merasa kuat, untuk tak merasa kecewa, untuk tak ingin menangis. Johan mencium gadis itu dan begitu menikmati, persis seperti saat Johan menciumnya, sembari melingkarkan kedua tangan di pinggangnya.Â
Maya memikirkan dua pilihan yang diucapkan sendiri pada bayangannya di kaca tadi, agar sisi hatinya yang merasa lemah dan ingin menangis itu terpinggirkan. Menusukkan pisau atau meracunnya itu sesuatu yang sadis, jahat, tak berperikemanusiaan.Â
"Kamu pikir apa yang dilakukannya itu tidak sadis, tidak jahat, dan berperikemanusiaan? Sama saja, May. Ia pantas mendapat tusukan pisau di ulu hatinya karena ia pun sudah menusuk hatimu dengan perbuatannya. Ia juga pantas sekarat oleh racun karena ia sudah membuatmu sekarat dalam kekecewaan," Maya menceracau lagi.Â
Tapi aku akan dipenjara!Â