Sudah menjadi identitas menonjol bagi Pak Daeng sapaan yang kerap terdengar dalam lingkungan militer untuk tentara asal Kabupaten Jeneponto di berbagai daerah tempatnya bertugas. Ini tak lepas dari asal-muasal karakter tersebut tumbuh dan terbangun yang menjadikan setiap individu memiliki pengaruh berarti di manapun ia berada. Harus diakui karakter itu telah tertanam dan menjadi pondasi awal sejak usia dini dalam lingkungan keluarga (informal).
Selain itu, wadah tumbuh dan terbangunya karakter itupun salah satunya ada dalam lingkungan pendidikan yang bernama sekolah. Baik formal maupun nonformal, sekolah sebagai "kendaraan" yang mengantarkan generasi Turatea untuk diolah kemampuannya guna menjadi calon prajurit TNI yang tangguh. Ada sentuhan guru yang mulia dalam mendidik insan Jeneponto yang siap untuk menerbangkan sayapnya lebih tinggi dan jauh lagi.
Guru itu mulia karena karya yang dibuatnya di sekolah untuk membentuk generasi Jeneponto menjadi seorang patriot sejati, petarung, dan pekerja keras. Ini merupakan perpaduan diolahnya pikiran, disentuhnya hati, diberikannya rasa atau karsa, dan dibentuknya raga peserta didik Jeneponto dari tahap anak-anak hingga dewasa dan menjadi generasi emas daerah yang bisa dipetik buahnya hingga saat ini dan hari esok.
Dari pengalaman perjalanan panjang yang terekam terkait banyaknya usia muda Jeneponto yang bermimpi menjadi TNI, mereka berhasil menggapai mimpinya selain faktor keluarga, karena juga besarnya keterlibatan guru yang begitu hebat sebagai pemeran pengganti orang tua dalam pendidikan formal dan sekolah menjadi rumah kedua yang nyaman untuk ditempati guna mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.
Ilmu pedagogik dan profesionalisme seorang guru digunakan dalam membentuk dan mengembangkan bakat minat yang dimiliki peserta didik melalui pemahaman landasan kependidikan dalam merancang pembelajaran dan pengajaran yang mendidik dan dialogis melalui pemanfaatan teknologi yang mendukung hasil belajar sebagai evaluasi pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kemampuan dasar yang dimilikinya. Dan ilmu pedagogis inilah yang turut berpengaruh dalam melihat potensi peserta didik yang bisa didorong menjadi seorang tentara atau profesi lainnya.
Digugu dan ditiru menjadi cerminan guru bagi peserta didik melalui kompetensi kepribadian yang wibawa, bijaksana, dan terus mengembangkan diri secara mandiri serta berkelanjutan akan menjadikan faktor teladan seorang guru untuk peserta didik dan masyarakat dalam aktivitas pendidikan. Peserta didik yang potensial akan menjadikan guru bukan hanya sebagai seorang pendidik saja. Melainkan pula, sahabat yang akan menjadi mentor, pelatih dan tempat menyampaikan unek-unek dalam proses pencapaian cita-cita dan masa depannya (peserta didik).
Selain menjadi penggerak di sekolah, guru pun hadir di tengah-tengah lingkungan masyarakat, berkontribusi sebagai agen of change dalam aspek pengetahuan dan informasi aktual melalui pergaulan yang santun dengan mengindahkan norma dan sistem nilai yang berlaku. Keterbatasan orang tua peserta didik dalam mengembangkan bakat dan minat anaknya, menuntut interaksi sosial seorang guru memberi edukasi sebagai bagian dari unsur masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kehadiran sekolah turut berperan sebagai rumah kedua peserta didik, yang akan menjadi tempat terpenuhinya aspek pengetahuan, sikap, dan psikomotorik dalam pembentukan generasi Turatea seutuhnya. Warga sekolah (kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, dan orang tua/wali) didaulat sebagai garda terdepan dalam menjaga muruah pendidikan, simbol kemajuan generasi Jeneponto dan Indonesia pada umumnya.
Untuk itu, Turatea sebagai tempat lahirnya tentara tangguh di Indonesia, perlu adanya upaya untuk menjaga dan meningkatkan kompetensi generasi penerusnya dengan mengutamakan peran pendidikan (formal, nonformal, dan informal) sebagai media adaptif dalam pembekalan dan persiapan sebelum menjadi bagian dari komponen utama pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tugas pokoknya melaksanakan kebijakan pertahanan negara dalam mempertahankan keutuhan wilayah, melindungi keselamatan bangsa, dan menegakkan kedaulatan negara.Â
Hebatnya tentara Jeneponto tak lepas dari dukungan orang tua dan sentuhan guru yang luhur sebagai pemantik motivasi eksternal yang terpatri menjadi dorongan dari dalam bagi anak muda Jeneponto yang selama ini telah bergabung dalam institusi militer yang ke depannya akan menghadapi tantangan global yang kompleks dan dinamis melalui sistem peperangan siber. Jika TNI adalah profesi yang dianggap terhormat, maka orang tua dan guru adalah pahlawan yang mencetak orang-orang terhormat itu.
Meskipun ulasan ini adalah hasil dari identifikasi sosial yang berdasar pada pengalaman pribadi dan tidak didukung oleh angka-angka dari lembaga profesional terkait data tentara asal Jeneponto (alasan rahasia negara), setidaknya ini menjadi referensi awal dan informasi umum bahwa memang fakta di lapangan, Turatea itu, bak surga di tanah tandus yang menyediakan sebongkah emas bernilai harganya.