Ratu Malam dan Sang Raja
Dia, Melinda, tersenyum padaku. Senyum yang terbentuk dari sebuah pola misterius di bibir merah itu menghantamkan pesona di mataku, mengalir ke otak dengan sangat cepat. Dan dari otakku yang mampat karenanya, terkirim pesan dalam benakku sebuah kata, menggairahkan...
Aku gemetar dan mulai tak sabar. Sepertinya ingin segera merengkuhnya, menggamitnya, dan meneguk apa saja untuk rasa hausku yang tak terkendali.
Hmmm, ratu malamku, Melinda memberikan isyarat dengan tangannya agar aku tak terburu-buru.
"Ada banyak waktu untuk kita bukan?" Ia bertanya dengan lembut, dengan kerlingan mata yang sungguh menggoda, dan...gerak bibir yang sempurna membakar api hasrat dalam sekejap.
Aku mengangguk. Ah, dia tak tahu, aku tak sabar lagi. Apa yang harus kutunggu? Bukankah aku akan mendapatkan keinginanku untuk uang yang demikian banyak? Keinginanku hanya membuang sedikit yang menggelayut membebani jasmani, meronta ingin terlepas.
"Waktuku sampai jam tiga pagi," ujarku sembari menghitung berapa lama penyegaran otakku akan berlangsung di sini.
"Tentunya, sesuatu yang penting anda katakan sedang berlangsung saat ini pada Ibu!"
Sialan ini perempuan. Tahu apa kau tentang hal-hal selain uang! Tak perlu sok tahu, puaskan saja aku!
"Tunjukkan saja yang seharga dengan itu padaku!" Kutunjuk dua ikat kertas merah muda di bawah lampu meja.
Melinda tersenyum dan, dasar jalang! Rasa kesalku bisa menguap begitu saja oleh gerak gemulai menggoda. Aku memang ingin lupa semua untuk beberapa waktu di sini. Aku tak ingin mengingat dan memikirkan apa pun.