Menghadapi generasi milenial menggunakan bahasa Indonesia dalam lingkungan pendidikan dasar sangat kompleks. Ketika gadget sudah menempel di tangan dengan jemari mulai mengusap layar maka segala pusat perhatian hanya tertuju pada konten yang sedang digandrunginya. Akan tetapi,ketika ditanya makna apa yang sedang dilakukan mereka sulit membahasakan sendiri dengan pilihan dan penggunaan kata yang tepat dan luas.
Gadget seolah telah menghipnotis imajinasi generasai ini sehingga lupa memaknai dan menghubungkan antara konten satu dengan yang lainnya dalam kegiatan apa yang sedang mereka lakukan. Imajinasi anak-anak milenial dalam bangku SMP dalam konteks lingkup yang saya alami sangat rendah. Jika ini tidak digali dan diarahkan maka generasi ini akan menjadi lemah dalam imajinasi sekaligus menerjemahkan sesuatu yang bermakna bagi diri dan orang lain.
Dalam pembelajaran sastra puisi di kelas sebuah riset sederhana dilakukan untuk menguji imajinasi dalam memilih dan mengelola kata menjadi bermakna. Sebuah tabel tentang unsur dan pola kalimat disuguhkan kepada 250 siswa dalam satu tingkat kelas.
Siswa diberi tugas mendata jenis kata untuk subjek, predikat, objek, dan keterangan. Tabel itu sengaja diberi acak untuk menguji imajinasi dan kecerdasan anak untuk mengolah kata-kata itu menjadi bermakna dalam kalimat.
Saya mencoba menguji nalar dan keterampilan dalam memilih kata untuk pelengkap seberti kata tugas dan keterangan lain agar menjadi bermakna. Total 250 hanya 35 anak yang mengolah kata menjadi bermakna. Sisanya butuh pendampingan lanjutan yang terus menerus dari waktu ke waktu.
Tabel kata.
Subjek
Predikat
Objek
Keterangan
Siswa
Pergi
Sekolah
Senja
Meja
Lari
Pohon.
Pagi
Kursi
Kejar
Kambing
Siang
Papan tulis
Cium
Sampah
Malam
Keramik
Manis
Anggur
kertas
Gorden
Peluk
Gentong
Pantai
Kipas angin
Rayu
Bola
Kolam
Andika
Manja
gunung
tinggi
buku
wangi
kunci
kios
buku
cari
tas
pagi
Contoh jawaban ;
- Meja-meja itu seolah berlari diantara pohon pinang saat terjadi gempa pagi hari.
- Siswa kelas enam SDN Nagari memindahkan kursi kelas ke ruang lain karena kejar-kejaran anak kambing masuk kelas siang hari setelah pembelajaran berakhir.
Kondisi ini tidak mematahkan semangat saya untuk terus mencari strategi dan motivasi dalam mendorong semangat siswa dalam mengolah kata menjadi bermakna dalam sebuah teks atau bacaan. Kondisi ini menjadi semangat gerakan literasi bersama dalam meningkatkan grafik kemampuan membaca yang masih sangat rendah oleh penelitian PIZA.
Kolaborasi pemerintah melalui Kemdikbud, Pemerintah daerah, komunitas sangat penting dalam pengembangan literasi bagi anak. Latihan mengolah kata menjadi bermakna hendaknya menjadi pemantik kita untuk mewujudakn generasi literaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H