Mohon tunggu...
Adrianus Denis
Adrianus Denis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

a web wonderer with a curious mind

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sepekan Terakhir, Sudah Belajar Apa Saja dari Sosial Media?

18 Maret 2021   14:31 Diperbarui: 18 Maret 2021   14:34 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Setiap hari kita banyak belajar hal baru.” 

Perkataan yang sering menimbulkan skeptis ini ada benarnya, lho! 

“Hal baru” ini dapat berasal dari manapun. Mulai dari kelas daring yang kita ikuti setiap harinya, lalu dari obrolan ringan bersama orang tua, hingga dari sesepele scrolling di media sosial favorit kita. Kita mungkin akan melihat postingan di Instagram dan Facebook atau kicauan orang asing di Twitter. Dari hal sesepele itu, kita dapat belajar hal baru setiap harinya. Menarik bukan?

Pada kesempatan kali ini, saya ingin bercerita dan berbagi sejumlah hal baru yang saya pelajari dari sosial media. Kebetulan, sejumlah hal baru ini dapat jadi wawasan yang berguna. Semua yang akan saya bahas didapatkan dari postingan Instagram @lyfewithless. Mereka merupakan komunitas pengikut dan penyuka gaya hidup minimalis. 

Jadi, sepekan terakhir sudah dapat apa saja dari @lyfewithless ?

1. Mengenal “Sampah Tersembunyi” dalam gadget milik kita

Saat pertama kali melihat postingan ini, saya baru sadar bahwa hal seperti ini dikategorikan sebagai “hidden clutter” atau “sampah tersembunyi” dalam gadget yang saya pegang setiap hari. Beberapa contohnya antara lain: duplikasi koleksi swafoto dan cuplikan layar, penumpukan file unduhan yang sudah tidak diperlukan, dan kumpulan notifikasi tidak perlu di pojok atas layar gadget. Setelah melihat ini, saya segera melakukan pembersihan intensif atau bahasa kerennya, decluttering, pada gadget saya. Lebihnya, saya mendapatkan semacam kepuasan setelah melakukan decluttering tersebut. 

2. Butuh atau BM (Banyak Mau)? 

Sumber: portalsemarang.com
Sumber: portalsemarang.com
Postingan ini bisa dikatakan sebagai sorotan utama saya di sepekan terakhir. Karena mereka membahas mengenai hal yang sering saya lakukan. Fabrikasi keinginan dengan meyakinkan diri bahwa saya membutuhkan hal yang sebenarnya saya inginkan tersebut. Dalam postingannya, Lyfewithless menjelaskan perbedaan “Butuh” dan “BM”. “Apakah hal tersebut bisa ditunda?”, “Apakah ada alternatif lain?” menjadi bahan bahasan mereka pada kesempatan ini. Postingan mereka ini sangat inspiratif dan mendorong saya untuk menahan godaan untuk sering-sering membeli apa yang saya mau. 

3. Ongkos pertemanan

Saat pertama melihat, saya langsung tertarik karena baru kali pertama saya mendengar kata “Ongkos Pertemanan”. Ternyata, hal ini membahas mengenai kita yang terkadang memaksa diri kita untuk mengikuti gaya hidup teman yang tidak bisa kita ikuti. Misalnya, alasan “tidak enak” untuk menolak ajakan staycation padahal kita tidak memiliki budget untuk melakukannya. Hal ini menjadi sangat toxic dan tidak sehat bagi kita. Seharusnya, tidak ada beban dalam berteman. Moral dari membaca postingan ini adalah mari kita hilangkan rasa tidak enak saat menolak ajakan teman untuk bermain.

.

.

Dalam artikel saya sebelumnya yang berjudul "Jadi Pengamat Kritis di Lingkungan Sosial, Yuk!", saya telah menjabarkan mengenai apa itu analisis sosial. Sebagai penyegar, analisis sosial adalah sebuah kegiatan mengamati sebuah situasi sosial dengan tujuan untuk mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi. 

Saya telah melakukan dinamika dengan cara observasi laman Instagram mereka, dan melihat diskusi yang terjadi di kolom komentar dan papan pertanyaan Instagram Story. Terdapat ambience yang friendly dan positif jika diamati dari laman Instagram nya. Setiap orang menjawab pertanyaan dengan berbagi cerita pribadi, dan tanggapan 

Rencana lebih lanjut, saya bersama teman-teman kelompok akan mengumpulkan data yang lebih banyak untuk dapat menganalisis secara lebih dalam. Dapat menjadi pengamat yang lebih kritis, dengan mengamati pola komunikasi yang ada dalam laman-laman resmi yang mereka miliki. Lebihnya, jika memungkinkan dan diperbolehkan, saya bersama kelompok juga ingin melaksanakan interview bersama anggota dari Lyfewithless. 

.

Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa analisis sosial dapat dilakukan dengan mengamati hal yang kita sukai. Lalu, analisis sosial dapat dimulai semudah scrolling linimasa media sosial favorit kita! Sangat mudah bukan?

.

.

Omong-omong, sepekan terakhir, apakah kalian telah belajar hal baru dari media sosial? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun