Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Bulan Mati dan Jiwa-jiwa Mati yang Pergi

27 November 2015   17:37 Diperbarui: 27 November 2015   18:16 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepi. Hanya detak jam dinding menurutkan laju waktu. Aroma yang menebarkan teror dari moncong pistol itu merambati hidungku dan membuat dadaku berdesir. Aku tak yakin akan bisa melepaskan diri darinya.

“Setelah pertemuan itu, Nugie pergi lebih dulu karena waktu itu, kalau tak salah, kau meneleponnya. Ran bertanya padaku, apa Nugie punya pacar? Aku bilang punya. Salah seorang karyawannya, kembang perusahaan, namanya Rheinara Yuki. Ia bertanya lagi, apa pacarnya itu cantik? Sudah kubilang kembang perusahaan, sahutku. Aku tak ragu lagi, Ran memang gay dan naksir Nugie. Saat itu tiba-tiba aku punya gagasan, lebih tepatnya melihat kesempatan untuk menanamkan pengaruhku sendiri di perusahaan. Aku bercerita banyak pada Ran tentang Nugie, tentang perusahaan dan kerjasama kami, tentang ganjalan yang kurasakan karena sebagai pemilik modal, kedudukanku yang vital diabaikan. Kau tampaknya naksir dengan Nugie, kataku padanya. Ran tersipu-sipu persis gadis belasan tahun yang jatuh cinta, tapi malu mengakuinya. Aku bilang lagi padanya, Aku sudah bantu kau dapat pekerjaan, aku bahkan sekaligus bisa membantumu mendapatkan cinta pemilik perusahaannya, asal kau mau bekerja untukku. Jika kau bersedia maka status pengangguranmu akan berakhir, tapi jika tidak, kau akan tetap jadi penganggur.”

Seperti melihat mendung yang perlahan-lahan tersibak dan sedikit demi sedikit kebiruan langit kembali terkuak.

“Ran tentu saja bersedia melakukannya mengingat ia bukan hanya mendapat pekerjaan, tapi juga berkesempatan mendapat cinta. Nugie menerima Ran di perusahaan tanpa seleksi ketat sebagaimana biasanya. Maka masuklah Ran di perusahaan Nugie,” kata James lagi.

“Menurutku, Ran tak hanya cukup cakap dalam dunia IT, tapi juga seseorang yang memiliki pengetahuan cukup dan pandai bicara. Saat itulah aku mencoba mengarahkan dia agar ia membuat isu-isu tentang perusahaan yang mulai terancam oleh munculnya banyak pesaing yang bermain di bidang yang sama. Mengarahkan ia untuk mempengaruhi Nugie agar Nugie yang selalu optimis dan kuat pendirian itu goyah karena ketakutan-ketakutan yang dirancangnya mengenai masa depan perusahaan.”

“Untuk apa kau lakukan itu?”

“Aku ingin memiliki perusahaan itu seutuhnya. Aku ingin Nugie bekerja untukku, dengan perusahaan di bawah kendaliku. Dengan Ran sebagai aktorku, pelan tapi pasti pengaruhku mulai tertanam. Apalagi ketika Ran benar-benar telah berhasil membuat Nugie jatuh cinta padanya, semua keinginan Ran yang kuatur itu selalu coba dipenuhi Nugie.”

“Termasuk menyingkirkanku dengan berbagai cara yang gagal itu?”

“Termasuk menyingkirkanmu. Itu keinginan Ran yang ingin cinta seutuhnya dari Nugie. Apa pun yang dilakukan, Ran melaporkannya padaku. Dimulai dari keinginan menjauhkan Nugie darimu, Nugie menuruti ideku untuk menyingkir sementara dari perusahaan dan aku mengambil alih sementara. Kau tahu, aku sudah mulai menang, karena Nugie tak memikirkan apa pun kecuali untuk menyenangkan hati Ran. Aku mengatur agar Ran berada di satu ruangan yang sama denganmu, dan melancarkan segala sandiwara yang kau sendiri melakoninya. Aku ingat saat Ran bercerita bahwa ia menahan muntah karena mengulum bibirmu. Heh, aku sebenarnya sulit untuk maklum, tapi aku tak peduli. Aku hanya peduli keinginanku sendiri.”

Aku memandang James dengan geram dan berharap sebuah kesempatan untuk berlari. Tapi kesempatan itu seperti berharap hujan tak turun pada saat mendung sudah menggayut hitam.

“Mereka mengeluh karena mereka tak berhasil menyingkirkanmu, meskipun segala cara sudah mereka tempuh. Kau selalu lolos. Sampai akhirnya Ran yang menjadi aktor dalam dua sandiwara memintaku untuk melenyapkanmu. Aku tentu saja setuju melakukannya karena itu akan membuat cengkeramanku pada mereka berdua dan terutama perusahaan semakin kuat. Maka jadilah sandiwara rumah sakit jiwa, suster-suster yang katamu seperti nyamuk mengitarimu, beberapa orang yang kusewa untuk bertingkah seperti orang gila, suntikan-suntikan dan diagnosis-diagnosis aneh untuk membuatmu gila dan terbunuh perlahan-lahan. Properti yang mahal, Anna. Menyewa dan menyulap sebuah rumah kontrakan menjadi seperti sebuah rumah sakit. Tapi kau tahu, keinginan membuat manusia bersedia melakukan hal yang paling gila, paling konyol, dan paling kejam. Itulah yang kulakukan. Apalagi jika yang kau dapat lebih banyak dari yang kau keluarkan, kau akan dengan senang hati melakukannya. Seperti mendapat perusahaan itu dengan segala asetnya seutuhnya. Menggiurkan bukan? Kau pun akan melakukan itu jika menjadi aku, Anna.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun